Mohon tunggu...
Topan Wijayadi Kusuma
Topan Wijayadi Kusuma Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Honorer

Halo! Saya Topan, seorang yang selalu penasaran dengan hal baru dan senang berbagi cerita yang inspiratif. Traveling, mencicipi kuliner, dan mengeksplorasi tempat wisata adalah cara saya menikmati hidup, sementara fotografi dan videografi, termasuk menggunakan drone, adalah cara saya mengabadikannya. Saya percaya setiap momen punya sudut pandang unik untuk dibagikan. Selain itu, saya suka menonton film dan bermain game sebagai hiburan, namun saya juga tak lupa untuk berbagi ulasan ringan tentang makanan, gadget, dan wisata alam. Sebagai putra daerah yang bangga, saya senang memperkenalkan pesona dan keunikan tempat tinggal saya kepada dunia. Bagi saya, hidup itu sederhana: menyebarkan energi positif dan vibes yang menyenangkan. Melalui konten yang saya buat, saya ingin menginspirasi, membuat orang tersenyum, dan menjadikan hari mereka lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya dari Hal Sederhana

29 Desember 2024   02:16 Diperbarui: 29 Desember 2024   02:16 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Arga. Ia sering merasa hidupnya tidak adil. “Kenapa aku terlahir di sini, tanpa kelebihan apa pun? Aku tidak punya bakat, tidak punya uang, bahkan keluarga kami hanya petani biasa,” keluhnya setiap malam.

Arga selalu membandingkan dirinya dengan teman-temannya yang dianggapnya lebih beruntung. Ada Riko yang pintar berbicara, atau Dina yang pandai melukis. Sementara Arga? Ia merasa dirinya tak punya keistimewaan.

Suatu hari, kakek Arga, seorang petani tua yang bijaksana, mengajaknya berbincang di bawah pohon mangga di belakang rumah.

“Arga, kenapa kamu sering terlihat murung?” tanya sang kakek sambil menyulut rokok lintingannya.

Arga menghela napas. “Aku merasa tidak punya apa-apa, Kek. Aku ingin menjadi seperti teman-temanku yang punya bakat dan bisa sukses.”

Kakek tersenyum kecil. “Kamu tahu, Nak, sebuah pohon mangga ini tidak pernah iri pada pohon kelapa. Ia tidak bisa menghasilkan buah yang tinggi menjulang, tapi ia tetap bermanfaat dengan caranya sendiri.”

Arga menatap pohon itu. “Tapi bagaimana kalau aku memang tidak punya apa-apa, Kek?”

Kakek mengambil sebutir mangga yang jatuh di tanah dan memberikannya kepada Arga. “Apa kamu pikir mangga ini tumbuh begitu saja? Ia butuh tanah, air, dan cahaya matahari. Sama seperti kamu, Arga. Kamu punya banyak hal untuk tumbuh—hanya saja kamu belum menyadarinya.”

Arga terdiam. Ia mulai berpikir, apa yang sebenarnya ia miliki?

Hari-hari berikutnya, Arga mencoba melihat hidupnya dari sisi berbeda. Ia menyadari bahwa meskipun ia tidak pandai berbicara seperti Riko, ia punya kekuatan fisik yang membuatnya bisa membantu orang tua di sawah. Ia mungkin tidak bisa melukis seperti Dina, tapi ia selalu sabar mendengarkan teman-temannya bercerita, dan itu membuat mereka merasa nyaman.

Pelan-pelan, Arga mulai memanfaatkan apa yang ia miliki. Ia membantu tetangganya memperbaiki atap rumah yang bocor, mengajari anak-anak kecil cara membaca, dan membantu petani lain memanen hasil panen mereka. Orang-orang mulai mengenal Arga sebagai sosok yang ringan tangan dan penuh semangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun