Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola

Apakah Keberanian dan Punya Nyali Cukup untuk Bersihkan PSSI yang Berbenteng Statuta dan Voter?

16 Januari 2023   11:53 Diperbarui: 16 Januari 2023   17:27 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


PSSI lahir karena politik dengan tujuan mulia. Sejak PSSI menjadi anggota FIFA, lalu mengenal voter dan statuta menjadikan PSSI sarang mafia. Tujuan mulia di simpan entah di mana, gantinya statuta dan voter merajalela menguasa sesuka hatinya, menjadi kerajaan sendiri di Indonesia.

(Supartono JW.16012023)

Di luar pandangan dan kekhawatiran publik sepak bola nasional atas resminya  Erick Thohir mendaftar sebagai bakal calon (Balon) Ketua Umum PSSI, sebab Erick kini berada dalam gerbong kabinet, pemerintahan Jokowi.

Erick dan PSSI=politik

Lalu, keberadaan Erick nantinya bila benar menjadi Ketua Umum PSSI, PSSI justru dimanfaatkan menjadi kendaraan politik menuju Pemilu 2024 sebagai corong partai penguasa di Republik Indonesia sekarang, sejatinya itu bukan hal yang mustahil. Tentu, keberadaan Erick dan PSSI akan menjadi modal bagi pihak berkepentingan demi memenangkan Pemilu 2024.

Namun, atas kondisi yang demikian, bagaimana pun, sejak PSSI lahir 19 April 1930 di Yogyakarta, visi-misi-tujuannya memang tidak pernah lepas dari politik. Awalnya, PSSI bernama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia, organisasi olahraga yang lahir pada masa penjajahan Belanda, kelahiran PSSI adalah terkait dengan upaya politik untuk menentang penjajahan.

Artinya, sejak awal berdiri, PSSI sendiri adalah politik. Politik untuk dirinya dan politik bagi yang memanfaatkannya. Harus dipahami bahwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti politik adalah (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan), segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya), cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah), dan kebijaksanaan.

Bila dikaitkan dengan latar belakang berdirinya, maka PSSI yang=politik, dalam tubuh PSSI sejak lahir memang telah bersemayam telah ada roh tentang kenegaraan, pemerintahan, kebijakan, hingga siasat, pasalnya PSSI lahir dalam rangka menentang penjajah.

Sayangnya, begitu penjajah kolonialisme enyah dari bumi pertiwi, PSSI sebagai produk dan bagian dari politik melalui olah raga, justru dijalankan melenceng, ke luar dari rel, 22 tahun kemudian. Ini terjadi mulai dari PSSI menjadi anggota FIFA pada tanggal 1 November 1952 di Congress FIFA, Helsinki, Finlandia.

Catatan saya, 22 tahun setelah lahir, PSSI tidak melenceng dari tujuan. Baru kemudian di usia 22 tahun PSSI hingga 71 tahun berikutnya (2023), PSSI terus dijalankan melenceng. Luar biasa usia menjelang 93 tahun. Hanya bertahan 22 tahun rodanya memijak rel.

Apa dan siapa yang menjadi biang keladi PSSI melenceng sejak 1952 hingga 2023. Dia adalah Statuta dan Voter. Sejak PSSI mengenal Statuta, maka lahirlah Voter. Berikutnya, seperti ayam dan telur. Karena Statuta ada Voter. Ada Voter ada Statuta. Sesuai Statuta PSSI (bukan Statuta FIFA) siapa yang menjadi Voter. Lalu, sesuai Statuta, Ketua Umum dan Exco PSSI di pilih oleh Voter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun