Coba, teraktual, terus ramai di +62, orang gaji dan tunjangannya hanya berapa, tetapi punya rumah mewah, mobil mewah, gaya hidup keluarganya hedon. Bukannya aslinya tidak kaya harta? Tetapi miskin hati, pikiran, harta, karena gagal memahami hakikat kemiskinan.
Semoga, saya akan selalu ingat tentang hakikat kemiskinan itu, sehingga jujur bahwa saya ini memang harus terus belajar dan memperbaiki diri agar tidak miskin hati, tidak miskin kecerdasan otak dan emosi, sehingga mendapat harta yang halal. Meski masih terkategori miskin, harus diakui, tidak perlu gengsi dan sok gaya-gayaan mengaku kaya.Â
Memaksakan diri
Begitu pun dalam sikap keseharian, akibat kemiskinan yang sudah saya ungkap, banyak orang masih memaksakan diri dalam berbagai hal, meski faktanya, tak punya kemampuan untuk bertahan dan melanjutkan hal yang digeluti atau dikerjakan. Ini adalah bukti kemiskinan hati dan pikiran.Â
Pertanyaannya, untuk apa memaksakan diri? Untuk gaya? Untuk gengsi? Bisa hidup juga karena bergantung pada orang lain, hanya mengekor, hanya jadi parasit?
Bila tidak miskin hati, miskin pikiran (otak), miskin kecerdasan (kepribadian, mental, emosi dll), maka hidup itu membuat diri dan orang lain bahagia. Bukan mempersulit diri dan orang lain demi hal-hal yang tidak signifikan dan menunjukkan kebodohan.
(Supartono JW.25082022)
Takut kehilangan yang bukan milik, demi kaya harta, hidup hedon. Miskin hati dan pikiran, melengkapi budaya dan tradisi, meski terus melukai.
(Supartono JW.25082022)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI