Bencana siapa pun tak akan ada yang menginginkannya, apalagi disertai korban jiwa dan juga kerusakan yang terjadi. Dengan berkembangnya teknologi, bencana dapat diprediksi meski mungkin keakuratannya tak seratus persen namun peringatan bencana dapat di minimalisasi karena ada waktu persiapan untuk mengantisipasi jika benar benar terjadi.
Nusa Tenggara Timur berduka dan kita semua tertunduk sedih dengan apa yang terjadi, dalam satu hari saja secara bersamaan penduduk di provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami bencana hidrometeorologi dan banjir bandang, tanah longsor serta gelombang air laut ekstrim pun datang secara bersamaan.
Sehari sebelumnya BMKG merilis peringatan bahwa bibit siklon tropis 90S di Samudera Hindia barat daya Sumatera dan bibit siklon tropis siklon 99S di laut Sawu, Nusa Tenggara Barat. Sebenarnya inilah yang menjadi kelemahan kita semua, acapkali abai dengan tanda tanda, setelah adanya kejadian maka sesal pun tak ada guna. Perlu penguatan mitigasi bencana agar jika terdampak maka korban pun bisa di minimalisir.
Teringat beberapa tahun lalu saat mengikuti acara BNPB, ketika itu Kepala Pusat Data Informasi Hubungan Masyarakat BNPB, almarhum Sutopo Purwo Nugroho memaparkan kemasygulannya akan hilangnya alat deteksi tsunami yang terpasang, alat yang berguna sebagai penanda awal tanda tsunami malah lenyap di curi. Begitu juga peralatan lainnya yang sebenarnya diperlukan untuk mendeteksi gempa malah menjadi tempat jemuran.
Hingga tanggal 7 April 2021, jumlah korban meninggal mencapai 138 orang dan 61 orang dinyatakan hilang, bencana juga menerjang 10 kabupaten dan 1 kota di provinsi Nusa Tenggara Timur. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat pun terjadi bencana dan ini membuat semua pihak merasa prihatin.
Jejak bencana di Nusa Tenggara Timur nyaris terlupakan karena di saat yang bersamaan di ibu kota sedang menjadi pusat pemberitaan dengan menikahnya seorang youtuber kondang dengan anak seorang penyanyi. Kekuatan media sosial yang membuat kita lebih tahu tentang adanya bencana saat sebuah akun di twitter mengunggah gambar betapa dahsyatnya bencana di NTT.
Sebenarnya Indonesia selalu akrab dengan namanya bencana, mulai meletusnya gunung berapi, banjir, gempa bumi hingga terjadinya tsunami. Namun sayangnya meski kerap akrab dengan bencana tapi ketika bencana itu benar benar hadir, kita semua tergagap dan bingung apa yang harus dilakukan, kemana ketika melakukan evakuasi.
Jepang salah satu contoh yang baik bagaimana mereka bereaksi saat bencana, pemerintahannya mempunyai skema yang jelas saat bencana datang, dan rakyatnya pun tahu apa yang semestinya dilakukan, pernah di satu ketika saat Jepang mengalami bencana, penduduk yang tertimpa musibah itu mengantri dengan tertib dan sabar saat bantuan datang.
Selalu berharap agar satu ketika di negeri yang kita cintai, negara mampu mengayomi dan melindungi dengan segala totalitasnya saat bencana datang, begitu juga rakyatnya pun paham dengan apa yang harus dilakukan saat bencana tiba. Kalau bisa jangan ada lagi berita alat deteksi tsunami raib, atau malah bantuan untuk korban bencana juga raib.
Soal penanggulangan bencana sebenarnya di negeri kita telah mempunyai Undang Undang yakni UU nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana bahkan di pasal 1 ayat 9 di jelaskan tentang mitigasi bencana "mitigasi adalah serangkaian upaya mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun pengadaan  dan peningkatan kemampuan  menghadapi bencana.
Ada empat point penting saat penanganan bencana yaitu kegiatan sebelum bencana, kegiatan saat bencana, kegiatan tepat setelah bencana terjadi, kegiatan pasca bencana. Nusa Tenggara Timur saat ini sedang berduka, bersyukur pada akhirnya seluruh anak bangsa bersatu padu untuk membangun kembali NTT.