Perbedaan memulai dan mengakhiri puasa di Indonesia juga pernah beberapa kali terjadi. Seperti pada Ramadan tahun 1435 Â atau 2014 Masehi. Ada yang memulai puasa pada tanggal 28 Juni, sedangkan pemerintah melalui sidang Isbat bersama ormas-ormas Islam menentukan tanggal 29 Juni 2014.
Tetapi saat itu, menurut hitungan hisab, akhir Ramadan dan masuk bulan Syawal terjadi bersama. Jatuh pada hari dan tanggal yang sama. Konsekuensinya, ibadah Ramadhan ada yang puasa 29 hari, adapula yang 30 hari.
Apakah perbedaan yang sama pernah terjadi pada masa lalu dan zaman Rasulullah?
Zaman Rasulullah perbedaan tersebut pernah terjadi. Meskipun masih harus dikaji apakah pada masa Rasulullah juga terjadi pada tempat yang sama tetapi berbeda mulai puasanya? Seperti yang terjadi di Indonesia.Â
Rasulullah pernah berpuasa 30 hari dan berpuasa 29 hari. Karena itulah, ini dijadikan pedoman oleh para ulama, menjalankan ibadah puasa 29 atau 30 hari seperti yang terjadi sekarang di Indonesia. Adalah oleh Muhammadiyah dan Pemerintah dengan metodenya masing-masing.
Sejatinya, menyangkut rukun Islam dan keyakinan Islam, hari-hari puasa telah ditentukan, dan cara memulainya dengan menyaksikan masuknya bulan (QS Al-Baqarah 184-185). Terkait dengan cara penetapan mulai puasa, ada beberapa hadits yang dapat dijadikan pedoman.
(1) Hadits Rasulullah:Â "Janganlah kamu berpuasa (Ramadan) sehingga melihat tanggal (satu Ramadan) dan janganlah berbuka (mengakhiri puasa Ramadan) sehingga melihat tanggal (satu Syawal). Jika dihalangi oleh awan/mendung maka kira-kirakanlah."Â (H.R. Bukhari Muslim dari Ibnu Umar).
(2) Hadits tentang perintah melihat hilal:Â "Berpuasalah (Ramadan) karena melihat tanggal (satu Ramadan). Dan berbukalah mengakhiri puasa Ramadan karena melihat tanggal (satu Syawal). Apabila kamu terhalangi, sehingga tidak dapat melihatnya, maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban tiga puluh hari."Â (Bukhari Muslim dari Abu Hurairah).
Untuk menyatukan pentingnya persatuan mendasari pada perintah dalam Surat QS An-Nisa: 59 yang terjemahnya:Â "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (AlQuran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Dalam hadits Rasulullah yang lain, juga menyebut:Â "Wajib bagi kalian untuk taat (kepada pemimpin), meskipun yang memimpin kalian itu seorang hamba sahaya Habsyi."Â (H.R. Bukhari dari Irbadh bin Sariyah).