Close your eyes and I'll kiss you. Tomorrow I'll miss you.
Remember ... And hope that my dreams will come true.
Sebagai penggila musik British, mendapatkan kesempatan menginjakkan kaki di Inggris merupakan anugerah terbesar dalam hidup saya. Rute ziarah dari London ke Liverpool, saya lalui dengan penuh kenangan yang memukau bahkan berkaca-kaca! Bagaimana bisa tidak terharu? Saya berkesempatan menyeberang ala The Beatles di Abbey Road, menginap di Hard Days Night Hotel, dan juga melihat piano putih bersejarah yang merupakan instrumen dari terciptanya sebuah karya besar John Lennon, Imagine. Dan inilah cerita perhalanan “naik haji” saya dengan melakukan ziarah di daerah asal John, Paul, Ringo dan George. Yuk!
If there's anything that you want.
If there's anything I can do.
Just call on me and I'll send it along.
With love from me to you.
LONDON
He bag production, he got walrus gumboot.
He got Ono sideboard, he one spinal cracker.
He got feet down below his kne.e
Hold you in his armchair you can feel his disease.
Come together right now over me.
Ketika menginjakkan kaki di London, entah mengapa saya tidak tertarik dengan bangunan ikon Inggris seperti: Big Ben, Westminster Abbey, atau London Eye. Anehnya saya hanya tertarik kepada sebuah zebra cross fenomenal di kawasan Abbey Road yang jaraknya hanya beberapa langkah dengan studio musik legedaris itu. Nama daerah ini juga dijadikan sebagai tajuk album ke 11 The Beatles yang berisi banyak hits, antara lain: Let It Be, Come Together, Get Back, Something, Here Comes The Sun dan masih seabrek lagi lainnya. Untuk dua lagu yang saya sebutkan terkahir merupakan kontribusi dari otak George Harrison. Saat berfoto di penyeberangan bisa dibilang butuh kesabaran tinggi karena saya harus menuggu giliran kepada “model penyeberang” lainnya. Kesabaran makin diuji karena kita harus pintar menangkap momen berfoto saat zebra cross-nya sedang lengang. Agak susah juga karena itu jalanan umum yang kadang membuat kesal para pengendara yang melintas akibat sering terjadi kemacetan.
Mungkin karena para fans tidak diperbolehkan masuk ke studio Abbey Road, mereka menumpahkan rasa cintanya kepada The Beatles dengan mencoret-coret pagar studio, lengkap dengan nama personil yang dituju. Jika kita kembali ke sejarah, pada tahun 2009 bangunan ini nyaris dijual oleh sebuah property developers. Tapi pemerintah Inggris melindunginya dengan menganugerahkan Abbey Road Studio sebagai salah satu English Heritage. Banyak yang tidak tahu studio itu sebenarnya bukan hanya pernah digunakan rekaman The Beatles saja, tapi Pink Floyd juga. Mungkin karena image Abbey Road telah melekat kepada empat pria legendaris tersebut.
Keesokan harinya dengan mengendarai bis, saya melanjutkan ziarah ke Liverpool. Perjalanan memakan waktu sekitar empat jam dari London. Melewati Birmingham yang berakhir dengan ruas jalan menuju Manchester ke kiri dan Liverpool ke kanan. Bisa dibilang daerah ini “tidak ada apa-apanya” ketimbang London. Kota ini andalannya hanya bergantung kepada klub sepak bola dan The Beatles tentunya.
Karena kota pelabuhan, udara di sana dinginnya lebih menggigit disebabkan tiupan angin laut yang juga ikut berperan. Saya menginap di hotel Hard Days Night dan memilih harga kamar termurah £275. Murah??? Lupakan kebiasaan menghitung kurs pound sterling ke rupiah. Tidak ada yang murah di Inggris, bung! Toh saya juga hanya semalam.
It’s been a hard day’s night and i’d been working like a dog.
It’s been a hard days night, I should be sleeping like a log.