Akhirnya, yang ada adalah budaya menebar kisruh dan permusuhan, dengan mengatasnamkan demi kebenaran dan kebaikan menurut versinya sendiri. Luar biasa.
IKN baru, benar dan baik, kah?
Terkait menebar kebenaran dan kebaikan, Â kini sangat hangat terjadi di negeri ini. Contoh nyatanya adalah praktik menebar kebenaran dan kebaikan, dalam hal Ibu Kota Negara (IKN) baru Republik Indonesia (RI). Tentu, dari pihak yang punya ide, melahirkan IKN baru adalah perbuatan benar dan baik sesuai pemikirannya, karena ada pengaruh internal dan ekternal.
Karenanya, si empunya ide yang tentu saja secara internal memiliki maksud dan tujuan. Pun ada faktor eksternal yang mendukung, sekaligus sedang memegang amanah menjadi penguasa negeri, maka melahirkan IKN baru adalah perbuatan menebar kebenaran dan menebar kebaikan sesuai versinya.
Sudah begitu, karena sedang menjadi penguasa, lalu didukung oleh faktor eksternal kelompok dan golongannya, pun dengan mudah menggandeng Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memuluskan mimpinya, seperti main sulap, RUU IKN baru pun diketuk oleh DPR yang menganggap dirinya mewakili rakyat.
Bila benar IKN baru dengan segala dalih dan prosesnya adalah perbuatan menebar kebenaran dan kebaikan, mengapa mendapat perlawanan dalam bentuk kritik, respon, kegelisahan, kekawatiran dari rakyat yang tidak pro terhadap lahirnya IKN baru?
Di berbagai media massa, medsos, di media televisi, rakyat di beberapa golongan dan beberapa pihak yang tidak setuju lahirnya IKN baru pun tak sekadar cuap-cuap bahwa proses lahirnya IKN baru dengan RUUnya, bukan langkah yang benar dan baik.Â
Tetapi, melengkapi dengan fakta-fakta dan data, mengapa mereka tak setuju, tak menganggap IKN baru adalah mega proyek yang benar dan baik, di tengah rakyat Indonesia dalam situasi ekonomi yang sulit, bukan hanya imbas dari pandemi corona.
Sebelum corona datang, bicara perikemanusiaan dan perikeadilan di RI, terus menjadi khayalan bagi rakyat. Pasalnya, perikemanusiaan dan perikeadilan hanya berlaku bagi kelompok dan golongan yang sedang diberikan amanah memimpin negeri, tetapi tak amanah untuk rakyat. Hukum menggelinding tumpul ke atas, tajam ke bawah.
Hasilnya, IKN baru, bukanlah produk menebar kebenaran dan menebar kebaikan bagi rakyat. Tetapi menebar kebenaran dan kebaikan sesuai versi mereka, demi kepentingan-kepentingan yang memberikan modal, oligarkinya, dinastinya, dan sekadar mau menciptakan sejarah di Indonesia dan dunia bahwa IKN baru RI, dilahirkan dan dibuat oleh masa kekuasaan mereka.
Sebab pemimpin negeri dan pemerintahannya, berduet dengan DPR sebagai wakil rakyat yang amanahnya justru untuk sang tuannya, bukan untuk rakyat, maka perilaku yang tak sesuai perikemanusiaan dan perikeadilan malah  dibalas dan diteladani oleh rakyat. Rakyat pun bangkit dan membalas sikap dan perbuatan yang tak merakyat.