Kesibukan orangtua saat tahun ajaran baru yaitu mengincar sekolah favorit untuk buah hatinya. Ada prestise tersendiri jika mampu menembus sekolah favorit. Apapun dilakukan agar anaknya berada di sekolah buah bibir dan menjadi impian murid untuk bersekolah di sana.
Saat ini pemerintah menerapkan skema zonasi dalan Penerimaan Peserta Didik Baru, yang nantinya diharapkan ada pemerataan mutu pendidikan. Terlepas dari sistem zonasi yang juga menuai pro dan kontra di mata orangtua, tren memasukkan anak ke sekolah-sekolah favorit merupakan fenomena tersendiri.Â
Memang betul sih dengan berada di sekolah favorit, kesempatan saling berkompetisi dari siswa terbuka. Namun percayalah berada di sekolah favorit bukanlah penentu segalanya. Berprestasi di sekolah dengan segala pencapaian luar biasa di bidang akademik dan tentu juga nilai-nilai yang tertera di rapor bukan jaminan nantinya siswa sukses dalam kehidupan masyarakat.
Bisa jadi ketika seorang siswa yang begitu cemerlang saat belajar di sekolah favorit namun pada akhirnya menjadi pribadi biasa saja dalam kehidupan bermasyarakat.Â
Faktor IQ berada di urutan 21, faktor berada di sekolah favorit nangkring di urutan 23 sebagai faktor sukses. Lha ternyata kesuksesan seseorang bukan faktor berada di mana ia sekolah.
Menurut Thomas J Stanley memaparkan nilai yang baik berupa peringkat, rangking-rangkingan, ataupun IPK merupakan faktor sukses di urutan ke 30. Jadi yang mana sih urutan teratas faktor sukses itu?
Sepuluh besar faktor yang mempengaruhi kesuksesan dalam kehidupan menurut Stanley yaitu kejujuran, disiplin, mudah bergaul, dukungan pendamping, kerja keras, kecintaan pada yang dikerjakan, kepemimpinan, kepribadian yang kompetitif, hidup teratur, dan yang terakhir adalah kreativitas.
Unik ya apa yang menjadi pendapat Om Stanley ini. Sebuah hasil yang rasanya jarang diajarkan di sekolah-sekolah konvensional. Era kekinian yang lekat dengan internet di mana komunikasi bisa dengan mudah dilakukan dan pengetahuan bukan lagi monopoli orang-orang yang berkutat dengan buku-buku tebal.
Siapapun sebenarnya di saat ini bila mampu menerapkan apa yang digambarkan Stanley, kelak kehidupannya jauh lebih cerah. Mungkin ayah bunda masih mengejar impian menyekolahkan buah hatinya di sekolah favorit, memang tidak salah dan kewajiban orangtua memang memberikan yang terbaik bagi anaknya.
Patut disimak juga apa yang diutarakan Kyai Marketing di sosial media Facebook. Adalah Anke Dwi Saputro, dengan caption awal berbunyi satire dan mengena, "Yang Mau Sekolah Siapa Yang Ribut Siapa, Nggak Usah Stress Kalau Anaknya Nggak Dapet Sekolah Favorit."
Isi artikelnya cukup menohok dan merenungi kembali tentang bagaimana kita bersekolah namun kita tidak paham minat apa kita sesungguhnya, ortu pun tak paham dan guru pun tak paham. Menurut Pak Anke ketika di SMA bagaikan rutinitas belajar belaka dan hatinya terpaut dengan basket serta ke mega bintangan Michael Jordan.
Kering prestasi akademik dan malah guru pembimbing BP pesimis Anke masuk UGM yang menjadi impiannya. Namun dengan prestasi akademik pas-pasan ternyata Anke muda malah mampu menembus universitas impiannya.
Di tahun ajaran baru ini, orangtua berbondong-bondong ingin memasukan anaknya ke sekolah favorit dan berharap anaknya menuai prestasi hebat. Namun acapkali orangtua lupa bahwa setiap anak adalah pribadi unik dan spesial. Masing-masing punya kelebihan.
Jadi janganlah bersedih dan kecewa wahai orangtua yang saat ini harap harap cemas menanti pengumuman apakah buah hatinya masuk sekolah favorit pilihan. Jika pun takdir menentukan bahwa sang buah hati tak mendapatkan bangku di sekolah favorit, jangan bersedih ya karena kehidupan sang buah hati tidak ditentukan di mana ia bersekolah, bahkan di sekolah favorit sekalipun, percayalah!
Note: Tulisan ini terinspirasi dari status fb, Kyai Marketing Anke DS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H