Entah. Tiba-tiba, nama calon Ibu Kota Negara (IKN) baru Republik Indonesia yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) malah lebih nyaring menjadi perbincangan di media massa dan media televisi, ketimbang masalah UU IKN yang ternyata diketok palu oleh DPR secara senyap.Â
Rakyat pun kaget.Apa nama IKN baru, memang sengaja digoreng demi mengalihkan isu, karena DPR jadi seperti kerbau dicucuk hidungnya oleh pemerintahan Jokowi?
Pengesahan RUU IKN?
Bagaimana tidak, banyak pihak menilai pengesahan RUU ini tergesa-gesa, seolah dipaksakan, dan sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat. Tetapi, DPR malah mengetuk palu persetujuan untuk UU Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur itu.
Banyak pihak pun menyoroti tentang Pemerintahan Jokowi yang sangat berambisi melahirkan IKN baru, dan sukses pula menaklukan DPR. Berbagai pihak pun tetap.waspada akan akibat buruk  dari perpindahan itu bagi rakyat, bangsa, dan negara.
Dari peristiwa IKN baru ini, semakin nampak bahwa kedaulatan rakyat seperti sudah tak ada harganya. Rakyat hanya sekadar untuk diatasnamakan. Wakil Rakyat mati kutu di depan Pemerintah. Pemerintah pun bertekuk lutut kepada yang empunya kepentingan.
Menyangkut DPR, kini sudah bak sinetron. Â
Teriakan keras pada persidangan hanya bagian dari sandiwara dan pencitraan semata. Pasalnya, apakah sebelum rencana perpindahan IKN digulirkan, Presiden dan pemeintahannya benar-benar  telah menyerap aspirasi rakyat? Kini, DPR malah jadi.kendaraan pemerintah, sampai ada pihak yang menyebut bahwa DPR itu bukan lagi kepanjangan dari Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi telah berubah menjadi Dewan Perwakilan Rezim. Miris.
Sandiwara memuluskan terwujudnya impian IKN baru, bagi pihak yang berkepentingan, nampak mudah terbaca. Ada naskah dan penyutradaraan antara Pemerintah dengan DPR dalam upaya menggoalkan Undang-Undang yang sarat dengan kepentingan.
Rencana IKN baru ini pun menjadi pertanyaan rakyat. Kira-kira bagaimana soal sumber keuangan untuk pembangunannya? Bagaimana kemampuan memindahkan pegawai pemerintahan? Akan seperti apa status sosial penduduk Ibu Kota Negara baru? Dan, apakah Ibu Kota Negara baru akan aman?
Lalu, sejatinya, untuk siapa Ibu Kota Negara baru itu? Sebab, sudah diterka siapa yang akan mampu membeli tanah dan membangun rumah dan gedung-gedung  disana? Sudah terbaca, siapa yang akan mampu membangun jaringan usaha di area yang benar-benar baru? Apakah mereka penduduk Pribumi? Atau penduduk lain? Atau yang empunya kepentingan?
Dari pertanyaan-pertamyaan tersebut, sepertinya yang tahu jawabannya, ya Pemerintah dan Presiden Jokowi, serta DPR. Apakah akan membikin rakyat pribumi dan Indonesia sejahtera? Apakah IKN baru akan signifikan dengan perikeadilan dan perikemanusiaan?
Jadi, IKN baru ambisi siapa? Proyek besar siapa? Siapa yang akan diuntungkan? Apa rencana IKN baru bukan penjajahan jenis baru? Adakah kira-kira nanti yang tergadai? Lalu, saat tak sanggup menebus, jadi milik yang berkepentingan?
Apakah langkah DPR mengetuk palu mengesahkan RUU IKN baru, benar? Tepat? Pasalnya, rakyat tahu, DPR terus melanjutkan kebiasaan buruk dalam membuat UU sebagaimana UU KPK, Minerba, Perpu Pandemi, hingga UU Cipta Kerja dengan diam-diam, minim masukan publik, masa bodoh atas reaksi rakyat, serta hanya berorientasi pada pihak yang berkepentingan, oligarki?
Bila tulus, nama IKN sesuai aslinya!
Kembali kepada nama IKN baru. Dari cara kerja DPR yang senyap dan tak melibatkan aspirasi rakyat dalam ketok palu RUU IKN. Lalu, Jokowi yang malah memberi nama calon IKN baru dengan nama Nusantara, sepertinya memang ada niat tak tulus dalam proyek IKN baru ini.
Sepertinya, memang ada kepentingan. Sebab, bila tidak, mengapa harus repot-repot mencari nama baru untuk IKN? Hargai nama daerah aslinya yang dijadikan area IKN baru. Itu akan tetap menjadi kebanggaan rakyat di Kalimantan Timur, pun rakyat Indonesia juga akan mahfum. Sebab, IKN baru memang tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Mengapa harus bikin nama baru Nusantara segala? Mengapa tidak tetap bernama Penajem Paser Utara atau dibikin akronim semisal (1) PEPAUT atau (2) JEMPARA atau (3) PESERRA atau (4) PEPARA dan lainnya?
Lihat, nama Ibu Kota Negara RI sekarang. Tetap sesuai nama aslinya JAKARTA. Sesuai nama terakhir, sebab Kota Jakarta memilik nama sesuai sejarahnya. Pernah bernama Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, lalu kini tetap Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H