Lomba pertama yang diraih kemenangan oleh penulis yaitu makan kerupuk. Saat sedang di perlombaan tersebut cukup banyak sekali sorak sorai sehingga adrenalin berdegup lebih cepat khususnya saat dengan melihat kerupuk. Kerupuk-kerupuk tersebut melayang-layang di udara dengan sangat lincah sehingga sulit ditangkap melalui mulut penulis .Â
Disini untuk memenangkan perlombaan tersebut tidak hanya difokuskan kepada kecepatan tetapi ketepatan. Sehingga penulis selalu berkolaborasi dua hal tersebut khususnya saat sudah menangkap kerupuk yang melayang tersebut. Bahkan terkadang ketika sudah dapat kerupuk langsung dihempaskan agar kerupuk di peserta lain menjauh.Â
Tawa riang yang diberikan penonton akan usaha yang terkadang konyol saat kerupuk seperti menari untuk mengelak akan setiap tangkapan mulut penulis. Tetapi ketika mulut penulis berhasil menangkap kerupuk tersebut para penonton merayakan dengan rasa gembira dibarengi akan tawa. Walaupun demikian diakhirnya penulislah yang merupakan juara diantara peserta yang lain hal tersebut karena kecepatan dan ketepatan mulut penulis untuk menakap kerupuk yang sedang menari-nari sampai habis.
Lomba kedua balap kelerang. Tentunya lomba kedua ini sangat berdebar-debar seperti ingin melompak dari dana penulis. Di tangan kini sudah berada kelereng yang siap meluncur ke garis finish letaknya cukup jauh. Pada saat itu seperti dunia hanya berfokus kepada diri penulis dan kelereng saja yang menemani.Â
Suara para penonton begituh memenuhi telinga penulis sehingga membuat semangat membara yang bertransformasi menjadi energi untuk memenangkan lomba tersebut. Ketika peluit panjang berbunyi secara itu pula penulis merasakan dorongan yang kuat di telapak tangan yang tanpa ragu untuk melepaskan kelereng tersebut.Â
Melihat kelereng tersebut meluncur dengan cepat di atas tanah hati penulis berbunga-bunga. Setiap putara kelereng terasa seperti petualangan yang tidak terlupakan. Kini akhirnya kelereng penulis sudah melintasi garis finish yang menandakan kemenangan yang gemilang dan kebanggan tak terkira.
Lomba kegita yaitu memasukan paku. Tugas yang dilakukan cukup memasukan paku ke dalam botol yang sudah diisi oleh air tetapi dengan mata tertutup. Tantangan mata tertutup terdengar berbahaya tetapi hal tersebut sudah diatasi oleh pihak panitia.Â
Bahkan ketika dilakukan hal tersebut sangatlah menarik untuk diikuti. Hati penulis tentulah sangat berdebar-debar tetapi di dominasi akan semangat yang sangat besar. Saat sudah meraih paku tersebut ketegangan mulai meningkat karena tidak dapat melihat dengan jelas sehingga hanya mengandalkan perasaan saja.Â
Ketika peluit penjang yang menandakan perlombaan dimulai seketika penulis berusaha ketika melempar paku tersebut dengan berharap agar mengarahkan dengan benar kedalam target. Untuk tahu sudah benar mengenai target dapat terdengar dari sorak-sorai penonton.Â
Ketika suara tersebut secara tiba-tiba keluar ketika penulis melempar menandakan bahwa target sudah mengenai. Paku yang dipegang sudah habis dan panitia sudah membunyikan peluti panjang yang memandakan akhir. Akhirnya waktu membuka mata dari penutup penulis sangat kaget ternyata paku yang dilemparkan secara dominasi berada di target. Hal tersebut menandakan bahwa penulis memenangkan perlombaan ketiga tersebut.