Mohon tunggu...
Tony Hernanto
Tony Hernanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - PEJUANG LIBURAN

Penulis komik yang sedang menyamar menjadi penulis beneran

Selanjutnya

Tutup

Healthy

"Tuhan 9 Senti"

24 Agustus 2021   18:00 Diperbarui: 24 Agustus 2021   17:59 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TUHAN 9 SENTI

Judul yang super keren ini saya ambil dari puisi karya Taufik Ismail. Ini kalimat pertamanya :
“Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, Tapi tempat siksa
tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,” Selengkapnya silakan googling sendiri ya hehe... Kalimat tersebut terasa gue banget. Kebetulan saya tidak merokok dan alergi berat sama yang namanya asap rokok.

Sebagai perokok pasip, saya kerap teraniaya oleh perokok di sekitar saya. Karena mereka (para perokok) menganggap hal lumrah jika sedang merokok di lingkungan yang banyak non perokok. Nggak peduli ada wanita dan anak-anak. Cuek saja, menyalakan rokok dengan santai tanpa merasa berdosa, lalu klepas-klepus menghisap dan mengeluarkan asap seenak udelnya sendiri. Egois ya?

Baru-baru ini saya mendapati seorang guru yang nota bene digugu (dipercaya) dan ditiru, dengan santainya merokok di dalam ruang sebuah pertandingan tenis meja antar SD se kabupaten Sleman. Tentu saja, di dalam ruangan tersebut banyak anak SD yang akan bertanding, dan juga orang tua murid yang mendampingi. Panitiapun tidak punya inisiatip untuk melarang, mereka lebih sibuk memperhatikan jalannya pertandingan. Setelah saya melapor ke salah satu panitia, barula guru yang merokok tadi ditegur.

Ada sahabat akrab saya tinggal di Semarang. Suatu kali, saat sahabat saya sedang makan di sebuah restoran bersama istri dan ke 4 anaknya yang masih SD dan SMP. Ia menegur seorang perokok di dekat meja tempat ia duduk. Perokok tersebut tidak keberatan. Lalu mematikan rokoknya. Setengah jam kemudian, ketika perokok tadi menuju parkiran hendak mengambil kendaraan, dilihatnya sahabat saya sedang merokok dekat pos satpam. Lalu sahabat saya ditegur, “Mas, ternyata sampeyan merokok juga. Ngapain tadi melarang saya merokok?”

Jawab teman saya,” Saya merokok untuk diri sendiri. Tidak mengganggu orang lain.” JLEB! Perokok tadipun klakep. Mingkem nggak bisa berkata lagi

Sahabat saya itu sebenarnya sudah mati-matian berusaha berhenti merokok. Sudah tahu resiko dan akibat merokok. Tapi memang tidak semudah membalikkan kucing yang sedang tidur. Butuh proses yang panjang dan niat yang kuat.

Dari cerita sahabat saya di atas, saya mengambil pelajaran. Terlalu muluk jika kita meminta seorang perokok untuk berhenti. Apalagi dia adalah perokok berat. Tapi, setidaknya sahabat saya itu patut dicontoh sikapnya. Masih punya etika dalam merokok. Masih punya santun dengan melihat sekitarnya dulu. Terlebih jika ada wanita dan anak-anak. 

Tentu saja anak-anak tidak berani protes. Mungkin karena masih kecil dan belum merasa terganggu dengan asap. Masih dianggap hal biasa, sebagaimana layaknya menghirup udara terbuka. 

Maka menurut saya, perlu dibudayakan bahwa merokok adalah sesuatu hal yang tidak diumbar di tempat umum, sebagaimana kencing. Jika seseorang akan buang air kecil ataupun air besar, pasti perlu tempat khusus. Jika melakukannya saat ada banyak orang, tentu malu. Nah, budaya inilah yang harus digalakkan. Tadinya, tulisan saya mau kasih judul “Jadilah Perokok Yang Santun.” 

Ah, nanti bisa salah persepsi, dikira saya menganjurkan untuk merokok... 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun