Mohon tunggu...
Topik Irawan
Topik Irawan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Dari Jayakarta Hingga Jakarta, Membangun Peradaban di Tanah Betawi

20 Januari 2017   05:25 Diperbarui: 24 Januari 2017   23:29 42482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

#BangunJakarta

Jakarta adalah kota sarat sejarah, dari sebuah bandar pelabuhan yang sibuk yang bermuara di sungai Ciliwung, menjadi Jayakarta yang berarti ‘kota kejayaan’dan bermetafora dalam sebutan yang lebih ringkas menjadi kota Jakarta. Dari zaman dahulu saat pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan pelabuhan lada yang sibuk sebagai komoditas utama, selain itu alur barang mulai dari porselen, sutra, kain,anggur, wangi wangian yang di bawa oleh pedagang asing dari manca negara seperti Tiongkok, Timur Tengah dan juga India yang membarter kulakan mereka dengan rempah rempah yang saat itu memang di banderol dengan harga selangit.

Pelabuhan Sunda Kelapa yang menjadi magnet perdagangan bersalin rupa menjadi Jayakarta pada tahun 1527 dan menjadi titik awal Fatahillah mengganti nama kota, sembilan dekade Jayakarta terus menggeliat sebagai salah satu tempat yang penting di nusantara hingga akhirnya pada tahun 1619 pasukan VOC yang di komandani Jan Pieterszoon Coen menaklukan Jayakarta dari pengaruh kesultanan Banten dan menggantinya menjadi Batavia.

Periodesasi Batavia pun di mulai dan mewarnai sejarah kota yang kini bernama Jakarta yang memiliki total luas 7.659,02 kilometer persegi. Batavia terus melakukan perubahan dalam tata kota, dan kolonialisasi Belanda terus berlanjut hingga pada tahun 1942 pemerintah Hindia Belanda takluk dengan invasi tentara Jepang, dan Batavia pun berganti nama menjadi Djakarta atau dalam bahasa Jepang mempunyai sebutan Jakaruta Tokubetsu Shi.

Mengawal Jakarta Menjadi Kota Kemenangan

Sebuah nama adalah sebuah do’a,begitu pun dengan Jakarta, Fatahillah menamai Jayakarta dengan sebuah arti yang berarti kota kemenangan, sebuah kemenangan tak serta merta datang begitu saja karena sejatinya kemenangan bukan datang secara gratis, perlu kerja keras untuk mewujudkannya. Jakarta kini menjadi titik sentral dari negara bernama Indonesia, gerbang awal untuk menjejak nusantara, di butuhkan kerja keras agar arti kota kemenangan menemukan momentumnya.

Tahun ini merupakan tahun pemilihan kepala daerah secara serentak dan provinsi Jakarta bagian dari daerah yang juga akan mengikuti pilkada pada buan Februari 2017. Mampukah para calon gubernur memberikan visi dan misi ke arah agar Jakarta memang layak di sebut sebagai kota kemenangan yang layak huni, humanis dan orang orang yang berada di kota ini lebih di manusiakan. Kita tunggu Jakarta baru yang di pimpin oleh seorang gubernur yang tak saja berperilaku santun namun di bumbui karakter tegas dan tentu saja di cintai oleh rakyatnya.

Jakarta dalam tujuh dekade terakhir mengawal kemerdekaan Republik Indonesia, adalah kota yang sarat sejarah dan juga banyak memiliki peluang untuk di sebut sebagai kota kemenangan bila pembangunan phisik seperti gedung gedung dan bangunan penunjang sebagai sebuah kota metropolitan, di barengi juga dengan pola pikir masyarakat yang madani dengan mengedepankan perilaku santun dan juga egaliter.

Trilema Jakarta Di Antara Kemacetan, Banjir Dan Masalah Sampah

Kemacetan seolah menjadi teman akrab bagi penduduk Jakarta, setiap hari rutin di jalanan ibu kota antrian kendaraan seolah berjejal apalagi di jam jam sibuk saat aktifitas di mulai dan sore hari saat usai beraktifitas, mengurai kemacetan Jakarta ibarat mengurai benang kusut. Di perlukan kecerdasan perencanaan untuk mengatur lalu lintas dan moda di jalan raya. Sampai saat ini masyarakat Jakarta cukup terbantu dengan kehadiran Trans Jakarta. Dalam sehari Trans Jakarta mampu mengangkut penumpang perhari mencapai 400 ribuan, Jakarta perlu alat transportasi massal yang layak bagi warganya, bukanlah mimpi di siang bolong jika satu ketika Jakarta memiliki sarana transportasi modern yang nantinya mampu mengurai kemacetan.

Masalah yang kerap menghmpiri kota Jakarta adalah banjir, kendala drainase kota yang buruk dengan banyaknya sumbatan sampah mengakibatkan banjir merupakan keniscayaan bagi warga Jakarta. Bahkan dalam sebuah melodi lagu, seorang seniman aseli betawi yang namanya kini menjadi sebuah legenda, ya Bang Benyamin Sueb atau akrab di sapa Bang Ben pernah mempopulerkan lagu dengan judul Kompor Meleduk yang bercerita tentang kisah banjir di Jakarta gegara got got nya mampet dan ajakan bersihkan got dengan gaya jenaka.

Beruntung kini titik titik banjir di Jakarta mulai berkurang, pemerintah provinsi Jakarta mulai bekerja keras agar Jakarta tak di kepung banjir. Tahun 2015 ada 486 titik banjir yang melingkari kota Jakarta, kemudian pada bulan Januari hingga Juni titik banjir di Jakarta menurun di angka 185 titik, bulan Juli akhirnya titik banjir yang terdeteksi menjadi 80 titik saja, kita patut mengapresiasi kerja keras pemprov DKI untuk mengurangi banjir Jakarta.

Dalam sehari kota Jakarta menghasilkan sampah dengan jumlah tonase yang cukup mencengangkan, ibu kota Republik Indonesia ini perharinya menghasilkan sampah di angka 7 ribu ton. Jika tidak di kelola dengan bijak maka di pastikan sampah merupakan bom waktu yang siap meledakan Jakarta, di butuhkan penanganan terpadu agar sampah bukan menjadi malapetaka bagi warga ibu kota,masalah sampah seharusnya memang menjadi perhatian khusus bagi siapa pun gubernur Jakarta.

Membangun Karakter Kota Modern Dengan Sentuhan Kearifan Lokal

Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan Indonesia dan menjadi miniatur Indonesia perlu di bangun dengan konsep modern namun yang jangan di lupakan dan jangan di tinggalkan adalah mengisi kemodernan tersebut dengan sentuhan kearifan lokal, kekhasan suku Betawi yang telah mengakar dari satu generasi ke generasi perlu juga di kedepankan, bangunan boleh modern, alat transportasi pun mungkin berbasis teknologi terbaru namun di sisi lain pembangunan secara budaya perlu di kembangkan.

Mengawinkan kemodernan dengan kultur lokal bukanah hal yang tabu, suku Betawi mempunyai karya seni yang khas dan unik dan ini perlu di kembangkan agar tetap lestari, seni Lenong, Gambang Kromong, Tanjidor perlu mendapat tempat yang layak untuk terus hidup di antara derap langkah moderenisasi, akar budaya lokal jangan tercerabut. Nilai budaya adiluhung jangan sampai terlindas dan terpinggirkan begitu saja. Jakarta yang maju adalah Jakarta yang tetap mengayomi budaya budaya dan kultur lokal. Kita berharap siapa pun gubernurnya pada akhirnya memberikan panggung bagi tumbuh kembangnya budaya dan kultur lokal.

Kursi Panas DKI 1, Di Tangannya Jakarta Tentukan Arah Kemajuan

Di kurun tahun 1966 hingga 1977, tahun tahun peralihan dari sebuah orde yang tentu saja tahun tersulit yang pernah ada, tampil seorang gubernur khusus ibu kota yang pada nantinya menjadi sebuah nama yang fenomena, beliau adalah Ali Sadikin yang kerap di panggil Bang Ali, jabatan gubernur yang di embannya selama dua dekade telah mengubah wajah Jakarta menjadi sebuah kota modern yang mampu bersaing dengan kota kota utama dunia sebagai ibu kota negara.

Bang Ali Sadikin terkenal bertangan dingin membangun kota Jakarta, kebijakan kebijakan tata kota telah membuat banyak perubahan bagi kota Jakarta, hingga saat ini pun nama Ali Sadikin selalu di sebut meski beliau telah berpulang beberapa tahun silam. Gubernur Jakarta atau DKI 1 setidaknya harus berada di ‘kursi panas’ untuk mengurusi jutaan warga kota Jakarta, sebuah provinsi khusus karena kota ini merupakan ibu kota negeri tercinta.

Di tangan gubernur Jakarta pembangunan sepertinya beririsan dengan pembangunan Indonesia pada umumnya, di perlukan seorang gubernur yang brilian mengatur urat nadi alur tata kota agar Jakarta mampu menjadi tempat yang layak huni dan bersahabat bagi warganya, diperlukan pemimpin yang tak saja cerdas namun perlu strategi dengan racikan mumpuni agar Jakarta menjadi sukses dalam membangun Jakarta.

Tahun ini Jakarta akan memilih gubernur baru, gubernur yang mempunyai visi dan misi yang jempolan untuk mengelola Jakarta, kita akan menunggu tanggal 15 Februari 2017, siapakah DKI 1 yang berhak dengan ‘kursi panas’ gubernur Jakarta, semoga siapa pun yang terpilih nantinya akan memberikan berubahan signifikan bagi kota Jakarta. Semoga Jakarta di bawah komando gubernur baru akan semakin impressif mengelola tata kota agar Jakarta menjadi kota yang modern dan membangun manusia menjadi lebih humanis, semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun