Mohon tunggu...
Toriq Furqon Al Mujaddid
Toriq Furqon Al Mujaddid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pertahanan Republik Indonesia

Mahasiswa Magister Program Studi Ekonomi Pertahanan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Visi Indonesia untuk Laut China Selatan: Unity Harmony Oceanic Ventures, Pendorong Kemajuan Ekonomi dan Stabilitas Kawasan

20 April 2024   13:20 Diperbarui: 20 April 2024   13:21 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5.7

Vietnam

530

40.3

Total

3.596

40.3

Sumber : Rystad Energy, CubeBrowser. U.S. EIA (2024)

Permasalahan utama yang muncul di Laut China Selatan adalah tumpang tindih klaim wilayah oleh negara-negara di sekitarnya, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Konflik ini tidak hanya melibatkan pertikaian atas batas-batas teritorial, tetapi juga atas akses dan kontrol terhadap sumber daya alam yang kaya. Contohnya, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang ditetapkan oleh setiap negara sering kali saling bertabrakan, menimbulkan ketegangan politik serta konfrontasi militer (Global Conflict Tracker, 2024). Misalnya, insiden tahun 2014 di mana kapal penjaga pantai China menggunakan selang air untuk mengganggu aktivitas pengeboran minyak Vietnam, menunjukkan betapa tingginya risiko konflik yang bisa berkembang menjadi lebih serius. Klaim oleh China yang dipetakan oleh "Sepuluh Garis Putus" mencakup sekitar 90% wilayah Laut China Selatan, seringkali dianggap kontroversial oleh negara-negara lain serta ditantang secara internasional, termasuk oleh keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional pada tahun 2016 yang mendukung klaim Filipina (U.S. Energy Information Administration, 2024).

Di samping konflik teritorial, Laut China Selatan juga menghadapi masalah eksploitasi berlebihan sumber daya alam dan praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan. Penangkapan ikan secara besar-besaran dan sering ilegal telah menyebabkan penurunan drastis stok ikan lokal, merugikan ekonomi negara-negara pesisir yang bergantung pada perikanan. Sementara itu, aktivitas eksploitasi minyak dan gas bumi sering kali dilakukan tanpa pertimbangan yang memadai terhadap dampak lingkungan, seperti pencemaran akibat tumpahan minyak. Ancaman keamanan maritim seperti pembajakan, penyelundupan, dan pencemaran lingkungan menambah kompleksitas permasalahan di kawasan ini. Kurangnya koordinasi dan kerjasama antarnegara dalam mengelola sumber daya secara berkelanjutan dan mengatasi ancaman keamanan juga menjadi hambatan besar dalam mencapai solusi yang efektif dan adil untuk semua pihak yang terlibat (Hessen, 2023). Menemukan jalur diplomasi dan kerjasama regional yang efektif merupakan kunci untuk menstabilkan situasi dan mengoptimalkan manfaat ekonomi Laut China Selatan bagi seluruh kawasan.

Mengingat peran strategis Laut China Selatan sebagai jalur perdagangan dan transportasi yang vital, di mana lebih dari $3 triliun perdagangan global melintasi perairan ini setiap tahunnya, menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan ini menjadi prioritas utama untuk keamanan maritim dan kelancaran arus perdagangan internasional (Taufani, 2023). Menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan ini sangat penting bagi keamanan maritim dan kelancaran arus perdagangan internasional. Diplomasi yang efektif dan kerja sama regional sangat penting untuk memastikan pengelolaan sumber daya berkelanjutan dan stabilitas regional. Indonesia sebagai negara non-claimant turut berperan dalam sengketa Laut China Selatan. Negara ini telah menganjurkan strategi diplomatik untuk menjaga stabilitas di kawasan, khususnya dalam konteks Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) (Nugraha, 2021). Forum ASEAN menyediakan platform dialog antara negara-negara yang terlibat, termasuk Tiongkok, untuk menemukan solusi damai terhadap konflik dan mendorong kepatuhan terhadap hukum internasional (Taufani, 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun