Jakarta dikenal sebagai ibu kota Indonesia yang menjadi pusat kehidupan dan dinamika yang tiada duanya. Sebagai salah satu ibu kota di Asia Tenggara membuat Jakarta menawarkan pengalaman yang penuh warna dengan campuran budaya, sejarah, dan modernitas. Gedung pencakar langit yang megah sampai pasar tradisional yang hidup berdampingan dengan harmonis tanpa saling berselisih. Keberagaman tersebut menciptakan berbagai aktivitas menarik bagi para pengunjung yang datang ke Jakarta. Belum lagi para pengunjung dapat menjelajahi berbagai tempat menarik seperti Monumen Nasional, Kota Tua, serta pusat perbelanjaan yang memanjakan mata.
Tidak hanya itu Jakarta juga sangat menarik karena kemampuannya memadukan tradisi dan kemajuan. Kota ini terkenal sebagai pusat budaya dan ekonomi dengan keberagaman kuliner, seni, serta acara yang mencerminkan keragaman etnis di dalamnya. Sajian kuliner yang menggugah selera dan pertunjukan seni yang memukau menjadi daya tarik tersendiri di Jakarta. Keberagaman yang ditawarkan oleh kota Jakarta membuat setiap orang selalu ingin berkunjung dan mengeksplorasi lebih jauh.
Segala macam keunikan dan keragaman yang dimiliki Jakarta menciptakan berbagai julukan yang dilatarbelakang atas karakteristik khasnya. Salah satu julukan yang sering disematkan kepada Jakarta berupa “Hutan Beton”. Arti dari julukan tersebut berupa padatnya wilayah Jakarta karena banyak gedung pencakar langit dan infrastuktur urban yang mendominasi lanskap kota sepanjang mata memandang. Hal tersebut terjadi karena Jakarta berkembang pesat dalam pengembangan infrastuktur menciptakan sekeliling wilayahnya tercipta dari beton.
Julukan tersebut nyatanya membawa dampak kurang baik bagi masyarakat yang beraktivitas di Jakarta. Kepadatan gedung pencakar langit sampai infrastuktur urban yang luas seringkali mengakibatkan kurang ruang terbuka hijau sampai kualitas udara yang menurun. Polusi udara, kemacetan lalu lintas, sampai dampak lingkungan menjadi isu signifikan yang mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidup warganya. Selain itu pembangunan yang pesat juga terkadang mengabaikan pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Dampaknya sering sekali wilayah Jakarta mengalami banjir yang terjadi dari tahun ke tahun.
Berbagai dampak yang dihasilkan tersebut membuat Jakarta mulai berbenah untuk mengatasi dampak kurang baik atas julukan tersebut. Salah satu langkah signifikan adalah penerapan aturan mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Adanya RTH dirancang secara khusus untuk memberikan ruang alami di tengah-tengah perkotaan seperti taman sampai lapangan. Fungsi dari RTH berupa meningkatkan kualitas udara dan menyediakan area rekreasi bagi masyarakat sekitar. Bagi penulis sendiri RTH yang cukup menarik perhatian bernama Taman Literasi Martha Christina Tiahahu.
Berdasarkan berbagai bahan bacaan sejarah dari Taman Literasi Martha Christina mencerminkan perjalanan panjang Jakarta untuk menciptakan RTH yang memiliki makna historis dan sosial didalamnya. Taman tersebut berdiri sejak 1948 secara spesifik di masa awal kemerdekaan Indonesia yang dirancang oleh arsitek M. Soesilo. Saat awal-awal taman tersebut memiliki peran simbol sebagai bagian dari kebangkitan kota namun diresmikan tahun 1955 bersamaan dengan peluncruan Kebayoran Baru sebagai kota satelit meodern pertama di Indonesia. Selain itu taman ini juga menjadi bagian dari dinamika urbanisasi Jarata dan baru-baru telah direvilisasi untuk menghadapi tantangan perkotaan yang terus berkembang. Revitalisasi yang dilakukan melibatkan integrasi taman dalam Kawasan Berorientasi Transit Stasiun MRT Blok M. Dengan demikian lokasi tersebut mampu menghubungkan dengan jaringan transporasi modern dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat.
Revitalisasi dilakukan tanggal 28 Oktober 2021 oleh Gubernur DKI Jakarta yang saat itu dipegang oleh Anies Baswedan. Taman tersebut kini dikelola oleh PT Integrasi Transit Jakarta yang merupakan anak perusahaan PT MRT Jakarta bertujuan untuk memperluas cakupan hijau di kota. Maka dari itu Gubernur DKI Jakarta menekankan taman tersebut tidak hanya berfokus kepada RTH tetapi juga sebagai sarana literasi nasional yang mengedukasi dan memperkaya pengetahuan masyarakat. Sehingga menurut penulis menariknya taman tersebut berupa realisasi Jakarta dalam menggabungkan nilai sejarah dengan kebutuhan modern namun tetap menciptakan ruang yang menjadi tempat dalam memperbaiki kualitas lingkungan. Kondisi tersebut membuat penulis tidak sabar untuk mengunjungi taman tersebut.
Mengunjungi taman tersebut menurut pandang penulis merupakan pengalaman menyegarkan karena dipenuhi keindahan sambil menikmati manfaat didalamnya. Saat langkah pertama masuk ke taman tersebut seolah-olah penulis telah meninggalkan kesibukan Jakarta yang padat menjadi oase hijau yang damai. Desain modern dengan fasilitas lengkap disuguhkan bagi penulis untuk mengudang berlama-lama menikmati suasana tersebut. Kolam besar yang berada di taman memancakan keindahan yang memukau mata apalagi adanya air mancur yang memercik menambah nuansa yang menenangkan. Keberadaan area seperti plaza anak dan amphitheater mengundang berbagai macam aktivitas yang menyenangkan bagi keluarga bersama anak-anak. Semua tersebut menciptakan atmosfer yang hidup dan penuh warna bagi penulis saat berkunjung.
Salah satu momen yang paling berkesan bagi penulis saat melakukan duduk di bangku taman yang terletak menghadap ke healing garden. Area tersebut dirancang untuk memberikan ketenangan dan ketentraman dengan berbagai tanaman hijau yang subur dan aroma bunga yang menyegarkan. Suara lembut dari gemericik air dari air mancur dilengkapi sepoi-sepoi angin membuat suasana segar dan tenang semakin menyenangkan. Di dalam taman tersebut juga memiliki fasilitas tambahan seperti ruang baca yang mampu menciptakan diskusi bagi sesama pengunjung. Hal tersebut mampu memberikan kesempatan yang besar bagi pengunjung seperti penulis untuk terlibat dalam berbagai kegiatan litarasi sambil menikmati pemandangan yang menenangkan.