Mohon tunggu...
Topik Irawan
Topik Irawan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Betapa Sia-sianya Membuang Nasi

29 Maret 2015   18:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:50 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

nasi telah terhidang, bersama sederet lauk pauk yang menggugah selera, dengan bernafsu, maka sendok nasi pun bergerak liar menciduk bulir bulir putih yang biasa menjadi makanan pokok penduduk nusantara, maka sepiring penuh dibawa dengan hati suka ria, menikmati makan sambil menonton dangdut oplosan, sendok demi sendok pun dimasukan ke dalam mulut dengan sangat sukses, tak terasa lambung pun terasa penuh, begah.

Namun nasi yang tersisa di piring cukuplah banyak, mungkin cukup untuk dihabiskan satu orang lagi, sisa sisa tulang ayam pun berserak, bercampur bumbu kuah yang terlihat mengkilat berminyak, beberapa saat kemudian bunyi ditenggorokan terdengar, tahak, orang Sunda menyebutnya teurab sebuah penanda alami untuk perut yang disesaki makanan dan minuman.

Maka dengan enteng ditaruhlah sisa nasi yang masih banyak itu, ya nasi sisa yang tak termakan, mungkin cuma satu rang saja yang begitu, tapi ingatlah bukan kita saja yang berbuat demikian, nasi nasi sisa seluruh nusantara kalau disatukan dalam satu hari tentu saja akan ber kuintal kuintal beratnya, kemana nasi sisa itu?

Kesia siaan yang terus terjadi, di sebuah hajatan, di restoran, warung tegal, warung padang warung warung lain yang menjual nasi, di rumah rumah, saat nasi sisa begitu banyak terbuang, oh alangkah hebatnya kita membuang kesia siaan begitu setiap hari, nasi yang begitu lama prosesnya, mulai dari membajak sawah, menebarkan benih, menjaganya dari gulma dan serangan tikus, lalu di panen, dari gabah lalu menjadi beras, ditanak dulu dan menjadi beras, begitu lama proses menjadi sepiring nasi, lalu akhirnya cuma dibuang karena manusia yang memakannya merasa kekenyangan.

Padahal nun jauh di sudut sudut kota, mereka mendamba makan nasi tiga kali sehari, namun nasiblah yang membawa mereka hanya bisa mencicipi nasi sehari sekali, selebihnya lambung mereka dikosongkan karena tak mampu beli beras, tak mampu membeli nasi yang pulen dan mengepulkan aroma yang begitu menggoda.

Nasi banyak yang terserak, tersia, alangkah sombongnya manusia yang menyia nyiakan nasi, mungkin saya, mungkin aku, mungkin kalian atau siapa pun tolong hentikan dengan segera, sudahi membuang nasi dengan sia sia karena banyak sekali dari manusia lainnya merindukan makan nasi, tolong hentikan menyia nyiakan nasi di waktu yang akan datang, buang nasi adalah kemubaziran, kesia siaan, cukup sudah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun