Mohon tunggu...
Anton Kapitan
Anton Kapitan Mohon Tunggu... Guru - Seorang pegiat pendidikan yang menyukai diskusi dan debat

Anton Kapitan adalah seorang pemuda kelahiran Supun, TTU-Timor, NTT. Berjuang memaknai hidup dengan berpikir, berkata dan berbuat dalam spirit 4s. Mengupayakan sekolah kehidupan bagi anak-anak di pedalaman. Mengusahakan pendidikan sepanjang hidup. Pemimpi dari Timur untuk Indonesia dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rakyatku, Istanaku

28 Januari 2012   06:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:21 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aneh memang,tapi itulah kenyataan yang dihadirkan para petinggi bangsa di awal tahun 2012. DPR dengan kegobrokannya dalam proyek renovasi ruang rapat Banggar, pemerintah dengan naluri kebinatangannya dalam RABPP 2012. Dengan kegobrokan dan insting kebinatangannya, DPR dan pemerintah menampakan ketaktahuan dirinya sebagai pemimpin bangsa, penjamin kesejahteraan bersama. Dengan pemahaman ini, dapat dicatat beberapa hal pokok yang menjadifaktum secundum (fakta lanjutan = konsekuensi lanjutan) dari faktum primum (kenyataan pertama) yang saya sebut sebagai satu keanehan di awal tahun 2012. Pertama, Pemerintah dan DPR tak berkemanusiaan (biadab). Kedua, Anggaran kesejahteraan rakyat berkurang. Ketiga, cita-cita luhur bangsa: adil, makmur, merata, sejahtera lahir -batin sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar NKRI tahun 1945 menjadi bulan-bulanan. Keempat, Ibu pertiwi makin terpuruk di mata dunia.

Sambil mencermati beberapa konsekuensi di atas, saya hendak mengatakan kalau dengan tindakannya itu, entah DPR maupun pemerintah sedang berusaha untuk menunjukan pada dunia kalau mereka sanggup membangun istana megah dan gagah, mewah dan mengagumkan di sela-sela himpitan angkara kemiskinan, kebodohan, kesengsaraan dan kematian yang terus merasuki segala sisi Nusantara. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana para petinggi bangsa ini berbuat demikian di hadapan jeriata-jeritan histeris anak-anak negeri karena berbagai momok menakutkan yang membelenggunya. Suadh matikah hati nurani mereka sehingga mereka tidak sanggup mendengarkan dan merasakan penderiatan dan kesengsaraan rakyatnya? Dimanakah kemanusiaannya? Katanya mereka itu pintar-pintar dan sungguh manusiawi. Uh..cukup!!

Tanpa bicara panjang lebar, saya katakan: Hentikan pembangunan istana megah pada ruang lingkup DPR dan Kepresidenan. Segera dan segeralah bangun rakyat Indonesia. Mereka adalah istana termegahmu hai tuan-tuan terhormat. Jangan salah sangka. Jangan dikiranya istana presiden adalah segala-galanya dalam republik ini, sehingga dana negara harus tersedot sekian banyak hanya untuk renovasi dan pemeliharaannya. Jangan dikira ruang rapat banggar itu istana kecil para wakil rakyat yang harus segera ditangani dengan dana sekian banyak. Tanpa istana itu, dunia tahu para wakil rakyat adalah orang terhormat dan punya tempat terhormat; tanpa kemegahan istana presiden, dunia tahu kalau pemimpin negara Indonesia itu terhormat dan agung, mulia dan memiliki tempat terhormat.

Mari berbenah diri. Tiada yang lebih tinggi dari para petinggi negara menjadi pemimpin terhormat, selain berkeputusan untuk berbenah diri dan selalu sadar bahwa rakyat adalah istananya. Sekiranya dari dulu pemerintah dan DPR selalu mengatakan: "rakyatku, istanaku", niscaya rakyat Indonesia makin tertolong dan dapat keluar perlahan-lahan dari angkara mautnya. Ini panggilan mulia kita semua. Kita dipanggil untuk menyerukan dengan lantang: rakyatku, Istanaku. Panggilan terluhur kita adalah mewujudkan seruan lantang tersebut dan mengabdikan diri secaar total untuk keabadian istana mulia itu dalam pangkuan ibu pertiwi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun