Seniman berjiwa sahaja, meski mempunyai karya yang mumpuni, begitulah yang saya rasakan ketika menghadiri peluncuran dan bedah  novel karya Yon Bayu Wahyono. Judul yang saya pilih di artikel ini, adalah selarik kata penutup Yon Bayu Wahyono, ketika secara resmi Prasa dan Kelir diluncurkan.Namun sebenarnya dari awal hingga akhir  acara, momen keseruannya tak bisa terlupakan.
Beruntung bisa hadir di Taman Ismail Marzuki(TIM), tepatnya di Gedung Ali Sadikin lantai 4, PDS HB Jassin, uniknya peluncuran dua novel, dihadiri setidaknya empat komunitas di Kompasiana, kolaborasi keren bagi pecinta literasi, event ini juga di ikuti komunitas lainnya, ruangan PDS HB Jassin terasa guyub dan hangat.Cekidot ikuti tulisan ini sampai tuntas ya.
Menapaki lantai tangga Gedung Ali Sadikin, menuju ke lantai empat ruangan PDS HB Jasin, tampaknya penerbit Teras Budaya dan Yon Bayu Wahyono, mempersiapkan. acara dengan detail, banner terpasang di depan ruangan, jeprat jepret dulu dong, sebagai penanda hadir, ruangan pun telah rapi dengan susunan kursi untuk yang hadir.
Kenapa akhirnya memutuskan ikut dalam event peluncuran dan bedah novel karya Yon Bayu Wahyono? Pertama adalah menuntaskan penasaran tentang novel Prasa, dalam postingan Facebook penulisnya, Â disebutkan bahwa novel Prasa ditolak penerbit Gramedia.
 Kemudian kalah saat mengikuti lomba penulisan novel, yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta,selain itu uniknya dalam hal marketing, novel bisa dibeli namun jika pembacanya tidak berkenan dengan novelnya, dapat dikembalikan, serta mendapat pengembalian uang, sebuah marketing gokil memang.
Yeaay akhirnya menikmati acara peluncuran novel Prasa dan Kelir, apalagi berada di tempat bersejarah, yang menyimpan dokumen penting, perjalanan sastra tanah air koleksi HB Jassin. Bersiap dengan gelas kosong pemikiran, dapat ilmu baru yang banyak manfaatnya, terutama meningkatkan skill menulis, jujurly nulis novel itu butuh energi yang mumpuni lho.
Wow Ekpresifnya Penukil Novel Kelir dan Prasa
Serasa terlontar ke era kejayaan sandiwara radio di dekade 80 dan 90an, ketika mendengar suara Retno Budiningsih dan Devie Matahari, emak emak berhijab ini dengan intonasi pas, mimik muka meyakinkan, serta merunut nukilan novel dengan tuturan penuh makna.
Akhirnya meski belum membaca novel, dengan nukilan yang dipaparkan, mulai "ngeh" apa isi novel besutan peraih The Best Opinion Kompasiana tahun 2017. Retno Budiningsih tampil pertama membacakan nukilan Kelir, dibuka dengan menembangkan lagu berbahasa Jawa,kemudian dialog Paksi dan Diyah tentang nasi bungkus daun jati yang di ikat tali bambu menjadi pengantar nukilan.