Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tong Kosong, Ilmu Padi, Politik Balas Budi, dan Ketakutan Kehilangan yang Bukan Milik

31 Maret 2022   13:09 Diperbarui: 31 Maret 2022   13:21 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minyak goreng pun jadi sasaran, sebab, siapa penguasa minyak goreng di negeri Katulistiwa ini? Tentu tak jauh dari para pemodal yang saling terkait. Minyak goreng dibikin langka. Harga pun naik.

Sampai-sampai pemerintah pun, mungkin memang sesuai skenario, harus mengalah kepada pengusaha minyak goreng dan mengorbankan rakyat.

Jelas, mungkin si penguasa minyak goreng, juga kelompok yang sama. Kelompok pemodal partai yang akhirnya dapat menjadi penguasa negeri.

Lucunya, mungkin demi mengalihkan perhatian sekaligus seolah agar dibilang punya rasa empati dan simpati, ada pihak yang ahlinya hanya orator, meminta para ibu-ibu kreatif. Pasalnya, memasak tidak harus selalu dengan minyak goreng, tapi bisa direbus. Di dunia maya, para tukang twitt pun terus menggelora, membela yang membayar mereka, meski kerjanya cuma mengadu domba dan meriuhkan suasana. Bayarannya juga dari uang rakyat. Mikir ga sih?

Inilah kisah Indonesia terkini. Bila waktu sehari semalam bisa 100 sampai 1000 jam, maka sepanjang waktu itu pula, orang-orang serakah dan rakus akan terus memainkan peran demi mempertahankan apa yang kini sedang digenggam. Marah-marah juga jadi pertunjukkan bersambung.

Jabatan dua preiode sesuai konstitusi pun, digoyang untuk bisa diubah menjadi tiga periode. Mengapa tidak sekalian empat, lima periode atau seumur hidup? Menyedihkan. Seolah mereka akan hidup 100 atau 1000 tahun. Kasihan, hidupnya selalu ketakutan. Ketakutan kehilangan yang bukan milik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun