Moderasi berarti penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini adalah serapan dari kata "moderat", yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah, sebab hadirnya media sosial menjadi pintu kebebasan berekspresi dan berkomunikasi setiap manusia tanpa sekat dan tanpa batas, pun bisa tanpa etika, tata krama, dan sopan santun.
Seiring dengan itu, media sosial juga semakin membukakan mata bahwa ternyata, manusia-manusia yang sudah mengecap dunia pendidikan formal pun, melalui komunikasi bahasa lisan dan tulisannya, melalui sikapnya, banyak yang tidak berbeda dalam kecerdasan intelegensi (otak) dan personality (kepribadian, mental, emosi) dengan manusia-manusia yang belum sempat mengenyam bangku sekolah atau kuliah. Tetap tak peka dan tak punya kepekaan.
Sehingga, manusia yang tidak peka dan tidak memiliki kepekaan, faktanya tidak dapat dibedakan dari sisi berpendidikan atau tidak berpendidikan, karena peka dan kepekaan adalah soal intelegensi/pikiran (otak) dan personality/pribadi (hati).
Gagal memahami, menguasai fungsi bahasa
Bisa jadi manusia-manusia yang gagal memiliki rasa peka dan kepekaan, adalah manusia-manusia yang gagal dalam menguasai bahasa atau gagal memahami fungsi bahasa dalam kehidupannya.Â
Bila setiap manusia paham dan menguasai fungsi bahasa untuk kehidupan, maka dengan bahasa komunikasi dalam setiap langkah gerak dalam kehidupannya, baik dengan bahasa Ibu (daerah) atau bahasa Indonesia, manusia akan menyadari mengapa INTELEKTUAL (otak) dirinya berkembang, banyak yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Mengapa dirinya berSOSIALisi dalam keluarga dan masyarakat? Mengapa dirinya mampu atau belum mampu mengendalikan EMOSIONAL? Mengapa dirinya mampu atau belum mampu mengANALISIS tindakan atau persoalan? Mengapa dirinya menjadi KREATIF, IMAJINATIF, INOVATIF atau bebal dalam kreativitas, imajinasi, inovasi? Mengapa dirinya hanya berIMAN di mulut, bukan dihati dan perbuatan?
Kata lainnya, bila manusia memahami dan menguasai fungsi bahasa dengan benar, maka dalam proses perkembangan dan kehidupannya, akan ada peekembangan dan kematangan dalam diri manusia yang yang signifikan, yaitu memiliki rapor intelektual, sosial, emosiinal, kreatif-imajinatif-inovatif, iman (ISEAKI) yang=LULUS.
Manusia yang lemah dan gagal tidak memiliki rasa peka karena tidak mudah merasa, tidak mudah terangsang, tidak mudah bergerak, lalai, tidak mudah menerima atau meneruskan pengaruh. Tidak memeka, yaitu tidak memedulikan, tidak memerhatikan. Â Tidak punya kepekaan yaitu tidak peka, tidak mudah bergerak, tidak ada kesanggupan bereaksi terhadap suatu keadaan, biasanya juga lemah dalam hal tahu diri, sadar diri, jauh dari rasa peduli, rasa memiliki, rasa empati-simpati, tidak santun, tidak rendah hati, tidak membumi.
Yang bebal peka dan kepekaan
Agar saya terus menjadi manusia yang peka dan memiliki kepekaan, tidak bebal (sukar mengerti atau tidak cepat menanggapi sesuatu), penting bagi saya memahami pondasi peka dan kepekaan itu.
Peka, memeka, dan kepekaan adalah sifat penting yang wajib dimiliki seseorang. Pasalnya, sifat peka memeka, dan  kepekaan sudah pasti mempunyai manfaat di kehidupan sehari-hari di antaranya: