Mohon tunggu...
Muhammad Taufan
Muhammad Taufan Mohon Tunggu... Penulis - -

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peran Diplomasi dan Militer dalam Menjaga Kedaulatan Indonesia

31 Mei 2024   21:41 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:44 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.kompas.id/baca/opini/2023/09/29/percikan-api-di-laut-china-selatan


Pada masih kecil banyak sekali anak-anak di masyarakat Indonesia memiliki cita-cita untuk menjadi presiden di masa depan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa alasan yang meliputi bahan bacaan selalu terdapat kata "Presiden" sampai mendapatkan pengakuan dari orang lain. Belum lagi seseorang yang mendapatkan label "Presiden" akan sangat dihormati dan berpengaruh dalam masyarakat Indonesia karena dianggap sebagai simbol kekuatan sampai kebijaksanaan untuk membawa perubahan positif bagi bangsa dan negara. Impian menjadi sosok presiden bagi bangsa Indonesia juga dipicu oleh ketertarikan terhadap kepemimpian untuk berkontribusi dalam membangun negara. Diujungnya dengan seseorang seperti anak kecil menjadi presiden memberikan angin segar akan harapan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua warga Indonesia.

Impian menjadi seseorang presiden membawa beban tanggung jawab yang besar seperti menyelesaikan berbagai masalah dalam negeri berupa ancaman kedaulatan. Jika melihat ke dalam berbagai macam media baik secara cetak maupun elektornik yang memaparkan bentuk nyata salah satunya berupa adanya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kegiatan yang dilakukan oleh OPM sampai menciptakan tragedi penembakan yang menewaskan anggota TNI AD. Secara spesifik insiden penembakan tersebut menewaskan Komandan Koramil (Danramil) 1703-04/Aradide di Distrik Eladide, Kabupaten Paniai, Papua Tengah. Ancaman kedaulatan yang berasal dari OPM akan membuat masyarakat merasa takut untuk melakukan aktifitas. Ketika masyarakat sudah merasakan takut akan menghambat perkembangan sosial dan ekonomi di wilayah tersebut. Dampak lain yang tercipta berupa adanya ketegangan yang akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan menimbulkan ketidakpastian akan kestabilan di Papua.

Ancaman kedaulatan yang berasal dari dalam negeri masih dapat dikendalikan dalam batas yang terukur. Hal tersebut karena konflik yang terjadi pada umumnya hanya melibatkan beberapa pihak yang terbatas. Biasanya pihak yang terlibat antara pihak yang mengancam kedaulatan dengan pemerintah sah. Pihak yang terlibat masih sedikit maka upayah penegakan hikum dan pencegahan yang dikoordinasikan dengan baik oleh pemerintah akan dapat mengendalikan konflik dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Walaupun demikian adanya ancaman kedaulatan dari dalam di Indonesia pastinya akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. Namun dengan berbagai pemilihan kebijakan yang tepat maka konflik yang terjadi tetap terjaga dalam kendali.

Berbicara mengenai ancaman kedaulatan tidak hanya berasal dari dalam negeri terkadang terjadi juga karena dari luar. Salah satu ancaman kedaulatan dari luar yang sedang hangat dan melibatkan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara berupa konflik di Laut China Selatan. Negara yang terlibat dalam konflik tersebut mulai dari Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, sampai Taiwan. Tiongkok melakukan klaim atas sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang membentang melalui konsep sembilan garis putus-putus (nine dash line). Atas klaim tersebut negara lainnya seperti Vietman, Filipina, Malaysia, sampai Brunei terjadi tumpang tindih dengan klaim Tiongkok. Untuk Indonesia wilayah Laut Natuna Utara juga masuk ke dalam konsep yang diklaim oleh Tiongkok sebagai wilayahnya. Adanya klaim wilayah Indonesia oleh negara lain akan menimbulkan ancaman kedaulatan yang perlu disadari oleh segenam masyarakat Indonesia.

Biasanya salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah ancaman kedaulatan yang berasal dari luar berupa peningkatan kekuatan militer. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa negara akan memiliki kemampuan untuk melindungi wilayahnya dari segala ancaman kedaulatan yang terjadi. Dilihat dari data yang dimiliki oleh  Bonn International Centre for Conflict Studies yang merilis Militarisation Index Ranking. Menurut indeks tersebut peringkat Indonesia naik dari ranking 130 pada 2022 beralih menjadi 124 tahun 2023. Tetapi saat masuk tahun 2023 rangking Indonesia naik sampai berada di posisi 124. Posisi tersebut menunjukan bahwa kekuatan militer yang dimiliki Indonesia patut diperhitungkan juga.

Tetapi berdasarkan pengamatan pertahanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dipaparkan oleh Mochamad Nur Hasim menanggapi pertanyaan Menteri Pertahanan (Menhan) yaitu Ryamizard Ryacudu di jejaring sosial Twitter memaparkan bahwa pertanyaan yang diberikan memiliki kebenaran. Menurutnya Indonesia mungkin hanya akan mampu bertahan selama tiga hari dalam situasi perang. Bahkan hanya mampu bertahan selama lima jam saja membuat seluruh kekuatan pertahanan dan keamanan Indonesia mengalami kesulitan. Tidak lupa ia juga mengatakan keraguan bahwa Indonesia dapat bertahan lebih lama jika serangan yang dihadapi seperti Iran yang peralatan perangnya cangging dan modern maka Indonesia mampu bertahan selama tiga hari.

Melihat kondisi tersebut seharusnya pemerintah Indonesia mulai menyadari bahwa solusi atas konflik Laut China Selatan tidak boleh hanya bertumpu pada kekuatan militer semata. Kini pemerintah Indonesia harus mulai melakukan strategi lainnya seperti penerapan nilai Pancasila khususnya pada Sila Keempat. Pada sila tersebut lebih menekankan demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarwaratan/perwakilan. Melalui sila tersebut Indonesia memiliki landasan moral dan filosofis untuk mengutamakan dialog, diplomasi, dan kerjasama antarnegara dalam menyelesaikan konflik Laut China Selatan.

Pertama-tama yang dilakukan oleh Indonesia berupa melakukan dialog yang menjadi sarana utama untuk membangun pemahaman bersama dan mencari solusi yang menganut win-win solution untuk semua pihak yang terlibat. Jika ditinjau dalam konteks konflik Laut China Selatan maka dialog yang dapat dilakukan Indonesia melalui berbagai forum yang membahas mengenai klaim-klaim wilayah yang saling bertentangan dan mencari titik temu yang adil dan berkelanjutan.

Langkah kedua yang dilakukan berupa diplomasi yang menjadi instrumen penting bagi Indonesia menyelesaikan konflik Laut China Selatan. Diplomasi yang dilakukan Indonesia memiliki tujuan untuk berinteraksi dengan negara lainnya baik secara resmi maupun tidak resmi yang memperjuangkan kepentingan wilayahnya. Melaui diplomasi yang dilakukan membuat Indonesia akan dapat membangun alinasi yang kuat dengan negara lain yang memiliki kepentingan dalam menjaga kedaulatannya sambil tetap menjaga kedamaian di Laut China Selatan.

Sedangkan langkah ketiga yang dapat dilakukan oleh Indonesia berupa kerjasama antarnegara yang menjadi komponen kunci untuk pendekatan terhadap konflik Laut China Selatan. Kolaborasi yang dilakukan untuk menggalang dukungan politik untuk memperkuat posisi dalam menegakkan kedaulan dan keamanan di wilayah Laut China Selatan. Tidak hanya itu kerjasama antarnegara juga dapat menjadi sebuah sarana untuk membangun keprcayaan dalam penyelesaikan konflik tersebut dengan dasar hukum internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun