Film akan selalu menjadi inspirasi bagi para penikmatnya, Hollywood sebagai kiblat perfilman dunia kerap memasang wajah hegemoni Paman Sam dalam banyak genre film, dan film pun menjadi sumber kekuatan untuk bisa menafsirkan sesuatu yang di dunia nyata kalah, malah di film jadi pemenang.Â
Ingat dong kisah heroik Jhon Rambo yang sendirian meluluh lantakan pasukan Vietkong(di film) padahal di dunia nyata tentara Amerika Serikat kerap depresi melihat militansi perlawanan Vietkong.
Baiklah itu di Hollywood yang mampu menyulap cerita menjadi tontonan menarik, bagaimana di Indonesia? Dahulu banget jika lebaran tiba kita akan bersuka ria dengan tampilnya film film Warkop DKI.
Slot film komedi yang digawangi pelawak legend seperti Mas Kasino, Mas Dono dan Om Indro selalu di nanti oleh khalayak, tak heran film film Warkop DKI kerap di ganjar penghargaan Antemas sebagai film yang paling banyak di tonton.
Beruntung di dekade awal tahun 2000an perfilman Indonesia mulai bangkit, bukan melulu film tentang bumbu keseksian dari para pemainnya yang kerap menjadi ramuan film film era 80 dan 90an.Â
Sineas muda tanah air mampu menghasilkan film film berkualitas dan penonton pun puas dengan besutan film maker tanah air.
Di bulan Ramadhan ini pengen mengulas film yang di rilis tahun 2010, dengan budget 12 milyar, film Sang Pencerah memberi gambaran bagaimana pendiri Muhammadiyah ini telah memberikan warna tersendiri dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa dan juga kehormatan seorang patriotik bagi tanah air tercinta.
Arah Kiblat Yang Membuat Geger Kauman
Mohammad Darwis seorang pemuda belia yang menyuarakan koreksi tentang arah kiblat masjid besar Kauman yang dipercaya menghadap menuju Ka'bah, namun dengan panduan kompas di tangan, Darwis menyatakan letak masjid bukan menghadap Mekah namun menuju arah Afrika.
Kontan hal ini membuat murka ulama sepuh termasuk penghulu masjid agung Kauman Kyai Penghulu Cholil Kamaludin Ningrat yang diperankan oleh aktor senior Slamet Rahardjo.
Revisi arah kiblat yang dianggap biang keladi turunnya kewibawaan keraton dan juga masjid besar. Mohammad Darwis atau Ahmad Dahlan membangun Langgar Kidul dan ia pun mengajar dan melaksanakan sholat jamaah. Namun ternyata langgar atau surau yang berada di samping rumahnya luluh lantak diamuk massa yang menganggap Ahmad Dahlan mengajarkan aliran sesat.
Ahmad Dahlan di film ini diperankan dua aktor yang berbeda, Dahlan muda diperankan Ihsan Taroreh, sedangkan AhmadDahlan dewasa di perankan oleh Lukman Sardi.Â
Saat ini organisasi Muhammadyah telah menjelma sebagai organisasi sosial dan kemasyarakatan dengan basis keagamaan yang merupakan organisasi dengan aset milyaran rupiah.
Di awal awal berdirinya organisasi Muhammadyah, penuh keprihatinan dan kerap dianggap organisasi kafir karena sistem pendidikannya dianggap mirip mirip dengan sistem kolonial yang menerapkan peraturan duduk di bangku seperti sekolah sekolah Belanda.
Hanung Bramantyo cukup berhasil menset film ini seperti suasana Jogja di tahun tahun awal tahun 1900an, seakan memberi gambaran yang meyakinkan penonton bahwa setting film berada di suasana jadul, ketika sarana transportasi kereta masih menggunakan mesin uap.
Biola Sebagai Media Dakwah
Dakwah bisa dilakukan kapan pun dan dengan media apapun, memaksimalkan upaya untuk menyampaikan pesan tak melulu hitam putih dari buku buku ataupun kitab.
Ahmad Dahlan dengan murid setia yang berjumlah lima orang yakni Sangidu(Ricky Perdana), Hisyam(Denis Adhiswara), Dirjo (Abdurahman Arif, Fahrudin(Mario Irwinsyah) dan Sudja(Giring Ganesha) memberikan pelajaran cantik tentang medium dakwah. Dan salah satu nya dengan bermain biola. Dalam sebuah adegan terlihat Ahmad Dahlan piawai menggesek biola.
Biola jika di gesek dengan irama yang teratur memberikan efek suara harmonis dan selaras, bandingkan jika biola dimainkan dengan asal asalan maka yang keluar suara yang nggak enak di dengar kuping.
Metafor biola memberikan gambaran bahwa jalan dakwah memang seharusnya selaras  dan harmoni sehingga dakwah pun insha Allah berhasil.
Haru biru perjuangan Ahmad Dahlan di film Sang Pencerah memberikan gambaran bahwa memang perjuangan itu tak serta merta berhasil secara instan, perlu kesabaran dan juga ketangguhan di medan dakwah, perjuangan tak terhenti hingga nafas terakhir.
Film Biopik yang Layak Ditonton Keluarga
Secara sinematik, sang sutradara Hanung Bramantyo cukup berhasil menggambarkan Ahmad Dahlan ke dalam sebuah tontonan layar perak, saat ini dalam beberapa tahun terakhir, sineas Indonesia kerap menggarap film film biopik tokoh nasional.
Cukup beruntung kisah Kyai Haji Ahmad Dahlan, kisahnya di filmkan. Bagaimana pun anak anak muda zaman now semestinya mengenal tokoh tokoh di masa lalu, dan film biopik memberikan keingin tahuan kita akan sepak terjang tokoh tokoh di masa lalu.
Meski film lawas namun Sang Pencerah layak di tonton kembali saat moment lebaran kali ini, dari film ini kita mendapatkan pencerahan tentang makna perjuangan yang dilalui Ahmad Dahlan.
Saatnya berlebaran dengan menonton Sang Pencerah, semoga spirit Ahmad Dahlan memberikan kebaikan bagi kita semua untuk melangkah di jalan dakwah seberat apapun itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H