Mohon tunggu...
Toras Lubis
Toras Lubis Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mengungkapkan apa yang dirasakan dan dilihat oleh mata dalam kehidupan sehari-hari melalui sebuah "tulisan" yang semoga berguna bagi setiap kalangan. :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Aku, Cindy dan Pergaulan Bebasnya

3 Maret 2014   01:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa ABG (Anak Baru Gede) merupakan masa peralihan anak. Masa-masa dimana seorang anak butuh perhatian lebih dari keluarga, terutama orangtua. Sementara, dilingkungan sekolah perlu diperhatikan oleh guru. Kita semua pernah ngerasain masa ABG kan? Masa dimana kita mulai ada naksir adek kelas ataupun teman sendiri. Masa dimana kita merasakan cinta monyet, tapi bukan cinta ke monyet ya. Masa dimana anak perempuan punya buku diary sendiri yang selalu diupdate setiap hari, sampe ada yang punya buku diary yang ada gemboknya lagi. Haha Masa dimana kaum laki-laki suka menyisir rambut pakai minyak rambut yang bau nya menyengat. Masa dimana tumbuhnya jerawat.

Tapi seindah apapun masa itu, dimasa itu pula karakter kita dibentuk. Ketika pergaulan sudah tidak benar dimasa atau diumur itu, kedepannya bakalan ribet lho! Kenapa saya sebut seperti itu? Karena masa ABG adalah masa peralihan, sedangkan masa peralihan sangat rentan. Ketika seorang anak tidak bisa memilih dan memilah antara yang baik dan benar pada masa itu, maka seorang anak bisa jadi korban pergaulan sekitar.

Pada masa itu, peran orangtua sangat dibutuhkan untuk mendidik anaknya. Mau dibawa kemana anak kita, kearah mana, masa depannya bagaimana? Itu semua merupakan bagian dari peran seorang orangtua. Ketika orangtua tidak bisa memenuhi tugasnya tersebut, maka masukkan anaknya ke sekolah. Disekolah anak bisa dididik oleh yang namanya guru. Jadi, peran orangtua dan guru sangat penting.

Jangan sampai anak jadi korban pergaulan bebas. Seperti yang saya amati pada waktu saya dulu melakukan tugas dari kampus, yaitu PPL disebuah sekolah negeri di Bandung. Layaknya seorang mahasiswa PPL, seorang mahasiswa yang belajar menjadi seorang pengajar. Waktu saya PPL, kami mahasiswa PPL hanya diberikan kesempatan mengajar pada kelas 7 dan 8, sementara kelas 9 tidak diberi izin dengan alasan kelas 9 harus fokus dengan UN yang sudah didepan mata.

Satu bulan saya mengajar semua masih berjalan dengan baik-baik. Semua siswa sangat dekat dengan saya. Banyak pengalaman yang saya dapat dari sekolah tersebut. Banyak siswa yang tidak sungkan-sungkan sharing tentang pelajaran yang saya ajarkan. Mengajar itu mengasyikkan.

Memasuki dua bulan saya mengajar disekolah tersebut. Pernah saya menggantikan guru pamong saya untuk mengajar di kelas 9. Rasanya sangat berbeda dengan mengajar di kelas 7 dan 8. Sensasinya sangat berbeda. Siswa kelas 9 yang sudah mau memasuki SMA sangat terkesan cuek dengan guru pamong. Tapi itulah tantangan buat saya, saya harus bisa menaklukkan mereka. 10 menit pertama, anak didiknya masih cuek dan diam saja ketika diajak berinteraksi. 20 menit berjalan anak didiknya mulai bisa saya kuasai. Sampai 25  menit berjalan semua anak didik sudah fokus memperhatikan saya. Yes, I'm success. Haha

Setelah pembelajaran selesai, semua anak didik memberikan tepuk tangan kepada saya. Saya juga tidak tahu mengapa mereka melakukan hal itu. Pas saya tanya, mereka hanya menjawab, "Bapak ngajarnya keren...!". Agak malu juga sih dengar ucapan mereka. Tapi saya hanya senyum saja dan keluar dari ruangan.

Ketika saya mengajar dikelas itu, ada dua siswi menghampiri saya. Sebut saja namanya Wina (nama samaran) dan Cindy (nama samaran juga). Kedua siswi ini mengajak saya ngobrol cukup lama. Tentunya tentang materi pelajaran yang baru saya sampaikan. Karena sering bertemu kedua anak ini, kami menjadi akrab. Terutama dengan siswi yang namanya Cindy. Diluar lingkungan sekolahpun anak ini suka curhat tentang kehidupannya, keluarganya, bahkan pacarnya sendiri. Anak ini korban broken home. Jadi pas saya akrab dengan anak ini, anak ini merasa punya kakak karena saya sering memberi nasehat kepadanya. Saya senang bisa memberi perhatian kepada anak seperti ini. Kasihan ketika ada seorang anak kurang perhatian dari orangtuanya. Itu yang ada dalam benak saya saat itu.

Tiap hari disekolah, anak ini selalu menyempatkan bertemu dengan saya. Belajar kepada saya tentang pelajaran sekolahnya. Sekalipun pelajaran yang diluar pelajaran yang saya ajarkan. Senang bisa berbagi.

Namun, seiring perjalanan PPL. Cindy menjadi sangat dekat denganku. Dekat sebagai kakak adek tentunya. Benar-benar seperti kakak adek. Cindy selalu curhat kepadaku tentang masalah-masalahnya. Tidak terkecuali tentang pacarnya. Saya tidak melarang dia pacaran, karena saya pikir itu bukan urusan saya. Saya hanya bisa menyampaikan kepadanya agar jangan melakukan hal-hal yang tidak benar saja waktu pacaran karena bagaimanapun juga dia masih sangat muda. Cindy hobby gonta ganti pacar. Saya sangat paham dengan type anak seperti dia. Mungkin cinta monyet pikirku.

Seiring berjalannya waktu, masa PPL ku berakhir. Ada rasa sedih ketika keluar dari sekolah itu. Begitupun juga dengan Cindy. Dibahuku dia menangis. Ketika saya nanya kenapa menangis? Dia cuma jawab, "Aku ga mau kehilangan kakak baik seperti kakak". Saya hanya tersenyum dengar kalimat itu dan berusaha menghiburnya sambil bilang, "sms aja kakak kalau adek kangen, ingat! jangan pacaran terus!".

Sewaktu saya mengajar disekolah tersebut, Cindy tidak pernah pacaran lagi. Namun, setelah saya selesai mengajar disekolah tersebut, kelakuannya kembali seperti dulu lagi. Pacaran dengan gonta ganti pacar. Saya mengetahui itu ketika saya melihat status-statusnya di sosial media. Pas saya sms, dia menceritakan semua. Dia mengakuinya kalau dia pacaran lagi. Dia butuh perhatian, karena dirumahnya dia begitu dibiarkan begitu saja oleh ibu dan ayah tirinya, begitu katanya. Miris mendengar pengakuannya.

Seiring berjalannya waktu, saya begitu sangat terkejut ketika Cindy menceritakan cara dia pacaran dengan cowoknya. Saya sangat begitu shock, ketika mendengar Cindy (maaf) hand jobdan oralke cowoknya. Saya sangat marah mendengar kata-katanya. Saya menceramahinya sampai dia menangis ditelepon. Yang saya pikirkan saat itu adalah masa depannya. Umurnya yang masih muda sudah melakukan kelakuan yang biasa dilakukan oleh wanita murahan. Dia minta maaf kepada saya sambil menangis. Saya suruh dia memutuskan hubungan dengan cowoknya. Dia pun menuruti permintaan saya.

Esok harinya, saya ajak Cindy ketemuan setelah saya selesai bimbingan skripsi dengan dosen pembimbing. Cindy pun mau bertemu denganku disebuah cafe. Saya memilih cafe karena mau dengar langsung pengakuannya tentang apa yang sebelumnnya saya dengar di telepon. Setelah bertemu dan memesan minum, dia pun menceritakan semuanya. Katanya dia dirayu oleh cowoknya ketika dia menolak. Awalnya dia tidak mau melakukannya karena takut, tapi malah seolah-olah dipaksa dan mau begitu saja melakukannya. Ketika saya tanya dia dan cowoknya melakukannya dimana, mereka melakukannya disebuah kost. Air mata Cindy selalu mengalir ketika menceritakan semuanya kepadaku. Tapi saya bisa berbuat apa? Saya kan sudah mengingatkan sebelumnya, kalau pacaran yang benar. Cindy cuma bisa meminta maaf dan minta maaf kepadaku. Saya cuma bisa menghiburnya dan menegaskan jangan sampai melakukannya lagi dengan pacar manapun. Perasaan saya saat itu sangat kesal. Cindy bukan keluargaku, bukan adik kandungku. Cindy cuma siswi yang ku kenal yang menganggapku seorang kakak. Namun, saya sudah menganggap Cindy sebagai adik kandung sendiri. Pengen rasanya mukulin pacarnya. Tapi nasi sudah jadi bubur. Saya hanya bisa memberi nasehat, cuma nasehat. Akhirnya kami pun berpisah setelah hari itu. Saya harap hidupnya lebih baik kedepannya. Cindy, jaga dirimu karena kamu masih sangat muda!

***

Pesan dari pengalaman saya ini, tolong buat para orangtua dan guru yang mungkin termasuk Kompasianer juga agar memperhatikan anak-anaknya, siswa-siswinya atau keluarganya. Perhatikan mereka walaupun mereka tidak minta diperhatikan. Sayangi mereka sebelum mereka mencari kasih sayang sendiri diluaran. Lindungi mereka!

Salam Kompasiana!

Toras Lubis, 02/03/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun