Sudah begitu, banyaknya Klub Liga 3 yang pemiliknya juga bukan Sultan, maka menyiapkan tim pun dengan cara murahan. Merekrut pemain tanpa etika organisasi, asal comot, bak kehidupan di hutan.
Untuk apa di setiap Kabupaten, setiap Kota banyak Klub Liga 3? Apa punya Klub Liga 3 hanya buat gaya-gaya-an? Tetapi pola berpikirnya instan. Tiba saat, tiba akal? Pun tidak punya program pembinaan.
Untuk apa kuantitas tetapi tidak berkualitas? Mengapa setiap Asprov tidak ditentukan saja hanya ada 18 Klub Liga 3. 18 Klub itu pun yang terverifikasi, punya segala kemampuan dan persyaratan sebagai Klub Liga 3, membina pemain sendiri atau ada kerjasama dengan pihak lain, maka Liga 3 putaran setiap Asprov menjadi Kompetisi Penuh, bukan turnamen.Â
Dengan Liga 3 digelar menjadi kompetisi penuh di setiap Asprov, akan banyak sekali hal baik yang dapat dipetik, termasuk para pemain tidak makan dari sepak bola hanya mingguan/bulanan, tapi tahun.
Bagaimana PSSI? Apa sengkarut (tidak karuan)-nya EPA dan Liga 3 ini bisa disolusi agar tidak terus kusut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H