PSSI. Hal ini diketahui seusai Komite Pemilihan PSSI mengumumkan bakal calon (balon) komite eksekutif PSSI setelah pendaftaran ditutup pada Senin (16/1/2023) pukul 18.00 WIB.
Wow! 5+17+78= 100. Ya, 100 orang resmi terdaftar menjadi calon pengurusHasilnya, ada 5 bakal calon ketua umum, 17 (tujuh belas) bakal calon waketum, dan 78 orang pendaftar anggota Exco. Luar biasa. Dari 100 orang yang mendaftar di tiga posisi, masih akan diverifikasi kembali apakah semuanya lolos menjadi balon?
Pengalaman saya
Saat PSSIÂ menggelar tes demi mencari sosok yang tepat untuk mengisi pos Sekretaris Jendral (Sekjen) pada hari Senin (22/5). Namun meski baru tahap awal, sudah ada delapan calon yang langsung dinyatakan gugur, dari total 32 pelamar.
Delapan calon yang gugur di antaranya Hendri Zainuddin, Supartono, Elim Prastowo, Sarman, Muhammad Zein, Muhammad Ade Sulchi, Soritaon Siregar, Budi Hartanto. PSSI merilis bahwa delapan calon yang gugur lantaran masalah non-teknis. Nama-nama ini tidak bisa datang karena kesulitan mendapat tiket transportasi ke Jakarta.
Saat itu, HRD PSSI, Ashari Joni menerangkan:
"Mereka sudah sampaikan semalam bahwa mereka pesimis akan sampai karena sulitnya dapat tiket pesawat karena hari libur. Sehingga mereka tak akan hadir. Kami beri kesempatan sampai jam 9 ternyata 24 yang hadir," tutur Ashari Joni.
Singkat cerita, publik akhirnya tahu, Ratu Tisha-lah yang akhirnya terpilih menjadi Sekjen PSSI.
Sebagai salah satu calon pelamar yang tidak dapat hadir, sebab saya punya alasan tersendiri dan saya juga mendukung Ratu Tisha, sekurangnya saya dapat sedikit membaca kekuatan dan kompetensi masing-masing dari 32 pelamar, siapa yang paling layak duduk di Sekjen PSSI.
Ekspetasi saya sesuai. Ratu Tisha yang terpilih, saya pun turut bangga sebab, Ratu dapat membuktikan siapa dirinya. Meski pada saat dia akhirnya mengundurkan diri, saya menyesalkan, karena PSSI tidak dapat lagi menemukan pengganti, hingga Sekjen diisi oleh karteker. Namun, pada akhirnya karteker itu ditetapkan sebagai Sekjen.
Melalui pengalaman ini, saya hanya ingin berbagi kisah bahwa saat saya berani melamar, itu karena saya merasa memiliki kompetensi dan saya juga didukung oleh rekan-rekan di sepak bola akar rumput.
Namun, setelah saya pelajari dengan teliti, apa job description dan tanggungjawab seorang Sekjen yang juga menjadi corong organisasi baik lingkup nasional dan internasional, sosok Ratu dengan kualifikasinya, memang yang paling tepat. Itulah salah satu alasan mengapa saya tidak hadir dalam tes dan kemudian dinyatakan gugur.
Saya mengukur diri, tahu diri, tahu batas kemampuan dan kompetensi. Sebab, jabatan Sekjen bukan untuk coba-coba apalagi sekadar gaya-gaya-an. Terlebih, PSSI tidak pernah berhenti dituntut oleh publik sepak bola nasional untuk berprestasi. Jadi, Sekjen memang wajib dipegang oleh yang memiliki kompetensi, sesuai kualifikasi, plus mahir dalam bahasa asing (terutama Inggris).
Saat saya tahu, ternyata ada delapan pelamar yang tidak hadir tes, termasuk saya. Saya tak henti mengikuti perkembangan seleksi yang akhirnya diikuti oleh 24 pelamar, di dalamnya ada Ratu Tisha. Pada akhirnya, ekspetasi dan prediksi saya tepat. Setelah melalui seluruh proses seleksi, Ratu Tisha terpilih menjadi Sekjen.
Setelah menjadi Sekjen, Ratu Tisha pun cukup berkelas menjalankan jobnya bahkan meraih beberapa prestasi, Â termasuk menjadi Wakil Presiden AFF, membawa Shin Tae-yong ke Indonesia, hingga terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Ukur diri
Jujur, dengan jumlah 100 orang mendaftar sebagai balon Ketua, Wakil, dan Exco PSSI, dan menilik nama-namanya, saya kembali seperti sedang bercermin dengan pengalaman saya melamar menjadi Sekjen, namun sebelum tes sudah tahu diri, sudah mengukur diri, sejatinya saya punya kompetensi dan pengalaman terkait organisasi, kepemimpinan, dan sepak bola di bagian yang mana.
Setelah bercermin, saya sangat yakin dapat membantu PSSI dan sepak bola Indonesia di bagian mana. Bukan menjadi Sekjen. Tetapi saya sangat yakin mampu dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk sepak bola Indonesia di bagian yang sangat vital, lho. Orang-orang PSSI dan sahabat-sahabat saya, tentu tahu itu.
Karenanya, saya berharap, dari 100 orang yang sudah mendaftar menjadi balon Ketua, Wakil, dan Exco PSSI, tolonglah bercermin lagi. Lihat diri sendiri. Lihat kemampuan diri sendiri. Lalu, pikirkan apa tujuannya mendaftar? Untuk apa?
Ingat, publik sepak bola nasional sedang sensitif karena PSSI tidak kunjung memberikan prestasi tetapi sebaliknya terus memberikan sakit hati. Jadi, menjadi Ketua, Wakil, dan Exco PSSI bukan untuk gaya-gaya-an. Bukan untuk coba-coba, atau numpang tenar secara instan.
PSSI kini butuh dibersihkan dari tangan-tangan kotor. Karenanya wajib dipimpin oleh Ketua, Wakil, dan Exco yang kompeten, kaya hati dan kaya harta, bukan menjadikan PSSI kendaraan politik, tempat cari makan, dan sarang mafia.
Lihatlah, sosok-sosok yang dicurigai kotor (mafia) oleh publik, ternyata sebagian besar masih ada di dalam 100 orang yang mendaftar itu. Mau ke mana PSSI bila mereka masih terus menjadi benalu?
Meski, Ketua Pemilihan PSSI, Amir Burhannudin memberikan apresiasi yang tinggi terhadap antusiasme para pendaftar yang berasal dari berbagai latar belakang profesi. Tetapi benarkah, hal itu menunjukkan bahwa banyak yang berkeinginan untuk membangun masa depan PSSI lebih maju dan berprestasi? Atau menunjukkan bahwa mafia sepak bola nasional tidak mau enyah dari PSSI?
Tetapi saya cukup respek, sebab dari 100 pendaftar, di dalamnya ada 9 wanita, termasuk Ratu Tisha. Semoga Ratu Tisha dapat kembali menjadi pengurus PSSI. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H