Ini sharing saja dan saya mau to the point. Setahunan yang lalu, dan untuk yang kesekian kalinya, saya dapat curhatan dari seorangg teman perempuan. Ia meradang karena suaminya mendadak minta izin berpoligami. Rumah tangga yang sudah dibina selama 5 tahunan, harus terguncang.
Saya tanya, "Kok bisa tiba-tiba minta poligami. Emangnya dulu pas mau nikah perjanjian lu gimana?"
"Ya, biasalah. Kita berjanji tetap setia sampai kakek nenek, sehidup semati lah..." jawab ni teman.
"Lu gak bikin perjanjian laki lu gak boleh poligami?"
"Kagak lah, gile lu.... Emang ada yang begituan?"
"Kalau gak ada, emang gak bisa diadain? Why not? Daripada lu kelabakan sekarang..."
Singkat cerita, teman saya ini memilih berpisah. Sekarang dalam proses yg masih maju mundur. Teman saya yang lain, sebelumnya, juga ambil sikap yang sama, minta diceraikan. Tapi ada satu teman lagi, yang semula minta cerai, akhirnya menerima dipoligami.
Jadi intinya, menurut saya, enggak ada salahnya kalau kaum perempuan yang akan menikah membuat surat perjanjian dulu. Banyak poin penting yang bisa dimasukkan sebagai kesepakatan yang dibuat secara sadar dan objektif, sebelum menikah. Khusus untuk teman-teman perempuan, baiknya klausul suami tidak akan poligami bisa dimasukkan.
Mungkin saja ada yang dalam hati tidak menginginkan suaminya poligami (siapa sih yang mau? hehehe), tapi karena alasan ajaran agama, terpaksa tidak menolak. So, kenapa tidak menetapkan syarat jauh-jauh hari?
Contoh saja, oke suami diizinkan poligami dengan syarat: membayar 1000 kali lipat mahar saat perkawinan pertama. Mau ditinggikan jadi 5000 kali lipat, silakan (siapa tahu suami melejit kariernya dan dapat rejeki nomplok wkwkwkw).
Let's say saat menikah maharnya emas 10 gram (maklum masih miskin). Pas suami makin tajir dan mulai aneh-aneh pengen poligami, suami harus memenuhi syarat mahar 10 gram kali 1000 = 10 kilogram emas (Rp 7 M). Kan lumayan tuh buat modal kawin lagi kalau si istri memilih cerai setelah itu. So, suami yang mau poligami biar mikir panjang.