Penghargaan atau apresiasi menjadi berharga bila diberikan dan sampai kepada yang berhak menerima.Â
(Supartono JW.24012023)
Membuka media online, Â tempat saya biasa berbagi tulisan hasil memotret tentang berbagai hal yang menjadi passion saya, ternyata saya menjadi salah satu penulis Produktif dan Populer di media tersebut. Pengumuman di sampaikan oleh redaksi pada Senin, 2 3 Januari 2023. Informasi baru saya baca, Selasa, 24 Januari 2023. Sesuai permintaan redaksi, saya pun menghubungi admin media online tersebut, sebab ada apresiasi.
Ternyata ada masalah Award 2019
Atas apresiasi teresebut, saya jadi ingat, bahwa pada 2019 saya juga menerima Award dari Kompasiana, bahkan dalam 3 kategori. Saya jadi bertanya, mengapa saat tahun 2019, saya tidak diminta menghubungi redaksi Kompasiana atau sebaliknya dihubungi oleh mereka? Sebab, saya ingin kembali mengabadikan peristiwa tersebut, maka saya googling, tentang kisah tersebut dengan kata kunci Supartono JW.
Saat googling, saya justru kaget, menemukan artikel di Kompasiana dengan judul: Penghargaan Pembaca Terbanyak yang Bukan Hak Saya, ditulis oleh Susy Haryawan pada  12 Januari 2020. Isinya, saya kutip sebagai berikut:
...
Awal Desember dihubungi oleh Admin Kompasiana karena mendapatkan apresiasi pembaca terbanyak selama 2019. Hal yang wajar dan biasa, kala itu dan saya terima dengan suka cita tentunya. Dan hal yang normal saja.
Menjadi tidak normal ketika pada awal 2020 membaca Kaledioskop 2019, yang terpopuler artinya pembaca terbanyak itu bukan saya. Namun Kompasianer Supartono JW. Maaf kepada Saudara Supartono. Apa yang saya terima itu bukan hak saya, dan bukan maksud saya harus nomor satu dalam kategori terpopuler. Mengapa?
Jika award itu diberikan kepada saya, berarti apa artinya Kner Supartono sebagai pembaca terbanyak 2019? Kan lucu. Plakat itu miliki Kners Supartono bukan menjadi hak saya. Ini konsekunsi logis yang tepat.
Atau jika Kner Supartono tidak mendapatkan award itu, bukan pula menjadi nomor satu dalam kategori terpopuler, bagaimana bisa hanya selang satu bulan bisa demikian berbeda hasilnya. Ini soal penilaian dan penghargaan pada anggota Kompasiana tentunya.
Konsekuensi berikut adalah, ada satu nama yang harus keluar dari penerima award pada Knival 2019, dan itu tentu aneh dan lucu. Ada hal yang sepele namun menjadi perhatian bersama terutama Admin, bahwa ini penting.
Benar, tidak akan ada yang mempersoalkan, namun apa iya semua orang berpikir sama bahwa itu tidak penting? Saya menganggap ini penting karena saya terlibat di dalamnya. Mungkin Kner Supartono tidak menilai ini penting, itu lepas dari apa yang saya lihat, rasakan, dan pikirkan.
...
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Penghargaan Pembaca Terbanyak yang Bukan Hak Saya", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/paulodenoven/5e1a6ebdd541df42cf2f9766/penghargaan-pembaca-terbanyak-yang-bukan-hak-saya
Kreator: Susy Haryawan
Maaf, Saudari Susy Haryawan, seperti yang Anda pikirkan, memang hal ini tidak begitu penting bagi saya. Karenanya, saya baru membaca tulisan Anda pagi ini, Selasa, 24 Januari 2023. Dan, baru tahu, ternyata Kompasiana memberikan  apresiasi meski bukan kepada saya. Padahal, saat itu, saya bahkan meraih 3 penghargaan sekaligus, yaitu:
Pertama, Nomor 1 Kompasianer Terpopuler 2019.
Kedua, Nomor 1 Kompasianer Artikel Headline Terpopuler 2019.
Ketiga, Nomor 1 Artikel Terpopuler Rubrik Tekonologi 2019.
Tidak ada klarifikasi
Kendati saya baru menyimak ada kisah seperti itu, (sudah tiga tahun) ternyata apresiasi bukan jatuh ke saya, dan Saudari Susy pun sudah menulis artikel "Penghargaan Pembaca Terbanyak yang Bukan Hak Saya", nyatanya, hingga detik ini, Kompasiana juga tidak pernah membuat klarifikasi kepada Suadari Susy, ya? Kepada saya pun tidak pernah ada.Â
Untuk itu, sebab saya baru tahu kejadian Luar Biasa ini pagi ini, maka saya tulis komentar di bawah artikel "Penghargaan Pembaca Terbanyak yang Bukan Hak Saya" Selasa, 24 Januari 2023. Komentar saya:
Selamat pagi Mba Susi. Maaf, karena selama ini saya hanya konsen memotret kondisi, lalu saya tulis, lalu saya share, saya jadi tidak tahu ada tulisan Mba Susi ini. Bagi saya atas kondisi itu sangat tidak masalah. Saya menulis untuk berbagi. Tidak untuk cari populer dan cari pembaca terbanyak.
Pagi ini saya baru "ngeh" ada kejadian seperti itu. Sebagai pembagi cerita di Kompasiana, ini adalah akun ke-3 saya. Sebab, akun ke-1 dan ke-2 saya sudah di blokir. Saat saya tahu menjadi Kompasianer Terpopuler 2019, setelah itu tidak lama akun saya sudah diblokir. Mungkin karena akun saya diblokir, jadi plakat untuk saya dikirim ke Mba Susi,
Saya bikin akun ke-2, kemudian di blokir lagi. Sekarang ini akun ke-3, tapi sebagai persiapan, saya juga sudah buat akun ke-4.
Sekali lagi maaf. Pagi ini saya baru tahu kisah ini, saat saya sedang cari tahu tentang kisah saya menjadi Kompasianer Terpopuler, sebab, pagi ini (Selasa, 24 Januari 2023) saya juga baru tahu, ternyata nama sama menjadi salah satu penulis Produktif dan Populer di salah satu media online.
Di era 90-an hingga 2000-an, menulis artikel di media massa cetak bagi saya selain untuk berbagi, juga untuk mengais rezeki. Kini, di zaman media online, saya hanya meneruskan menulis, untuk kesehatan pikiran dan jiwa saya. Salam.
Maaf. hingga saat ini, saya tidak pernah mendapatkan klarifikasi dari Kompasiana.
(Supartono JW)
Sekali lagi, kejadian ini bagi saya tidak begitu penting. Apa artinya sebuah plakat. Bahwa nama saya sudah diungkap oleh Kompasiana sebagai penerima 3 kategori Award dan kompasianer dan pembaca tahu, itu sudah cukup. Menulis di media ini, bagi saya lebih untuk berbagi, untuk terus menjaga kesehatan pikiran dan kesehatan jiwa.Â
Terima kasih untuk media lain yang tahun ini memberikan penghargaan dan apresiasi kepada saya. Pun menghubungi saya. Terima kash. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H