Diusulkan ke DPRD, lalu disetujui anggarannya. Anies tegas menjawab bahwa di tahun pertama semua janji itu sudah masuk dan dapat anggaran. Masuknya 23 janji dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah adalah data riil untuk mengukur tingkat komitmen Anies. Meski masyarakat tahu, DPRD DKI mayoritas anggotanya berasal dari partai yang tidak pendukung Anies.
Dalam situasi itu kita bisa membayangkan betapa tidak mudahnya memperjuangkan program berkaitan dengan 23 janji itu untuk ketuk anggaran di DPRD. Disini yang dibutuhkan tidak hanya semangat dan komitmen, tapi juga kemampuan dalam komunikasi politik.
Keberhasilan anggaran ini menunjukkan kepiawaian Anies dalam komunikasi politik. Dan itu tidak gampang. Ketiga, lihat bagaimana program yang direncanakan dan diketuk anggarannya oleh DPRD itu direalisasikan. Untuk melaksanakan tugas ini Anies harus bekerja dengan para kepala dinas yang baru saja dilantik oleh Djarot. Hanya beberapa hari sebelum Djarot berakhir masa tugasnya. Artinya, Anies harus bekerja dengan orang-orang yang patut dievaluasi loyalitasnya. Ini tak mudah.
Apapun keadaannya, data obyektif di lapangan mesti jadi ukuran. Hasil kinerja Anies harus dilihat telanjang, apa adanya. Diantara data itu adalah DP 0%. Sedang proses realisasi. KJP plus berhasil dilaksanakan. Ok Oce sebagai program pengentasan 200.000 angka pengangguran sudah berjalan. Transportasi sudah terintegrasi dalam program "Lingko". Dan juga program-program yang lainnya. Ini data riil. Jika diidentifikasi, ada tiga kualifikasi program Anies yang didesign untuk Jakarta.
Pertama Program penyelamatan. Penutupan Alexis, penghentian reklamasi, ancaman bagi pemilik gedung yang melakukan pelanggaran dalam penyerapan air tanah, gugatan terhadap pembelian Rumah Sakit Sumber Waras dan tanah BMW. Semua itu adalah upaya penyelamatan aset materiil dan non materiil milik DKI.
Kedua, program pengendalian. Sebut saja _problem solving._ Setiap daerah punya problem masing-masing. Kegagalan mengindentifikasi problem memastikan program tak akan efektif. Apa problem DKI? 51,7% warga Jakarta tak punya rumah. Maka dibuat program rumah DP 0%. 1/3 warga Jakarta tak lulus SMA. Maka dibuat KJP Plus. Masyarakat Jakarta minimal bisa sekolah sampai SMA. 40% warga Jakarta tak menikmati air bersih.Â
Maka dibuat program pipanisasi yang sudah 12 tahun tak tersentuh. Orang miskin di Jakarta beli air perhari Rp. 20.000. sebulan Rp. 600.000. Sementara orang kaya beli air setiap bulan Rp. 120.000.
Lebih mahal yang dibeli orang miskin. Inilah gunanya visi berpihak kepada yang lemah agar bisa hidup setara dengan yang lain. Dalam rangka kesetaraan itu, Anies memberi ruang bagi sepeda motor untuk bisa melewati jalan Tamrin. Ini bukan hanya soal lewat, tapi terkait fungsi ekonomi.Â
Ketika jalan Tamrin dibuka untuk sepeda motor, maka gojek motor bisa diakses oleh warga, pengantar barang dengan layanan sepeda motor bisa digunakan, dan banyak hal lainnya. Ini bukan cuma akses jalan, tapi juga akses ekonomi. Ketiga, design Jakarta Jangka panjang adalah bagaimana membuat Jakarta maju kotanya, sejahtera dan bahagia warganya.
Keberpihakan kepada "orang lemah" agar hidup di Jakarta ada kesetaraan sebagai prioritas dijadikan Anies sebagai pondasi membangun Jakarta yang maju dan bahagia. _Good luck_ Anies Baswedan. Masyarakat terus menunggu kinerja dan karyamu yang lebih besar lagi. Tidak hanya sebagai Gubernur DKI, tapi juga Gubernur Indonesia.Â
Sebab, Jakarta adalah ibu kota dan wajah negeri ini. Wajah Jakarta adalah wajah Indonesia. Baik buruknya sekarang ada di tanganmu. Jadikan kepala daerah yang lain bisa belajar dan menjadikan kerjamu sebagai referensi membangun di seluruh wilayah Indonesia. Jakarta, 17/10/2018