Harus dipahami bahwa memaksakan perpanjangan masa jabatan Presiden, jelas tindakan yang membangkang terhadap konstitusi. Tetapi, manuver para penggaung yang bikin kisruh dan gaduh karena jelas-jelas untuk cari muka dan cari keuntungan pribadi dan kelompok, benar-benar mempertontonkan sikap arogansi dan masa bodoh di hadapan rakyat Indonesia. Bahkan kabarnya, ada.pihak yang sampai mencatut atas nama rakyat dengan menyebut pakai Big Data segala, ratusan juta rakyat mendukung Presieden Jokowi 3 periode.
Mirisnya, gencarnya pemberitaan oleh media massa, entah wajar atau dibayar dalam mengeksploitasi dukungan jabatan tiga periode, seolah menjadi justifikasi atau pembenaran bahwa konstitusi mudah diubah-ubah semaunya.
Banyak pihak berpikir yang menggaungkan jabatan Presiden ditambah, tak paham Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasalnya, jelas UUD 1945 mengatur bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi maksimal 2 periode dengan lama masing-masing periode 5 tahun.
Tetapi, sesuai identifikasi siapa yang pertama mencuatkan usul Jokowi tiga periode hingga diikuti oleh aparat desa, mustahil mereka tak paham UUD 1945. Jadi, wacana 3 periode memang sengaja dibikin dan mereka pura-pura tutup mata dan hati. Dan terus berusaha agar Jokowi setuju.
Presiden tak tegas, bersayap?
Ironisnya, meski usulan jabatan tiga periode terus menggelora, Presiden Jokowi pada Rabu (30/3/2022) seperti dikutip beberapa media massa menyebut bahwa dia mengaku sudah sering mendengar usulan perpanjangan masa jabatan presiden. Namun, terkait ini, dia berjanji bakal mematuhi konstitusi.
Atas pernyataan Jokowi, banyak pihak pula yang menanggapi bahwa sikap Jokowi hanyalah menikmati langgam permainan politik untuk memperpanjang masa jabatannya. Atau jangan-jangan perpanjangan periode memang ide yang punya kepentingan?
Sampai detik ini pun, lingkaran Istana Presiden terus menerus berkelit dengan argumen TAAT KONSTITUSI tetapi gencar menyebut MEMBUKA RUANG DEMOKRASI. Lucu, kontraproduktif.
Jelas, pilihan kata itu tak ubahnya hanya permainan diksi untuk bermain aman guna membuka ruang manuver lewat pernyataan-pernyataan bersayap.
Mengapa Presiden tak tegas menyatakan dirinya menolak wacana penundaan pemilu dan perpanjangan Presiden dan  menegaskan bahwa pemilu akan tetap digelar sesuai jadwal pada 14 Februari 2024? Tapi malah hadir dalam acara yang dibuat oleh aparat yang ikutan menggaungkan jabatan tiga periode?
Sepertinya, kegaduhan memang sengaja dibuat hanya sekadar untuk meninjau respon berbagai pihak dan rakyat. Padahal, niat mengubah konstitusi dan menambah jabatan Presiden menjadi tiga periode sekaligus menunda Pemilu, memang bukan isapan jempol. Tapi memang keinginan dan permintaan yang tidak bisa ditawar karena ada kepentingan yang harus.dilanjutkan.