Setelah itu Tarmin terus berjuang menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan di desa kecilnya. Meskipun gagal menjadi PNS tetapi Tarmin tidak menyerah malah ia menemukan cara baru untuk mencari nafkah. Maka setiap harinya Tarmin duduk di depan laptop yang terhubung dengan dunia luar melalui internet. Dari berbagai macam pilihan yang ada akhirnya Tarmin memilih ke dalam dunia freelance di tengah masyarakat pedesaan yang mayoritas tergantung pekerjaan tradisional.
Apalagi Tarmin dilengkapi oleh keahlian seperti menulis, menggambar, sampai desainHal menarik dari pekerjaan freelance yang dilakukan Tarmin bayaran yang dilakukan terkadang dilakukan menggunakan uang dollar.
Sedikit demi sedikit kehidupan Tarmin bergerak ke arah yang lebih baik berkat penghasilan freelance. Salah satunya rumah menjadi permanen dan setiap sudut terdapat barang elektornik. Perubahan yang terjadi pada Tarmin membuat persepsi masyarakat desa terhadapnya tidak selalu positif. Apalagi masyarakat yang mayoritas bekerja tradisional seperti petani merasa heran dan cemburu melihat Tarmin mendapatkan uang dari hal lazim di lingkungan mereka.
Hingga pada suatu malam tiba-tiba saja masyarakat desa melakukan demo besar-besaran di depan rumah Tarmin. Dikarenakan di rumah hanya ada Tarmin maka ia keluar rumah. Lelaki tersebut hanya menggunakan kaos sederhana yang berwarna hitam dengan bawahan sarung kuning kotak-kotak keluar ruamh. Wajahnya yang pucat sampai mata yang merah seperti seseorang yang baru selesai hibernasi dari dalam gunung.
"Kami dari masyarakat desa cimanggus mengusir Tarmin untuk keluar dari desa ini" dengan nada yang tegas sambil melanjutkan "Semua itu demi kenyamanan masyarakat desa cimanggus".
"Ya, keluarlah dari desa kami" timpal warga "Kami tidak mau desa ini meraskan dampak dari kelakukan busuk mu, Tarmin".
"Atas nama kepala desa cimanggus memberikan waktu sampai pagi hari untuk segera mengemaskan barang dan secepatnya keluar dari desa ini" ucap kepala desa.
Tarmin yang masih binggung atas keselahan yang dilakukan hanya bisa menggaruk rambutnya karena kebinggungan. Air liur karena begadang mengerjakan proyek freelance yang belum selesai masih berada di tepi bibirnya. Matanya hitam disekeliling dan bola mata merah membuat warga merasa jijik untuk berdekat-dekat.
"Jangan mengusir saya" itulah respon Tarmin terhadap kondisinya saat ini.
Jawaban tersebut membuat warga saling bertatap untuk menyakinkan dirinya bahwa Tarmin sudah tidak diterima menjadi bagian masyarakat desa tersebut. Munculah berbagai suara-suara saling ketidak percayaan kepada Tarmin untuk segera diusir.
Ditengah-tengah kondisi tersebut speaker yang dipegang oleh kepala desa mengeluarkan suara agar memberi keputusan "Baik kami beri waktu 3 hari untuk Tarmin agar bersiap-siap meninggalkan desa cimanggus" dengan nada yang menurun.