Mencari keuntungan pribadi dan golongan di bulan penuh berkah dan ampunan, mengapa masih dilakukan? Ingat! Doa orang-orang teraniaya itu, dahsyat dan mustajab. (Supartono JW.04042022).
Kisah ini saya angkat, sebab banyak yang bertanya, mengapa bulan Ramadhan, rakyat juga terus dicecar untuk lahan cari keuntungan?
Pandemi corona menjelang jadi endemi bila semua masyarkat tetap patuhi protokol kesehatan, mudik bebas pun jangan sampai ada wacana ditarik kembali oleh rezim.
Pasalnya, sebagai rakyat biasa, saya sampai tergagap mengikuti jejak langkah kebijakan pemerintah sekarang yang terus melucurkan peraturan dan kebijakan bak roket yang menggelegar di tengah perang Rusia-Ukrania, tapi ini terjadi dan terus menghantam rakyat Indonesia.
Hati dan pikiran rakyat?
Akibat semua meroket, kira-kira rakyat Indonesia sekarang apakah tetap percaya dan mendukung pemerintah dan parlemen? Termasuk kepada partai yang menjadi kendaraan mereka hingga menjadi elite yang duduk di tahta. Tetapi elite yang nampak  rakus harta dan gila kedudukan, tak peduli kepada penderitaan rakyat?
Lihatlah, cara-cara lama tetap dipakai untuk tetap dapat merebut hati dan pikiran rakyat. Kini setelah dibikin muter-muter menderita, rakyat seolah dibela dan dipedulikan dengan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng. Hmmm pasti rakyat berebut kan? Pintarnya?Â
Seolah masalah minyak goreng akan selesai ya? Sebab, penjinak rakyat bernama BLT minyak goreng sudah diturunkan. Tapi berikutnya apa?
Ternyata lepas dari episode minyak goreng, pemerintah justru terus tega meluncurkan episede penderitaan rakyat. Kali ini episode itu banyak pihak yang menyebut sebagai episode pandemi meroket.Â
Pandemi meroket karena harga-harga yang berhubungan dengan hajat hidup rakyat, semua naik. Tapi pemimpin partai yang justru sekarang sedang mencengkeram negeri ini, malah meminta rakyat kreatif akibat ulah mereka. Saat mereka tak menjadi penguasa, begitu harga-harga naik, ada episode bercucur air mata kesedihan, lho. Tapi kini mereka bukan rakyat, tapi malah bikin rakyat menangis.
Luar biasa, penderitaan akibat corona belum reda. Banyak rakyat yang masih menganggur karena imbas PHK dan tutupnya usaha. Nafas kehidupan masih sesak akibat harus selalu patuh kepada peraturan pemerintah yang plin-plan, tapi menguntungkan kepentingan kelompok mereka sendiri.Â