Hidup di zaman yang serba modern ini banyak sekali tuntutan yang harus dipenuhi oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-harinya salah satunya yaitu kebutuhan hidup. Apalagi kini harga dari kebutuhan hidup setiap tahunnya mengalami kenaikan yang cukup menguras dompet sangat dalam. Sehingga mau tidak mau masyarakat untuk dapat bertahan hidup harus bekerja sekeras mungkin seperti banting tulang dari mulai pagi ketemu pagi lagi hanya untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Â
Penerapan banting tulang cukup keras tersebut membuat banyak masyarakat mengalami dampak kurang baik seperti tidak bahagia sampai stress yang berkepanjangan. Tentunya jika kondisi tersebut terjadi dengan jenjang cukup lama pada seseorang maka akan membuat seseorang mengalami penurunan produktifitas yang mempengaruhi pendapatan yang dihasilkan sehingga ujung-ujungnya dapat dipecat dari pekerjaannya karena performa yang tidak maksimal sehingga memenuhi kebutuhan hidup menjadi susah karena tidak memiliki pendapatan.
Maka dari itu untuk mencegah akan hal tersebut dibutuhkan sebuah solusi yang cukup efektif. Ada banyak sekali cara-cara yang dilakukan salah satunya adalah dengan menonton sebuah tayangan. Berbicara akan aktifitas menonton sebuah tayangan pastinya akan membahas pula mengenai sebuah film yang ditayangkan pada bioskop. Ya, film dan bioskop seperti dua sisi pada koin yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apalagi kini juga banyak sekali perusahaan pembuat film yang menyediakan berbagai macam genre film yang dapat ditonton bagi masyarakat. Salah satu contoh genre film yang digemari oleh masyarakat Indonesia yaitu horor.
Film horor yang di produksi dalam negeri untuk pasar Indonesia memang mangalami kenaikan. Hal tersebut bisa terlihat dari banyaknya film horor yang diputar di bioskop. Banyaknya film horor yang diputar juga selaras dengan banyaknya penonton. Contoh film KKN di Desa Penari dengan penonton 9.233.847, film Pengabdi Setan 2: Communion dengan penonton 6.391.982, dan masih banyak lagi film horor lainnya dengan penonton yang banyak di Indonesia dengan produksi dalam negeri.Â
Harus diakui bahwa film horor memiliki perbedaan yang cukup jauh dengan genre film lainnya dimana perbedaan tersebut terletak pada sensasi yang diberikan berdampak pada naiknya adrenalin seseorang penonton karena banyaknya hal-hal ekstrim yang diberikan secara kejutan atau jumpscarenya.
Bahkan semakin banyaknya jumpscare didalam film horor tersebut membuat penonton menjadi semakin menarik untuk ditonton. Sehingga ketika sebuah film horor tanpa adanya jumpscare akan terasa hambar ketika menonton film tersebut. Tetapi disi lainnya jika film horor terlalu banyak akan jumpscare tanpa adanya jeda untuk bernapas maka para penonton akan merasa bahwa film tersebut menjadi bosan sehingga membuat terjadi hilangnya esensi akan cerita film tersebut.Â
Maka dari itu idealnya film horor memiliki jumpscare tetapi dengan sesuai porsinya tidak banyak dan juga tidak sedikit. Agar film horor lebih menarik untuk ditonton biasanya ditambahkan kisah romantis para tokoh yang terlibat didalamnya seperti pada film The Conjuring 3: The Devil Made Me Do It.
Secara sinopsis akan film tersebut memiliki kisah cukup sulit yang dihadapi oleh pasangan paranormal bernama Ed dan Lorraine Warren pada salah satu karirnya. Dimana kisah di film tersebut memiliki sisi fokus kepada kasus pembuhunan yang terjadi di tahun 1981 oleh tokoh bernama Arne Johnson. Disini tokoh Arne memang mengakui melakukan kasus pembuhunan tetapi tanpa disadari olehnya karena merasa dirinya dikerasukan oleh iblis. Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Arne tersebut maka dilakukan sidang untuk mempertanggung jawabkan tindakannya.
Disepanjang sidang pihak Arne mengakui bahwa kegiatan yang dilakukan merupakan hasil dirinya yang dirasuki oleh iblis. Tetapi tentunya pihak pihak didalam persidangan dari mulai polisi, pengacara, atau pihak lainnya tidak percaya apa yang dikatakan oleh Arne tersebut.Â