Mohon tunggu...
Anton Kapitan
Anton Kapitan Mohon Tunggu... Guru - Seorang pegiat pendidikan yang menyukai diskusi dan debat

Anton Kapitan adalah seorang pemuda kelahiran Supun, TTU-Timor, NTT. Berjuang memaknai hidup dengan berpikir, berkata dan berbuat dalam spirit 4s. Mengupayakan sekolah kehidupan bagi anak-anak di pedalaman. Mengusahakan pendidikan sepanjang hidup. Pemimpi dari Timur untuk Indonesia dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Debu Tanah Sebagai Entitas Manusia - Makna Rabu Abu Kristiani

18 Februari 2015   18:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:57 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, Rabu, 18 Februari 2015 merupakan Hari khusus untuk orang-orang Nazrani-Kristiani, secara lebih khusus Orang-orang Katolik Roma. Kekhususan ini termaktub dalam sebutan hari ini sebagai Rabu Abu, Ash Wednesday. Disebut Rabu Abu karena hari ini, segenap umat kristiani ditandai dirinya dengan debu-tanah pada dahinya. Debu yang ditandakan pada dahi masing-masing pengikut Kristus, Isa Almasih berbentuk salib dan biasanya penandaan itu disertai kata-kata, 'Manusia berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu tanah' atau bisa juga dengan ungkapan, 'Bertobatlah dan percayalah kepada Injil'. Perayaan ini lazimnya dirayakan dalam bentuk Perayaan Ekaristi. Kalau situasinya tidak memungkinkan, dalam arti ketiadaan imam di tempat doa, bisa juga dalam bentuk ibadat Sabda.

Penandaaan Abu di dahi pada hari ini sebagai tanda dimulainya masa puasa, masa tobat, masa prapaska yang akan dilalui selama empat puluh hari. Angka empat puluh ini secara biblis ditetapkan pada masa puasa Yesus selama empat puluh hari di padang Gurun. Juga kalau dikaitkan dengan keberadaan di padang gurun, sesungguhnya angka empat puluh ini mengingatkan perjalanan bangsa Israel selama empat puluh tahun di padang Gurun sebelum akhirnya mereka memasuki tanah terjanji, Kanaan.

Penandaan debu didahi mengingatkan segenap umat beriman kristiani bahwa manusia yang hidup di dunia ini sesungguhnya adalah debu-tanah yang diberi bentuk dan arti oleh Allah sendiri menjadi manusia. Awalnya adalah debu tanah dan berubah menjadi manusia setelah Allah pencipta mengambil debu tanah itu, membentuk-Nya dengan tangan-Nya sendiri hingga memiliki bentuk tertentu lalu ditiupkan nafas ke dalam mulut-Nya hingga hadirlah manusia di tengah semesta sebagai mahkota ciptaan seluruh karya penciptaan Allah.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa secantik dan seganteng apa pun manusia itu, sepintar dan sehebat apa pun dia, sekaya dan setenar siapa pun dia, tetaplah debu tanah yang fana dan karenanya perlu dibangun kesadaran untuk mengakui adanya Yang Lain sebagai penopang dan penjamin kefanaan yang nampaknya cantik dan ganteng dengan segala kelebihan dan kekurangannya dalam ziarah hidup di dunia ini. Adanya Yang Lain itu dimaknai para pengikut Kristus sebagai Tuhan Allah, sang Pencipta yang diimani sebagai Allah Tritunggal Maha Kudus yang Esa.

Kesadaran bahwa manusia adalah debu tanah fana yang berimbas pada kesadaran untuk mengakui Tuhan mengandung konsekuensi memaknai masa puasa selama empat puluh hari sebagai masa ret-ret agung, masa untuk kembali menjumpai Sumber kehidupan manusia dan muara keabadian manusia yakni Allah sendiri. Perjalanan pulang kepada Allah demi menggapai kepenuhan sukacita yang akan ditandai dengan kelayakan untuk makan Paska dengan Tuhan pada Hari Raya Paska menuntut adanya tiga kegiatan pokok selama masa Puasa yakni: doa, puasa dan pantang, dan amal kasih-sedekah. Selama empat puluh hari ini, orang-orang kristiani melewatinya dengan berdoa, melaksanakan doa lima waktu, puasa dan pantang, lalu amal kasih. Puasa terkait dengan pengedalian diri untuk tidak memuasakan diri secara berlebihan dengan makanan dan minuman, dengan materi, sedang pantang terkait dengan pembatasan diri untuk tidak makan daging dan juga berbagai kebiasaan lain yang nampaknya salah tapi sudah menjadi satu kecanduan untuk diri hingga diri menjadi terkontaminasi, baik raga maunpun jiwanya. Akhirnya doa, puasa dan pantang bermuara pada amal kasih, sedekah dalam bentuk derma dan juga tindakan konkret penuh pertolongan untuk membantu sesama yang susah dan menderita.

Selamat memasuki masa ret-ret agung bagi segenap umat beriman Kristiani. Debu-Tanah bagian utuh dari entitas manusia, jangan kiranya ada kesombonga dalam diri, melainkan biarkan kerendahan hati menjadi bagian utuh dari segala kesuksesan dalam ziarah hidup di dunia ini. Salam Tobat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun