Bambang tahu, itu tugas berat dan rumit. Sebab di sisi lain, ia mengetahui betul kedekatan Bung Karno dengan Ibu Wardoyo, serta kedekatan Ibu Wardoyo dengan putra-putri Bung Karno. Tapi, toh Bambang harus menjawab, “Siap, Pak.”
Bambang yang tidak tahu duduk persoalan sebenarnya, segera menghubungi Pak Hardjowardoyo, Kepala Rumah Tangga Istana. Dari Pak Hardjo pula, Bambang mendapatkan cerita seperti terpapar di atas. Sedikit yang membedakan, versi Pak Hardjo adalah, bahwa Bung Karno tahu ada pengusaha Belanda “memakai” Ibu Wardoyo untuk mengegolkan proyek ke Presiden Sukarno, justru dari sebuah suratkabar Belanda.
Dalam banyak kesempatan, baik lisan maupun melalui sikap yang tegas, Bung Karno selalu menanamkan kepada istri-istri, anak-anak, dan keluarga, bahwa yang menjadi Presiden adalah Sukarno, sedangkan yang lain –istri, anak, saudara– adalah rakyat biasa. Para istri, anak-anak dan anggota keluarga, secara umum, menyadari dan memahami sepenuhnya. Karenanya, yang tampak pada diri Sukarno, baik semasa hidup maupun setelah jazadnya menyatu dengan bumi, adalah sosok seorang Presiden yang begitu kuat dan mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H