Kedua belah pihak, pendukung penguasa dan oposisi bertempur di lokasi imaginasi. Rakyat dihadirkan di dunia tak nyata. Mengadu dua kelompok massa di dunia yang tak memiliki realitas. Ini sebuah bentuk pembodohan sistemik.
Awas khilafah! Awas PKI!Awas Anti NKRI! Narasi ini tumbuh subur di ruang publik. Dampaknya secara sistematis merusak rasionalitas publik. Akibatnya, pertama, rakyat makin bodoh. Kedua, rakyat makin emosional. Gampang marah dan menabrak aturan. Ketiga, negara ini jadi gaduh. Kegaduhan yang tak dibutuhkan, kecuali untuk kepentingan pragmatis sejumlah elit. Keempat, rakyat selalu dikorbankan dan jadi tumbal.
Persekusi terhadap deklarasi #2019GantiPresiden, Rocky Gerung dan Ustaz Abdussomad (UAS) juga menggunakan narasi yang sama. Ruang kebebasan publik dirusak oleh irasionalitas opini imajinatif. Muncul pasukan persekusi yang bernafsu gebuk mereka yang "diimajinasikan" anti NKRI. Aksi ini makin ngawur. Lebih ngawur lagi jika negara diam dan membiarkannya.
Stop! Rakyat berhak untuk mengkonsumsi informasi, diskusi dan diksi yang mencerdaskan. Debat dengan otak yang waras. Bukan jadi alat permainan para politisi.
Segelintir elit berkepentingan mendesign dan merawat dunia imajiner ini. Rakyat secara massal diadu dan dihadap-hadapkan secara fisik dan non fisik. Terus berulang dan dijadikan ritual politik Â
Teringat ungkapan J.J Rousseau. Bahwa manusia ideal adalah manusia yang asli dan lugu. Orang-orang pintar seringkali membuat rakyat yang lugu itu keluar dari habitat idealnya. Mereka yang mestinya berbudaya dan bermoral dirusak oleh kepentingan politik pragmatis. Terutama ketika masuk masa pileg. pilkada dan pilpres. Saling hujat dan fitnah dihadirkan oleh kelompok kecil elit untuk berebut suara. Kaum elitlah sesungguhnya yang seringkali jadi  sumber petaka dalam dunia inter-relasi rakyat.
Rousseau benar, rakyat yang lugu, polos, dan tak banyak tahu soal permainan politik, secara musiman terus diadu domba satu dengan yang lain. Mereka dibenturkan dengan imajinasi PKI dan bahaya khilafah. Sudah saatnya negara hadir untuk menghentikan pertempuran imajinasi ini. Bukan malah ikut bermain dan menyuburkannya.
Jakarta, 9/9/2018
***
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H