Mohon tunggu...
Tony Burhanudin
Tony Burhanudin Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Malas membaca sesat di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berkiblatlah ke Pacific Place

14 November 2011   09:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:41 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kota Seribu Masjid”, demikian sebagian orang menjuluki kota Jakarta. Mencari masjid di Jakarta sangat mudah. Hampir di setiap sudut kota Jakarta kita akan menemukan masjid. Ibaratnya ke arah manapun kita melempar batu, maka akan bertemu masjid, atau minimal mushollah.

Tapi begitu kita berada di dalam gedung di gedung – gedung tinggi nan besar di Jakarta, baik itu perkantoran, mall, atau plaza, masjid terasa jauh dari jangkauan. Terkadang kumandang adzan pun nyaris tak terdengar ketika kita sedang berada di dalam gedung perkantoran atau mal. Masjid mungkin ada, tapi lokasinya berada pemukimandi belakang gedung. Kita malas ke sana, karena harus mengambil kendaraan yang sudah susah payah kita parkir.Jalan kaki apalagi, orang Jakarta terkenal malas untuk jalan kaki, apalagi untuk menyusuri jalan yang kondisi sama sekali belum kita kenal.

Kalau sudah begini, biasanya kita akan melewatkan waktu sholat, dengan harapan sesampai di rumah atau kantor masih ada waktu untuk menunaikan sholat yang tadi tertunda. Mereka yang tidak ingin mengambil risiko meninggalkan sholat pasti berupaya mencari tempat sholat di dalam gedung. Tapi ampuuunnnn, mushollah di gedung – gedung perkantoran sepengetahuan saya tidak friendly user atau tidak customer oriented.

Letaknya saja sulit dijangkau. Biasanya kalau tidak diletakan di basement, ya di lantai paling ujung. Untuk mencapainya tidak cukup sekali bertanya kepada petugas gedung, karena jalannya berbelok - belok. Kita juga mesti menghapal jalan pulang, agar tidak bertanya lagi ke sana-ke mari. Suatu ketika saya bertanya di mana letak mushollah,seorang petugas terkesan ogah-ogahan memberi petunjuk, mungkin baginya saya ini pengunjung tidak penting di gedung tersebut.

Belum lagi dengan kondisinya. Seadanya, kalau tidak ingin dibilang mengenaskan. Sempit, tempat wudunya licin dan becek, dan sajadahnya bau apek, seperti bertahun – tahun tidak dicuci/laundry. Intinya, suasannya tidak mendukung untuk kita bercengkerama lebih lama dengan Dia Sang Pemberi dan Pencipta Anugerah.

1321262203271002318
1321262203271002318

Bertahun – tahun menjadi “peziarah” musholah gedung – gedung di Jakarta, akhirnya saya menemukan mushollah yang memenuhi harapan. Mushollah tersebut bukan terletak di gedung perkantoran milik pemerintah atau konglomerat. Mushollah tersebut terletak di Pacific Place, salah satu pusat perbelanjaan yang menurut saya menjadi icon kapitalisme paling sempurna di Jakarta.

Saya menemukan mushollah tersebut pada kunjungan yang ke empat kalinya. Saya mendapati musholah tersebut setelah diberi tahu petugas keamanan yang memberi petunjuk dengan ramah. Mushollah tersebut terletak di lantai dua. “Assalamualaikum, selamat datang,”. Saya tersentak dengan sambutan yang disertai senyum tulus petugas mushollah. Masya Allah, saya bertahun-tahun berkunjung ke masjid atau mushollah, baru kali diberi salam oleh petugas.

Musholah tersebut sangat mudah dijangkau, karena tidak berlokasi di basement atau lantai paling atas. Mushollahnya wangi dan bersih. Tempat wudunya diberi alas,yang berfungsi penyerap air, sehingga tidak becek dan jember, air yang jatuh langsung diserap ke bawah. Mushollah juga menyediakan ruang berbeda untuk pria dan wanita, sehingga privasi pengunjung pria dan wanita bisa terjaga.

Pada kunjungan ke lima kalinya, saya pun meluangkan waktu untuk bersungkur di sajadah mushollah yang empuk dan wangi itu. Pada kunjungan yang kelima itu juga saya sadar ternyata mushollah menyediakan semir sepatu gratis secara self service dan TV di ruang tunggu. Wow! “Pak ini siaran TV kabel apa VCD”, tanya seorang pengunjung. Petugas pun menjawab dengan ramah, seraya memberi tahu judul VCD yang sedang diputar.

Bukan sok spiritualis, pada kunjungan kelima saya inilah saya merasakan sesuatu yang berbeda. Saya akhirnya dengan kepala tegak meninggalkan gedung tersebut, setelah sebelumnya merasa seperti orang kalah karena tidak berdaya berhadapan dengan oulet-oulet barang-barang mewah yang saya lewati. Hari itu saya merasa berarti karena mendapatkan pelayanan yang mengesankan, bukan dari pramuniaga toko, tapi dari petugas mushollah.

Pengelolaan mushollah di Pacific Place bisa menjadi inspirasi untuk pengelola gedung – gedung, mal, dan pengurus masjid di Jakarta. Jika bicara tentang pelayanan sarana masjid di Jakarta, daftarnyabisa panjang. Mulai dari petugas parkir yang penampilannya awut-awutan, kebersihan lingkungan masjid yang tidak terjaga, atau keamanan yang meragukan. Pengelola musholla di Pacific Place membuktikan bahwa konsep pelayanan pelanggan bisa juga diterapkan di rumah ibadah. Bahkan, konsep pelayanan yang diberikan harusnya lebih bagus dari lembaga bisnis, karena menyentuh kebutuhan spiritual manusia dalam hubungannya dengan Tuhan.

1321262154563040123
1321262154563040123

Menurut saya masjid mesti dikelola secara profesional dengan mengadopsi gaya pelayanan dari lembaga-lembaga bisnis. Ini bukan semata masalah uang, tapi lebih kepada sikap atau mindset kita semua. Bahwa, tugas menjadi pengurus atau ta’mir masjid adalah melayani umat. Pekerjaan ini memang sepi dari perhatian masyarakat. Namun, kalau pengurus masjid berusaha memberikan konsep pelayanan yang profesional dan berorentasi pada umat, saya yakin masyarakat tidak buta dan dengan rela menyumbangkan uangnya untuk kemaslahatan masjid. Amiin.

Wallhualam bishawab.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun