Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Hasil Survei dan Signifikansinya, tentang Kecerdasan Indonesia

27 Juni 2022   12:51 Diperbarui: 27 Juni 2022   13:17 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Hingga pernyataannya menyinggung dan menyakiti masyarakat, sebab tidak atau kurang cerdas otak dan kurang atau tidak cerdas mental, maka akan signifikan berpengaruh pada kualitas kompetensi sesuai bidang yang ditekuni.

Setali tiga uang, rakyat Indonesia juga mahfum, paham, mengerti, tahu akan dunia politik yang hanya berkutat dan bermain pada kepentingan-kepentingan licik, rakyat hanya dijadikan atas nama. Tetapi skenario dan penyutradaraannya sangat mudah dibaca dan dicerna ke mana arahnya.

Reshuffle kabinet?

Saat Presiden membentuk Kabinet Pemerintahan Republik Indonesia (RI), dengan mengangkat para menteri dan pejabat terkait karena kepentingan partai, oligarki, dan dinasti, maka reshuffle kabinet seolah menjadi hal wajar sejak era Reformasi. Dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden Jokowi.

Pertanyaannya, sudah berapa Menteri dan Pejabat Negara yang terkena reshuffle? Apa alasan reshuffle? Apa karena kinerjanya buruk atau sekadar mengakomodir jatah untuk partai politik dan orang dekat Presiden?

Dua alasan tersebut,  mendeskripsikan gagalnya SDM bersangkutan dalam hal kecerdasan otak dan mental. Direshuffle karena kinerja buruk, siapa yang tak cerdas intelegensi dan personality? Lalu, mengapa sudah dipilih tetapi direshuffle? Berarti tidak cerdas saat memilih? Atau direshuffle demi jatah dan bagi-bagi kursi agar merata?

Rapor TIPS sepak bola

Dalam kehidupan nyata masyarakat, semisal di olahraga sepak bola. Kehadiran pelatih asing asal Korea Selatan, Shin Tae-yong (STy) pun berani jujur dan membuka mata publik sepak bola nasional bahwa rapor para pemain Timnas dalam teknik, intelegensi, personality, dan speed (TIPS) juga belum lulus, hingga STy harus mengulang kompetensi TIPS pemain Timnas dari nol lagi.

Terbaru, ada Trofeo Ronaldinho, tetapi yang punya kepentingan, panitianya, para pelatih dan pemainnya, seperti tidak paham ajang itu untuk apa. Publik sampai dibuat geram.

Dan, yang terus konsisten memperkeruh suasana dan mengancam disintegrasi bangsa, aktornya para buzzer, sutradara dan siapa yang membiayai, pun terus dibiarkan eksis dan merajalela oleh pihak keamanan. Siapa yang di sini cerdas?

Bila di berbagai segi kehidupan saya kupas, maka semua persoalan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia ini, akar masalahnya sama, SDM Indonesia masih gagal dalam dunia pendidikan. Sudah begitu, juga jauh dari kehidupan sastra dan bersastra yang mendidik dan mengajarkan tentang moral, budi pekerti, tata krama, sopan-santun, etika, tahu diri, rendah hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun