Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

BBM Naik, Benarkah Pilihan Sulit dan Terakhir dengan Tetap Abai kepada Rayat Jelata karena Nyata Dampaknya?

3 September 2022   21:35 Diperbarui: 3 September 2022   21:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan, Bapak pun tahu lebih dari 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh golongan masyarakat mampu, yakni para pemilik mobil pribadi?

Lalu Bapak mengatakan:
"Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu," 

BBM naik, bukti pemerintah abai dan tidak peduli?

Kenaikan BBM Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter. Harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter, kira-kira akan terjadi dampak apa Pak Presiden? Apa dengan kucuran BLT yang masih banyak salah sasaran, kenaikan BBM tidak akan berdampak ke rakyat kecil?

Kenaikan harga BBM ini adalah bentuk abai dan tidak pedulinya pemerintah terhadap derita dan kesusahan rakyat kecil saat ini. Pemerintah lebih memilih menambah masalah rakyat dibanding memenuhi amanat untuk menyejahterakan rakyat dengan dalih BLT yang sama sekali tidak signifikan melawan semua dampak kenaikan harga BBM.

Dampaknya akan langsung dirasakan rakyat kecil, buruh, tani, nelayan, UMKM, karyawan dan pihak swasta dll. Kalau yang dapat gaji dari uang rakyat, tentu juga terdampak, tetapi tidak seberat rakyat lain tersebut.

Mengapa suara rakyat jelata tidak di dengar Pak Presiden? Bukankah sudah dikalkulasi oleh Bapak. BBM naik, pasti harga kebutuhan pokok naik. Kebutuhan  rakyat yang diperlukan pun akan meningkat pula. Sektor-sektor lain, seperti biaya pendidikan, kesehatan, pariwisata, infrastruktur, dan lain-lain, apakah akan diam saja tidak ikutan terdampak. Pasti terdampak.

Katanya konsisten dan komitmen untuk menjaga inflasi yang mereka targetkan, yaitu 3,3 persen. Tetapi, kenaikan harga BBM ini, sudah yakin akan menaikkan inflasi dan serta-merta menambah kemiskinan.

Menaikkan harga BBM, karena disebut Presiden merupakan pilihan sulit dan terakhir. Kalau saya ibaratkan, pemerintah ini "Lebih memilih membuat masalah pada lumbung padi, dari pada mengatasi tikus yang lebih banyak menikmati padi."

Artinya: Pemerintah lebih memilih tetap mengorbankan rakyat kecil (lumbung dan padi), dari pada tikus (orang kaya yang menikmati padi/BBM di dalam lumbung (subsidi dan dalam negara). Padahal, pemerintah sudah tahu, dari 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh golongan masyarakat mampu (tikus).

Bila sebuah lumbung padi (negara RI) ada  70 persen tikus (orang kaya) yang menikmati padi, dari pada rakyat jelata sendiri yang dikalkulasi hanya 30 persen. Apa sulitnya, membuat perbedaan harga BBM? Tapi ini, kenaikan disama ratakan untuk semua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun