Mohon tunggu...
Antonius SubanKleden
Antonius SubanKleden Mohon Tunggu... Jurnalis - Saya seorang jurnalis, tinggal di Kota Kupang, NusaTenggara Timur

Saya seorang jurnalis yang sudah lama sejak tahun 1992 aktif menulis di media cetak. Saya menjadi wartawan pertama di SKM Dian di Ende Flores.. Tahun 1996 saya bergabung dengan Harian Umum Pos Kupang di Kupang. Tahun 2013 saya menjadi Pemimpin Redaksi AFBTV, sebuah televisi lokal di Kupang. Tahun 2014 saya menerbitkan majalah bulanan Kabar NTT, yang isinya tentang potensi NTT. Sejak Juni 2019 saya membuat online kabarntt.com. Saya juga mengajar jurnalistik di Kupang, memberi pelatihan jurnalistik di banyak tempat di NTT

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jokowi Sang Cahaya

31 Juli 2019   08:25 Diperbarui: 31 Juli 2019   08:39 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah tiba di halaman terakhir buku itu, saya menarik nafas panjang. Penerbangan kurang lebih 80 menit  Kupang-Tambolaka di Nusa Tenggara Timur, Minggu, 16 Juni 2019 silam itu adalah saat terakhir buku Jokowi Menuju Cahaya habis kulumat.

Tidak seperti buku-buku lain, buku setebal 382  halaman ini memunculkan kuriositas yang begitu mendesak untuk segera dihabiskan. 

Dan, heeemm...... Saya menarik nafas panjang sesaat sebelum kru pesawat mengumumkan tidak lama lagi pesawat segera mendarat di Bandar Udara Tambolaka, Sumba Barat  Daya. 

Inilah bandar udara di mana pesawat Adam Air mendarat darurat karena 'tersesat' di udara dalam penerbangan Jakarta-Makassar, Sabtu, 11 Februari 2006 silam.

Tentang Jokowi, anak desa yang meroket menembus jagat Indonesia hingga menjadi presiden itu, sudah banyak ditulis di sejumlah  buku dengan beragam judul. Tetapi terhadap buku ini sebetulnya ada dua hal yang mendesakku membacanya. Pertama, ingin tahu apa lagi konten/isi, juga sisi mana lagi yang mau dibidik untuk jadi fokus tulisan tentang Jokowi.

Bagiku, tentang Jokowi tidak harus dan tidak perlu lagi ditulis dalam buku. Riwayat perjalanannya, sepak terjangnya dari Solo ke DKI Jakarta, kemudian menuju Istana Negara meraih tangga puncak di republik ini sebenarnya adalah sebuah buku  yang sudah sangat jelas menguraikan siapa sejatinya Jokowi. 

Titian perjalanannya sendiri adalah 'buku harian' yang saban hari dengan mudah disimak dan dibaca oleh rakyat negeri ini. Lalu sekarang ada buku lagi berjudul Jokowi Menuju Cahaya? Ini alasan pertama.

Alasan kedua, saya ingin tahu bagaimana sang penulis, Alberthiene Endah, menulis tentang Jokowi. Saya ingin tahu, dan bahkan ingin merasakan getaran gaya bahasa, kekuatan pilihan kata yang digunakan si penulis buku ini. Saya ingin menangkap nuansa dari rangkaian kata, kalimat dan halaman-halaman di buku ini.

Dan, ketika tiba di kata terakhir buku itu saya berdecak kagum. Luar biasa penulis buku merangkai kata, menarik makna, menunjukkan konteks dan membiarkan pembaca menangkap pesan dan kesan sendiri. 

Proficiat untuk sang penulis, Alberthiene Endah. Jurnalis perempuan yang memulai kariernya di Mingguan Hidup Jakarta ini memang hebat.

foto:nttonlinenow
foto:nttonlinenow
HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun