Semoga tidak ada lagi kontroversi dan salah strategi di laga antara Prancis dan Maroko, seperti di laga Argentina vs Kroasia. Jadilah semi final kedua yang bersih dan berkualitas, tidak menciderai Piala Dunia 2022. Sebagai tim unggulan, Argentina-Prancis tidak harus dibantu.
(Supartono JW.14122022)
Pelajaran tentang kecerobohan Vatreni, Kroasia, yang harus dibayar mahal dengan kekalahan yang mudah dari Argentina di Stadion Lusail, Rabu (14/12/2022) dini hari WIB, tentu sama-sama dipetik oleh Prancis dan Maroko yang akan memainkan partai semi final berikutnya Kamis dinihari WIB, (15/12/2022) di Stadion Al Bayt.
Salah strategi, overconfident, gol kontroversi
Salah strategi plus gol kontroversi menjadi kunci utama, Kroasia tidak dapat mengulang pencapaian empat tahun lalu di Piala Dunia Rusia 2018.
Kroasia kalah sia-sia, padahal, lini pertahanannya begitu tangguh pada sepanjang turnamen. Hingga sampai memulangkan Brasil di perempat final. Tetapi, mereka takluk dengan terlalu mudah dalam 90 menit dari Argentina.
Yang pasti, Kroasia yang salah strategi, pun terlalu overconfident, lupa bahwa yang kali ini dihadapi, selain bernama Argentina, tim unggulan, sudah membaca betul kelemahan dan kelebihannya, juga ada Messi.
Kendati demikian, bila dalam laga Argentina versus Kroasia tidak ada kontroversi, hasil laga bisa berbicara lain. Â Sebab, gol pertama Argentina yang dicetak Messi dari titik putih, seharusnya tidak terjadi.
Herannya, saat sebelum pinalti dilakukan, mengapa pihak Kroasia seperti dihipnotis, tidak meminta wasit mengecek VAR, karena dalam beberapa kali tayangan ulang, kiper Kroasia, Dominik Livakovic nampak tidak melakukan pelanggaran, tetapi justru pemain Argentina, Julian Alvarez yang menabrak Livakovic. Wasit bukannya melihat VAR, malah melayangkan kartu kuning  Livakovic. Selain Livakovic Mateo Kovacic justru ikutan diganjar kartu kuning karena protesnya.
Namun keputusan wasit untuk memberikan Argentina tendangan penalti langsung menimbulkan perdebatan di antara para pakar dan penggemar di media sosial. Gary Neville, mantan kapten Inggris, menyebut keputusan wasit Daniele Orsato tidak tepat.
"Tidak, tidak sama sekali. Kiper berusaha keluar, dia melakukan gerakan ke arah kanan dan berhenti sebelum Alvarez melepaskan tendangan. Alvarez kemudian berlari dan menjatuhkan diri," cuitnya melalui Twitter, mengutip Sportstar.
"Ini bukan penalti. Apa yang bisa ia lakukan? Kiper mencoba membuat gerakan dan menyelamatkan bola, ia menjejakkan kakinya. Bila dia memang terus maju dan menjegal Alvarez, maka itu wajar. Namun dia berhenti dan saya tak tahu alasan wasit menilai itu penalti," tambahnya.
Sementara, mantan pemain internasional Inggris lainnya Ian Wright, pakar ITV, juga ikut berkomentar dan mengklaim itu bukan penalti.
"Mereka bahkan tidak memeriksa VAR. Saya tidak tahu mengapa. Itu bukan penalti," serunya.
Berikutnya, mantan pesepakbola Irlandia Roy Keane. "Saya setuju dengan para pemain, itu bukan penalti untuk saya," jelasnya.
Sudah diprediksi wasit kontroversi?
Sebelum laga semi final berlangsung, saya kaget ketika membaca berita dari Indosport.com. Indosport.com bahkan menulis judul pemberitaan yang tayang pada Selasa (13/12/2022) pukul 14.34 WIB, sekitar sebelas jam sebelum kick off laga Argentina vs Kroasia dengan judul:
"Profil Daniele Orsato Wasit Laga Argentina vs Kroasia di Piala Dunia 2022, Bakal ada kontroversial?"
Bahkan dalam pemberitaannya diulas bagaimana Daniele Orsato, wasit asal Italia ini cukup ramah dengan minim berikan kartu kuning buat Argentina, Kehadiran Daniele Orsato sebagai wasit juga seolah jadi jimat keberuntungan bagi skuad Lionel Scaloni.
Luar biasa. Ini media yang menulis, bukan peramal, tetapi benar terjadi kontroversi yang menguntungkan Argentina. Sebelum ini, sudah dua kali memimpin pertandingan Piala Dunia 2022. Pertama antara Qatar vs Ekuador di laga pembuka, dan kedua antara Argentina vs Meksiko di fase grup.
Pada saat laga krusial Argentina meladeni Meksiko karena Argentina sudah dikalahkan Arab Saudi, Daniele Orsato menkgeluarkan lima kartu kuning. Â Empat diberikan kepada pemain Meksiko dan hanya satu untuk Argentina.
Karenanya, selain dianggap cukup ramah dengan minim berikan kartu kuning buat Argentina, kehadiran Daniele Orsato sebagai wasit yang memimpin laga Argentina kali kedua di Piala Dunia Qatar ini, dianggap seolah menjadi jimat keberuntungan bagi skuad Lionel Scaloni.
Predikasi akan ada kontroversi pun terbukti.
Apakah hal ini disengaja oleh FIFA melalui tangan Orsato, agar Argentina melenggang ke final. Dan, skenarionya sudah dirancang sejak fase grup? Bila ini benar, maka Maroko pun bisa jadi korban berikutnya, karena ada yang membuat skenario partai final Argentina vs Prancis.
Yang pasti, kemenangan Argentina atas Kroasia, diawali oleh gol kontroversi. Berikutnya Kroasia membuat kesalahan sendiri karena terlanjur kemasukan dan harus membayar gol, tetapi strateginya justru menambah kehancuran sendiri, sebab di pihak lawan ada Messi dan Alvares.
Prancis diunggulkan, ada kontroversi lagi?
Atas adanya kontroversi dalam laga Argentina vs Kroasia yang nampaknya memihak Argentina dan Kroasia juga membuat kesalahan sendiri karena salah strategi, bermain terbuka, terlalu overconfident, sehingga laga menjadi kurang menarik dan usai hanya dalam waktu normal, semoga laga semifinal Piala Dunia 2022 yang kedua antara Prancis vs Maroko di Stadion Al Bayt, Qatar, Kamis dini hari nanti, tidak ada kontroversi lagi.
Prancis sebagai juara bertahan, asalkan menggunakan strategi yang cerdas, tidak bermain terbuka, saya pikir akan mampu mengakhiri laga dengan kemenangan tanpa harus dibantu oleh wasit.
Sebaliknya, Maroko juga dapat memenangi laga asal tidak salah strategi, tidak bermain terbuka, wasit memimpin dengan adil. Sehingga, laga semi final kedua ini akan menjadi tontonan dunia yang sportif.
Di luar kontroversi wasit alias bantuan wasit untuk Argentina, strategi Argentina bermain menunggu dan melakukan serangan balik mematikan, sepertinya dapat diadopsi oleh Prancis dan Maroko. Bila ini yang mereka lakukan, maka bisa jadi laga akan diakhiri dengan adu pinalti.
"Saya tak akan berusaha merancang rencana taktis khusus apa pun guna mengatasi Kylian," kata pelatih Maroko Walid Regragui seperti dikutip Reuters.
"Prancis juga memilik pemain-pemain lainnya yang bagus. (Antoine) Griezmann sedang berada di puncak permainannya dan bermain sangat baik sebagai penghubung antar lini. Ousmane Dembele juga pelengkap sempurna untuk Mbappe di sayap satunya lagi," sambung Regragui.
"Jika hanya fokus kepada Mbappe, maka itu salah besar. Mereka itu juara dunia, dengan pemain kelas dunia dan mereka akan bermain dengan segala yang mereka miliki. Kami hanya perlu fokus kepada apa yang bisa kami lakukan untuk menimbulkan masalah pada Prancis," kata Regragui lagi.
Tim Afrika Utara ini juga mendapatkan dukungan besar dari penonton Arab sejak fase grup yang mereka puncaki di atas Kroasia, Belgia dan Kanada. Lalu kemudian menyingkirkan Spanyol dan Portugal sebelum mencapai semifinal.
Maroko tangguh dalam bertahan dengan hanya kebobolan satu kali yang itu pun gol bunuh diri.
"Kami kini menjadi tim yang disukai semua orang karena kami telah membuktikan bahwa sekalipun tidak memiliki banyak talenta dan uang, kami bisa berhasil," kata Walid Regragui.
Pengalaman Deschamps, beban
Di sisi lain, bagi Prancis kali ini akan meladeni lawannya yang pembunuh para raksasa. Mereka juga akan bertanding di bawah tatapan penonton yang akan lebih banyak mendukung Maroko.
"Mereka bakal menarik manfaat dari dukungan yang sangat besar, saya sudah menyaksikan hal ini. Kami tahu ini akan menjadi laga yang sangat bising dan kami harus siap menghadapinya," kata pelatih Prancis Didier Deschamps.
"Dalam level ini muaranya selalu soal detail," kata Deschamps. "Kualitas saja tidak cukup, tapi dalam skuad ini juga ada kekuatan mental dan sedikit pengalaman."
Deschamps benar, selain membawa Prancis juara dunia 1998 saat menjadi pemain, sebagai pelatih, di Piala Dunia Rusia 2018, Deschamps juga membawa Prancis Juara Dunia. Kini, dengan kualitas dan pengalamannya, apakah Deschamps akan mengulangi prestasi itu?
Maroko sendiri akan tampil tanpa beban karena menang atau kalah mereka sudah dianggap pahlawan di mana-mana, khususnya di negaranya.
Sebaliknya, Prancis memanggul beban untuk menjadi negara pertama setelah Brazil 60 tahun silam yang berhasil mempertahankan Piala Dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H