"Pusing kali kepala awak ini kalo ngomongin orang itu lah. Ga ada syor-syornya sama sekali. Macam-macam aja kutengok kelakuan mereka?"
Kalimat ala Medan yang saya dengar sendiri waktu berkunjung ke Gundaling,Brastagi. Saya menyempatkan ngobrol dengan salah satu pengunjung di daerah itu. Kalimat yang dilontarkan bermakna negatif dan penuh kekesalan saat melihat keadaan Gundaling yang terkesan kurang ditata.
Sampah berserakan,trotoar jalan yang tidak sepenuhnya ada,kala hujan datang,kotoran kuda bercampur sempurna dengan genangan air dan tanah becek, ditambah pungutan uang masuk dari orang2 berseragam Dishub tapi 'hanya' diatapi seadanya (tidak ada tempat khusus yang permanen). Mereka pengelola resmi tempat wisata itu atau apa? "Ga ada syor-syornya!" Tampang mereka terkesan kumal,kucel, tapi memakai seragam Dishub,dan mereka mematok uang 10 ribu rupiah setiap mobil yang masuk. Belum lagi ditambah pungutan di awal pertama kali masuk. Pungutannya memang relatif kecil,namun menurut saya cukup besar bila dikalikan jumlah pengunjung yang datang. Infrastruktur nya minim,tidak tertib dan terkesan kumuh. Belum lagi ditambah ada oknum-oknum tukang potret (foto) yang sangat dominan mengkapling sebuah tempat dengan view gunung Sinabung yang bagus. Orang yang ingin mengabadikan pemandangan dengan latar gunung Sinabung hanya kebagian di tempat yang kurang bagus. Mereka ini siapa,hingga punya hak lebih dibanding orang lain. "Palak kali awak liatnya".
[caption caption="Gundaling"][/caption]
Sumatera Utara adalah provinsi yang kaya baik sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya. Kekayaan alam dengan kemolekan beberapa tempat dan komoditi berkualitas baik dari tanah suburnya, dan posisinya yang relatif dekat dengan pasar intenasional (Singapura,Malaysia, Asia Tenggara) seharusnya dan sepantasnya bisa membuat penduduk di provinsi ini, kaya dan sejahtera. Tapi yang relatif kaya hanya segelintir saja. Pejabat, tentu saja akan kaya di sana, PNS,Polisi,TNI, tentu saja akan lebih tinggi ekonomi mereka dibanding masyarakat umumnya dan jangan lupakan para toke, pentolan ormas sosial dan kemasyarakatan dan pedagang/pengusaha menengah ke atas. Para petani,masyarakat penggarap lahan, pedagang kecil,nelayan,pegawai swasta ,pekerja informal hanya segelintir saja yang beruntung lebih kaya.
Pelayanan publik yang dikelola Pemda,kata beberapa orang ada perbaikan,tapi masih sangat minim.Mereka masih ingin dilayani daripada melayani. Ada-ada saja hal yang menjengkelkan,seperti yang saya temui beberapa waktu yang lalu saat akan membeli tiket kereta api. Destinasi pertama saya dari Binjai ke Medan, petugas tiket, sama selalu tidak ramah,jutek,dan terkesan mereka lebih pantas untuk dihormati. Begitu halnya saat saya ingin ke Pematangsiantar dari Stasiun Medan Besar, saya terpaksa harus geleng-geleng kepala dengan pelayanan mereka. Saya telah antri cukup lama, namun saat berdiri di depan tiket, petugas tiket sinis dan cuek saja,seolah kehadiran saya memang merepotkan mereka. Mereka hanya memandang tanpa sapa,tanpa tanya dan bak patung saja. Bukankah mereka pelayan publik? Bukankah yang namanya pelayan,secara etika harus menyapa terlebih dahulu? Bukankah pelayan,lebih pantas untuk bertutur terlebih dahulu? "Sumatera Utara oh Sumatera Utara, lagak kalian para aparatur negara,kayak kalian yang punya negara ini. Kami masyarakat kecil ini,cuma sapi perah kalian kah. Padahal kami yang ngasih gaji kalian?"
Mental petantang petenteng para aparatur negara di Sumatera Utara, sudah terkenal sebelum saya lahir. Hampir di setiap instansi,menurut yang saya alami dan saya dengar, mental ingin dilayani lebih kental. Mereka bak raja dan saat dikritik mereka pasti melawan. Demokrasi tidak ada sama sekali. Sayangnya tidak ada hukuman sosial dan kontrol sosial yang membuat mereka berubah. "Kalau udah duduk di sebuah instansi, udah lah, dia lah yang paling jago,paling keren,dan paling hebat. Mereka diundang kemana2,dijadikan pembicara, padahal produk yang mereka hasilkan untuk masyarakat saat menjabat,ya gitu-gitu aja nya"
Padahal kenaikan gaji/honor mereka semenjak Presiden SBY sudah menjadi lebih baik. "Mereka enak,kurang enak. Coba dilakukan audit nasional kekayaan mereka,saya yakin banyak yang tidak mampu mempertanggungjawabkannya. Penjara di Sumatera Utara tidak akan muat untuk mereka!"
Oh, Sumatera Utara,kapan lah kau berubah lebih baik? Padahal SDM nya banyak yang hebat di mana-mana,tapi yang dipakai untuk mengurusi provinsi ini,hanya SDM yang katanya banyak masuk lewat jalur duit,jalur keluarga,jalur koneksi dan jalur ga jelas lainnya?
Lantas kalau sudah seperti ini,bagaimana merubah Sumatera Utara bisa lebih baik? Jawaban saya,gampang nya itu. Pecat,pecat,pecat seluruh aparatur negara yang tidak bagus,ganti secepatnya dengan menggandeng lembaga yang independen dan carilah SDM berkualitas di negeri ini. Revolusi para aparatur di Sumatera Utara,itu saja jawaban saya. Betapa berbahayanya sebuah negara,negeri dan daerah yang dipimpin oleh orang-orang yang tidak kompeten,tidak berkualitas dan tidak punya komitmen dan tanggungjawab. Sia-sia dan hanya buang-buang uang saja untuk memelihara orang-orang seperti ini sampai pensiun,padahal yang mereka pertaruhkan adalah masyarakat,yang butuh dilayani. Kehadiran orang-orang seperti ini,ibarat parasit, hanya memberikan pengaruh negatif, dilain sisi mereka berlindung dibalik seragam kenegaraan mereka.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H