Mohon tunggu...
Topade Wisdom
Topade Wisdom Mohon Tunggu... wiraswasta -

Motivation of Life (Riyadhoh to Life)\r\nhttp://successofway.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia Merenggutku

16 September 2012   07:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:23 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa sudah hampir tiga bulan kumenghabiskan waktuku lebih banyak mengurung diri dikamar. Terhitung sejak sedari awalnya kamar ini beraroma harum oleh aroma Khas Potpourri (aroma terapi rempah-rempah) sampai kini aroma tersebut telah habis dihirup hidung alam. Kamar yang kupersiapkan untuk hari bahagiaku kini pengap sudah, sepengap harapanku, mungkin juga pengap itu ada lantaran ingusku yang selama itu selalu meler, bersatupadu dengan air mataku yang kian berkerak.

Galau!

Itulah kata yang lebih tepat untuk menggambarkan suasana batinku kini, kawan… dapatkah kiranya engakau menebak-nebak, apakah gerangan yang membuat keadaanku cenderung kusut? Ach… kawan, sudahlah tak usahlah kau jawab pertanyaan sontoloyo ini. Tapi diriku sendiri tak mampu menahan derasnya pertanyaan yang kian menyekap jiwaku. Jutaan kepahitan yang baru, dan jutaan rasa manis yang usang deras berlomba mengelabui kewarasanku, kendati rasa-rasa yang manis itu berujung TKO dalam arena pertempuran rasa yang seenaknya menggunakan altar jiwaku. Tanpa daya kuperhatikan ronde demi ronde pertunjukan adu jotos itu. Miris, ketika mata rasa ini menyaksikan ksatria manis yang kuharapkan menang malah tersungkur hancur, seketika harapanku pupus berantakan, kini altar jiwaku acak-acakan.

Inikah yang disebut Galau?

Tak tahulah, apapun itu namanya, seperti ada penantian panjang yang tak terbaca ujungnya. Apakah dia sangat istimewa? Ataukah aku yang terlalu cinta? Kedua-duanya hanya kekonyolan yang datang tanpa permisi dan pergi meninggalkan rasa basi. Salahku mengapa aku begitu mengasihinya, hanya karena aku diracuni oleh kata manisnya. Yank… kaulah satu-satunya didunia ini yang paling kusayang… Untukmu, demi kebahagiaanmu, apapun akan aku lakukan, kapankah kau bersedia menerima pinanganku sayang… aku takut, apakah kau tak tau diluar sana banyak mata rahwana yang mengicarmu… kecantikanmu yang sinonim dengan dewi sintha itulah alasan terbesar ketakutanku… berilah ketenangan untukku, aku sudah rencanakan diakhir pekan ini keluargaku datang untuk melamarmu… sebab pekan berikutnya aku ditugaskan keluar kota, berilah ketenangan untuku…? Maco, Laki-laki baget, Gue banget, Cinta kian tak tau diri, bahkan sempat membuat istana dialtar suciku. Kata manismu kian melekat pada dinding memoriku, pada saat tertentu melelehkan madu. Maco, Laki-laki banget, Gue banget.

Prosesi pertunagan sudah berlalu, aku adalah kekasihnya, dia kekasihku, cinta makain membara, Maco, Laki-laki banget, Gue banget… Logika lumpuh. Harum kian semerbak, harumnya tak ada tandingan. Terlintas bayangan nada yang mengiringi suara lakunya, caranya dia berkata, bahasa tubunya, dan saat dia meliuk dalam bercinta, Maco, Laki-laki banget, Gue banget. Logika lumpuh, hanguslah norma.

Pagi yang cerah, secerah langit anganku, laki-lakiku datang, kecup kening, dari ujung keningku seperti ada aliran jarum yang meluncur deras menyobek pintu ruang rasa, menancap diperaduan rasaku, jiwaku terbelalak. Ditariknya tangan manjaku dengan tangan perkasanya, keras, namun aku ria, tak terasa telah terhempas Bersama. Nanar pandangan mataku, langit-langit kamar seperti menghardik, namun aku acuh padanya, tau apa kau tentang rasaku, kini Laki-lakiku akan pergi jauh, serasa aku harus bertanggung jawab menenagkanya, terlebih membahagiakanya, diapun seperti bahagia, aku puas, entah bahagia, atau entah apa namanya.

Kini sudah hampir lima bulan laki-lakiku dalam tugas, sementara aku dalam penantian, hampir dua bulan terakhir aku tak mendengar suaranya, getaran rindu kian membara, dalam waktu bersamaan kecemasan melanda, ketidak pastian mendera, hampa kian hadir meng-ada. Janjinya akan menikahiku tiga bulan yang lalu, kini sudah terlewat.

Tanpa sengaja tanganku memencet remote TV, terpampang berita distasiun TV swasta, seketika mataku Nanar, bola mataku seakan menghambur keluar, saat terlihat sesosok dalam kerumunan, entah wartawan barangkali juga setan, tak sudi mataku terpejam, sebelum semuanya terbuka nyata, siapakah gerangan yang ada disana, yang menjadi obyek pemberitaan, tiba-tiba kepenasaranku dirampas oleh iklan. Sontoloyo, aku geregetan, sembari kurebahkan tubuhku diperaduan, ternyata bukan sekedar iklan namun telah habislah pemberitaan. Penasaran.

Aku resah…

Bertambah lagi rasa-rasa dihati, saat sang pujaan hati tak kunjung menepati janji, apalagi kembali. Aku adalah kekasihnya, dia adalah kekasihku, itu yang masih ada dibenak-ku.GILA… TERNYATA… batu hitam yang besar itu menghantam dada, tubuhku terhenyak, nafasku tercekat, darahku luruh, keringat dingin mengkuliti tubuh, aku limbung, tubuhku terjatuh, Stum menggilas tubuh, remuk tak guna rasa.

Inikah yang disebut Galau? Saat khayalan dibatasi kenyataan Saat keinginan dibentengi  keterbatasan Saat harapan diselimuti keputusasaan Inikah yang disebut Galau?

Disudut peraduan diriku mati suri, bayangan indah sudah tak mampu terbentang lagi, kau yang kuagungkan dialtar suci, sebagai raja rasa ini, kau yang kunanti disini, mangapa yang kau jumpai BUI, cabul, maling, dan gelar lainya melengkapi dan garong uang negeri melekat bagai ornamen yang menghiasi dirimu, lidahku kelu, hatiku membatu, buyar dihantam gada besar, anganku temaram.

Inikah yang disebut Galau? Ya, galau yang mematikan...

Dalam ritual kasusmu, dia selalu mendampingimu, pada awak media maupun jaksa, pengakuanya adalah permaisurimu

Inikah yang disebut Galau? Saat raga tak dapat dimiliki Saat rasa melumpuhkan logika Saat cinta hanya tersimpan dalam hati bahkan mati suri. Disadur dari karya Ariyani Na, berjudul Inikah yang disebut galau? =============================================================

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun