Kasihan Klub Liga 1 yang benar-benar telah melakukan pembinaan dan mengeluarkan banyak biaya demi membentuk Tim EPA di Klubnya, tapi Klub lainnya malah menjadikan EPA untuk hal yang memalukan.
Liga 3 sama memilukan, buat gaya-gaya-an?
Setali tiga uang dengan penyiapan Tim EPA oleh beberapa Klub Liga 1, yang instan, tidak menanam tapi memetik, dijadikan lahan bisnis, diperjual-belikan, tidak ada regulasi pemain yang menguntungkan SSB, dan tidak beretika, apa yang dilakukan oleh Klub-Klub Liga 3 pun sama.
Klub-Klub Liga 3 pun meniru budaya Klub Liga 1, Liga 2, dan penyiapan Tim EPA Liga 1. Membentuk tim dengan seleksi terbuka.Â
Bila untuk EPA, sasarannya mencari pemain istan, gratisan, dan dapat uang dari anak-anak SSB, maka Klub Liga 3 melakukan seleksi terbuka pada anak-anak yang masih SSB untuk membentuk Tim Soeratin (U-13, U-15, dan U-17). Sementara untuk kompetisi Liga 3-nya, pemain anggota Klub Askab/Askot lintas daerah menjadi sasarannya.
Atas situasi ini, seharusnya Asprov, Askab, Askot memiliki regulasi yang tegas. Tidak boleh Klub Liga 3 ikut-ikutan sembarangan melakukan seleksi terbuka, seperti EPA Liga 1. Jelas, yang direkrut adalah pemain yang sudah dibina dan menjadi anggota SSB dan Klub Askab dan Askot.Â
Jadi, bila pemain SSB dan Klub Anggota Askab dan Askot ada yang terpilih dan direkrut, Klub Liga 3 bersangkutan juga ada komunikasi dengan SSB dan Klub. Ada etikanya, ada suratnya, diketahui oleh Askab dan Askot.
Sebab, selama ini, berharap pada para pemain SSB, pemain Klub serta para orangtua pemain bersangkutan sangat sulit. Para orangtua, demi mimpi anaknya menjadi pemain EPA, Klub Liga 3 hingga pemain Timnas, menabrak semua regulasi di SSB mau pun Klub.Â
Malah, ikut seleksi terbuka untuk EPA atau Klub Liga 3 pun diam-diam, kucing-kucingan. Sama dengan para pemain yang direkrut Klub Liga 3. Mereka pikir, mereka bisa masuk Tim EPA atau Liga 3 adalah hasil jerih payahnya sendiri. Mengabaikan SSB dan Klub yang telah berdarah-darah membina, mengarahkan, hingga membiayai.
Banyaknya Klub Liga 3 yang tampil di setiap Asprov, sejatinya menjadikan sepak bola nasional sangat semarak. Selain itu, para pesepak bola yang direkrut oleh Klub Liga 3 juga mendapatkan kontrak yang imbasnya ada transpor/honor/gaji.Â
Liga 3 pun seolah membuka lahan pekerjaan. Sebab banyak para masyarakat yang kini hanya menggantungkan hidup hanya dari bermain sepak bola. Sayangnya, Liga 3 bentuknya turnamen, musiman, sehingga tak dapat menggaransi para pesepak bola untuk hidup dari honor di liga 3.