Di desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan hijau sepanjang mata memanjang. Pada desa tersebut hiduplah dua sahabat karib yang dikenal oleh masyarakat dengan nama Maya dan Rama. Mereka berdua dari kecil sudah menjadi sahabat karib. Hal tersebut didukung oleh tempat tinggal keduanya yang saling berseberangan sehingga untuk bertemu sangatlah mudah. Tetapi seiring bertambah umur mereka nyatanya Maya dan Rama memiliki cita-cita yang berbeda satu sama lain.
Pengungkapan akan cita-cita tersebut terjadi saat mereka melintasi sungai kecil dan mengungkapkan mimpi besar mereka. Saat itu itu kondisi matahari sedang terbenam dan posisi mereka sedang dudung di bawah pohon yang rindah. Disitulah mereka berdua berbagi cerita sambil saling memberikan tips untuk menyusus rencana masa depan agar lebih sukses dilakukan. Dari hal tersebut kinilah waktunya telah tiba. Setelah menyelesaikan pendidikan di jenjang Sekolah Menengah Akhir (SMA) mereka dihadapkan dengan jalan yang berbeda sesuai pemaparan dan cita-cita mereka.
Maka dari itu di suaru sore pada suasana mendung mereka memutuskan untuk dudu di tepi bukit. Pada tepi bukit tersebut pemandangan yang disuguhkan sangatlah indah. Perkacapan di mulai oleh Rama dengan suara yang penuh kekhawatiran. "Maya, besok merupakan saat kita harus berpisah" ungkap Rama sambil bersedih "Kini saatnya aku harus pergi ke akademi militer yang berada di kota".
Respon Maya nyatanya lebih sedih hal tersebut dari matanya yang mulai berkaca-kaca dibarengi anggukan pelan. "Aku tahu" jawab Maya "Walaupun demikian bukankan kita selalu berjanji tidak akan pudar persahabatan walaupun jarak memisahkan". Maya pun bertanya kepada Rama "Tapi mengapa hal tersebut rasanya kini begituh sulit untuk berpisah?".
Perlahan Rama mulai menyentuh pundak Maya dengan sangat lembut. "Kita saat ini sudah dewasa dan mulai menghadapi realitas". Lanjut Rama menjawab "Kini kita juga harus mengabdi kepada negara walaupun cara kita berbeda". Rama mulai mengecil "Walaupun tubuh kita berpisah tetapi hati dan jiwa kita tetaplah bersatu sebagai sahabat yang tidak akan terpisahkan oleh waktu dan jarak".
Setelah itu mereka berpelukan dalam kondisi saling berdiam tanpa bisa mengeluarkan kata-kata. Kondisi saat itu mereka hanya bisa merasakan kehangatan persahabatan mereka sedang dilanda oleh badai pemisah yang sangat besar. Keesokan harinya lebih tepatnya di stasiun kereta api yang kondisinya ramai mereka akhirnya secara mantap mengucapkan selamat tinggal dengan senyuman yang dipaksakan. Keduanya kini harus berpisah dalam meraih cita-cita di masa depan. Dimana Rama naik kereta yang akan membawa ke masa depannya sedangkan Maya hanya memandangi dengan mata yang dibanjiri oleh air mata.
Selama berbulan-bulan berlalu mereka berdua akhirnya menjalani kehidupan yang berbeda-beda lagi tidak bersama-sama. Maya kini memasuki perguruan tinggi dan Rama menjalani pelatihan militer yang sangat intensif. Walaupun terdapat perbedaan aktifitas tidak lupa mereka saling berkomunikasi melalui surat-surat pendek yang dikirim secara berkala. Didalam surat tersebut banyak sekali isi yang dipaparkan oleh sepasang sahabat tersebut. Dimana Maya menceritakan seluruh kisah tentang kuliah yang sangat mentang dan teman-teman dengan latar belakang yang berbeda-beda. Sedangkan isi cerita dari Rama berkaitan dengan pengalaman di akademik militer dan tantangan demi tantangan yang harus dihadapinya.
Tetapi seiring berjalannya waktu dan cerita yang mulai tidak ada lagi topik yang dibahas mulailah surat tersebut mengandung rasa kekosongan tanpa isi. Disitulah mulai keduanya baik itu Maya dan Rama saling merasakan kerinduaan akan kehadiran masing-masing untuk menjalani berbagai aktifitas bersama-sama. Satu surat dari Rama yang membuat Maya mulai kembali mengalurkan air mata yang isisnya berupa "Meskipun aku kini berada di antara ribuan prajurit terpilih bangsa Indonesia, entah mengapa aku tetap merasa kesepian tanpa adanya diri mu Maya.". Disitu Rama benar-benar merindukan Maya yang selalu memberikan semangat dalam menjalani kehidupan saat bersama dan selalu membantu tanpa meninggalkannya dalam kondisi apapun.
Akhirnya suatu hari Maya menerima sebuah surat terakhir dari Rama. Kini Rama mendapatkan tugas bahwa ia akan ditempatkan di perbatasan yang kondisinya zona merah karena rawan akan konfilk. Pada surat tersebut dipenuhi akan harapan sampai tekad yang begituh kuat sebagai seorang prajurit terbaik bangsa. Walaupun demikian Maya mengetahui secara pastinya akan perasaan khawatir yang tersembunyi di balik kata-kata Rama tersebut.
Beberapa bulan kemudian telah berlalu. Hal yang mengejutkan Maya pun akhirnya datang kepadanya tanpa adanya peringatan terlebih dahulu. Disitu Maya menerima kabar bahwa Rama kini telah gugur dalam tugas yang dijalaninya. Seketika pikiran sampai badan Maya hancur seketika. Belum lagi kini air mata yang tadinya kering kini membanjiri wajahnya tanpa henti. Perasaan kehilangan pasti dirasakan oleh Maya. Tetapi tidak hanya kehilangan seseorang sahabat saja melainkan ia juga seperti kehilangan seseorang terpenting dalam kehidupannya.
Inginya Maya berita tersebut hanyalah kebohongan semata sehingga ketika bertemu dengan Rama ia masih dapat bercengkrama dengan baik tanpa hambatan. Maka untuk membuktikan hal tersebut Maya langsung pergi ke pemakaman Rama untuk melihat secara langsung. Benar saja nisan batu pituh tersebut bertuliskan dengan nama Rama dengan jelas. Seketika matanya kembali berkaca-kaca sambil mengeluarkan air mata yang bergituh deras tanpa henti.
Ia tau walaupun kini Rama sudah tidak lagi bisa bersamanya. Tetapi Maya pasti mengetahui bahwa Rama akan ada selalu di dalam kenangan sebagai sosok yang selalu memberikan keberanian dan inspirasi untuk dirinya. Maka dalam kondisi kesedihan yang amat dalam kini Maya mulai menemukan makna dari persahabatan sejati. Meskipun saat itu tubuh Rama telah tiada tetapi semangat dan tekadnya tetap bersarang di dalam diri Maya. Kini Maya bersumpah untuk terus menjalani hidupnya dengan keberanian dan dedikasi dari Rama sebagai penghormatan terhadap sahabatnya yang telah berpisah tersebut. Sehingga kini ketika Maya sedang menghadapi tantangan kehidupan ia akan selalu mengingat kata terakhir Rama berupa"Hati dan jiwa kita tetap bersatu."
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi anda para pembaca. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H