Mohon tunggu...
Topik Irawan
Topik Irawan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

Money

Kepastian Hukum,Kunci Berkembangnya Pertambangan Bauksit dan Industri Smelter Alumina Indonesia

22 Juni 2015   02:55 Diperbarui: 6 Juli 2015   04:53 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menarik juga untuk di simak pendapat Erry Sofyan yang menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit Biji Besi Indonesia, jika memang ada beberapa oknum pengusaha yang nakal tapi janganlah digeneralisasi, karena masih banyak pengusaha berjiwa merah putih yang tak profit oriented semata, implikasi larangan eksport bauksit olahan pada tahun 2014 lalu berdampak sangat signifikan dalam pendapatan negara, hilangnya potensi pendapatan negara dilihat dari devisa masuk sebesar 17,6 triliun pertahun, pajak 4,1 triliun pertahun dan juga PNBP sebesar 0,6 triliun pertahun.

Event pelarangan eksport bauksit pun mengakibatkan pemutusan hubungan kerja yang menimpa kurang lebih 40.000 karyawan, dan hilangnya sumber penghidupan bagi karyawan dan juga keluarganya lebih dari 160.000 orang. Terhentinya kegiatan pertambangan dari 77 Izin Usaha Pertambangan(IUP), pemegang IUP harus membangun industri alumina dengan investasi yang besar tanpa adanya pendapatan.

Apesnya lagi menurut Erry Sofyan perusahaan pemegang IUP diberi hak untuk melakukan pertambangan dan tetap diwajibkan membayar PNBP meliputi landrent dan IPPKH, PBB dan pajak pajak lainnya, namun di sisi lain yaitu hak untuk melakukan penjualan produksinya malah dimatikan. Potensi lain dari dampak pelarangan eksport bauksit adalah kredit macet alat alat pertambangan yang bisa mencapai 40 triliun.
Pemetaan masalah harus memberikan kejelasan industri nasional alumina dan aluminium. Adanya penetapan kebutuhan dalam negeri dan kuota produksi dan eksport serta yang patut diperhatikan juga ialah insentif fiskal dan non fiskal bagi yang membangun industri, dengan adanya insentif tersebut maka akan menjadi menarik bagi pihak yang berkecimpung di bidang pertambangan bauksit dan juga smelter alumina.

Yang lebih penting dari semua itu integrasi dan pembagian kewenangan sangat diperhatikan dengan secara tepat dan jelas, semisal Kementerian ESDM untuk masalah yang berhubungan dengan pertambangan, sedangkan Kementerian Industri perhubungan dengan pembangunan industri logam, dengan garis merah yang tegas dan juga terintegrasi maka tidak ada lagi over laping kewenangan yang terkadang malah membingungkan bagi pelaku pertambangan maupun pelaku industrinya, kita tentu tidak ingin itu terjadi bukan ?


Menyatukan Presepsi Untuk Jayanya Smelter Alumina Nasional
Bauksit adalah barang tambang yang tak terbarukan, pemanfaatan barang tambang ini sewajarnya memang harus mengacu agar sejahtera dan makmurnya rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945 ayat 33, kegiatan dan pengolahan dan pemurnian semestinya bisa dilakukan di dalam negeri, untuk saat ini di Indonesia pengolahan bauksit menjadi alumina hanya dilakukan oleh dua smelter yaitu Indonesia Asahan Alminium dan Indonesia Chemical Alminium, dalam sebuah penjelasan yang dilakukan oleh Andri Budhiman Firmanto S.T. ,M.Eng yang menjabat sebagai Kepala Seksi Usaha Operasi Produksi Mineral ESDM, visi dari program hilirisasi sejalan apa yang diinginkan oleh presiden Jokowi.

Bahwa kenyataannya bahan baku alumina sendiri malah di impor, belum lagi sebuah kendala lain yaitu adanya kesulitan pasokan energi yaitu listrik sehingga harus mendirikan PLTU sendiri yang tentu saja membutuhkan tambahan biaya yang tidak sedikit.
Pulau pulau penghasil bauksit yang ada di nusantara adalah wilayah Kepulauan Riau, pulau Bintan dan pulau Lingga selama ini menyumbang pasokan bauksit, dan untuk di pulau Kalimantan adalah provinsi Kalimantan Barat serta provinsi Kalimantan Tengah, namun menurut Faisal Basri, meski daerah tersebut penghasil aneka mineral dan tambang namun ada ironi yang cukup menyedihkan, pertumbuhan ekonomi Kalimantan hanya 1,1 % saja, ini sebuah tamparan yang seharusnya rakyat Kalimantan marah.

Nasehat Pak Simon Sembiring mungkin bisa menjadi bahan perenungan bagi kita semua, jika di masa lalu rezim rezim yang memerintah melakukan kesalahan saat adanya kontrak karya dengan para penanam modal asing, selayaknya rezim yang berkuasa sekarang tidak ikut ikutan melakukan hal yang sama, dan jangan pernah menabukan tentang hal yang tertera di dalam MoU itu adalah hal yang teramat sakral dan tak bisa di revisi, kita berhak meminta revisi jika di dalam MoU tersebut merugikan negara, di perlukan juga sinergi antara para pakar pakar hukum di Indonesia untuk tetap menelaah isi kontrak agar kita tak benar benar dikadalin dalam isi perjanjian.

Sedangkan Faisal Basri yang di kenal sebagai pakar ekonomi yang juga salah satu bagian dari kompasianer, jangan segan segan para blogger menuliskan pendapatnya di blog semacam Kompasiana, dengan gaung tulisan mungkin pemerintah mau mendengarkan apa yang di tulis para blogger, apalagi para blogger kompasiana pernah mendapatkan undangan khusus makan siang dari presiden, ini sebuah nilai strategis para blogger untuk memberikan point penting yang sangat mungkin di dengar oleh pemangku kebijakan.

Konsep seminar nasional Kompasiana yang bertajuk Kondisi Terkini, Harapan Dan Tantangan Di Masa Depan, Industri Pertambangan Bauksit Dan Smelter Alumina Indonesia merupakan sumbang saran yang sangat berguna, ada input input yang layak pemerintah dengar, masalah utama adalah mampukah pemerintah membuka kunci yaitu sebuah political will, sebuah kebijakaan dari pemerintah untuk melindungi pertambangan bauksit nasional dan selanjutnya memanfaatkan bauksit sebagai bahan untuk dijadikan alumina dan selanjutnya alminium dengan mengedepankan rasa nasionalisme yang sejatinya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya.

Jangan ada lagi nantinya sebuah kebijakan yang hanya menguntungkan golongan tertentu, atau golongan yang mendukung sebuah rezim dan mengabaikan rakyat banyak atau bahkan mengorbankan rakyat itu sendiri, potensi bauksit sebagai barang tambang primadona sangatlah mungkin terjadi, tinggal bagaimana peran negara mampu mengolahnya untuk sejahteranya bangsa ini.
Tanpa kepastian hukum dari pemerintah, rasa rasanya melubernya barang tambang baik yang ada di permukaan bumi nusantara, di perut bumi, di dalam lautan akan terasa sia sia, sudah saatnya bangsa ini lebih peduli dengan apa yang dimiliki sebagai sebuah kekayaan alam yang merupakan anugerah dari sang Maha Pencipta.

Ayo satukan persepsi, kuatkan langkah menuju Indonesia sejahtera, semoga apa yang di cita citakan oleh para pendiri bangsa yaitu yang tercermin dalam sila ke lima dalam Panca Sila dapat terwujud “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” bukanlah utopia belaka, dari satu hasil tambang bernama bauksit saja, sebenarnya mimpi untuk keadilan sosial bukanlah mimpi kosong di tengah hari, belum lagi sebenarnya Indonesia memiliki ruahnya hasil mineral selain bauksit, ada minyak bumi, batu bara, nikel, emas, perak dan kekayaan lainnya yang bisa diolah menjadi modal menuju Indonesia sejahtera, ayo Indonesia pasti bisa, menyatukan cara pandang, menyatukan hati, adalah pekerjaan lanjutan yang bisa mengantarkan ke arah cita cita tersebut.
Apalagi slogan presiden terpilih yaitu Joko Widodo yang mempunyai pilihan kata yang sangat menggugah yakni “ Kerja, kerja dan kerja!”

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun