Minyak goreng pun jadi sasaran, sebab, siapa penguasa minyak goreng di negeri Katulistiwa ini? Tentu tak jauh dari para pemodal yang saling terkait. Minyak goreng dibikin langka. Harga pun naik.
Sampai-sampai pemerintah pun, mungkin memang sesuai skenario, harus mengalah kepada pengusaha minyak goreng dan mengorbankan rakyat.
Jelas, mungkin si penguasa minyak goreng, juga kelompok yang sama. Kelompok pemodal partai yang akhirnya dapat menjadi penguasa negeri.
Lucunya, mungkin demi mengalihkan perhatian sekaligus seolah agar dibilang punya rasa empati dan simpati, ada pihak yang ahlinya hanya orator, meminta para ibu-ibu kreatif. Pasalnya, memasak tidak harus selalu dengan minyak goreng, tapi bisa direbus. Di dunia maya, para tukang twitt pun terus menggelora, membela yang membayar mereka, meski kerjanya cuma mengadu domba dan meriuhkan suasana. Bayarannya juga dari uang rakyat. Mikir ga sih?
Inilah kisah Indonesia terkini. Bila waktu sehari semalam bisa 100 sampai 1000 jam, maka sepanjang waktu itu pula, orang-orang serakah dan rakus akan terus memainkan peran demi mempertahankan apa yang kini sedang digenggam. Marah-marah juga jadi pertunjukkan bersambung.
Jabatan dua preiode sesuai konstitusi pun, digoyang untuk bisa diubah menjadi tiga periode. Mengapa tidak sekalian empat, lima periode atau seumur hidup? Menyedihkan. Seolah mereka akan hidup 100 atau 1000 tahun. Kasihan, hidupnya selalu ketakutan. Ketakutan kehilangan yang bukan milik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H