Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Saya, Miskin Hati?

25 April 2022   06:29 Diperbarui: 25 April 2022   07:18 4919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW.

Menyambut Idul Fitri 1443 Hijriah, terlebih jelang berakhirnya fase 10 hari ketiga ibadah Ramadhan, dalam suasana yang berbeda dengan dua tahun sebelumnya, karena pandemi corona, kini melihat masyarakat Indonesia pada umumnya, tak akan habis kita bertanya. 

Pasalnya, antara realita atau kenyataan yang dihadapi dengan gaya hidup tetap saja bertolak belakang. Masyarakat tetap saja banyak yang memaksakan diri. Hal yang paling mencolok mata adalah fakta bahwa khususnya hampir semua tempat penjual pakaian, atau tempat kebutuhan untuk Lebaran, mau toko pakaian bekas mau pun baru, dari toko kecil, pasar tradisional, sampai mal, semua dipadati masyarakat.

Dari beberapa masyarakat yang saya tanya, katanya Lebaran kan setahun sekali, jadi beli kue Lebaran atau baju baru dan lainnya, seolah menjadi hal wajib dan tidak boleh ditawar. Yang mewajibkan, dirinya sendiri, tanpa mengukur kondisi keuangannya mendukung atau tidak. 

Singkat kata, faktanya memang masih banyak masyarakat yang ekonomi lemah atau miskin harta, tetapi melihat gaya hidup masyarakat lain yang memang cukup atau berkecukupan uang dan harta, masyarakat yang tak berpunya, jadi ikut-ikutan memaksakan diri. 

Baru dapat rezeki berupa uang bantuan sosial atau uang donasi atau uang apa pun, langsung saja tanpa pikir panjang langsung dibelanjakan untuk kebutuhan Labaran yang tak primer. Sementara yang primer terlupakan oleh euforia (gembira berlebihan) Lebaran dan gaya hedon.

Pendidikan dan budaya

Masyarakat kita yang miskin harta, banyak yang sangat kesulitan memegang atau menyimpan uang, tapi sangat mudah membelanjakan pada hal-hal yang tak prioritas, karena dorongan psikologis mau pun dorongan sosialnya lebih besar dibanding pola berpikirnya.

Sebaliknya, masyarakat kita yang kaya harta, juga sangat sulit melepas atau berbagi hartanya dengan atau untuk orang lain,  karena sifat dan tabiatnya.

Hal ini, di antara penyebabnya adalah:
Pertama, kegagalan pendidikan dalam keluarga yang turun-temurun.
Kedua, kegagalan pendidikan formal.
Ketiga, pengaruh budaya hidup hedon di keluarga dan lingkungan masyarakat.
Keempat, pengaruh budaya kikir di dalam keluarga dan lingkungan masyarakat.
Kelima, kegagalan pendidikan agamanya.
Keenam, kaget menjadi orang kaya baru (OKB) atau terbiasa miskin harta.

Istimewanya 10 hari terakhir

Dari fenomena tersebut, agar saya/kita terhindar dari atau menjadi orang yang kikir dan miskin hati, teruslah berusaha menyadari bahwa bulan Ramadhan ini adalah bulan istimewa. Sebab, dalam setiap waktunya, detik, menit, jam, hari, minggu, hingga satu bulan ibadah Ramadhan, semuanya adalah waktu yang istimewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun