Ada proposal dirikah dalam kehidupan saya? Kalau ada, seperti apa, sih? Ada loh, orang yang sampai bikin proposal (skenario dan penyutradaraan) untuk dapat ke luar dari pekerjaan formalnya, karena adanya ketidakadilan dan pendzaliman dari pimpinannya. Ini tergolong tak populer, tapi terjadi. Normal tidak, sih? Ya, normal saja. Itu namanya proposal diri. Untuk kebutuhan diri sendiri, meski tetap melibatkan orang lain.
Yang normal dan wajar, Â proposal itu dibikin oleh orang untuk usaha, melamar pekerjaan, melakukan kegiatan, dll. Tetapi bicara proposal diri, memang belum mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia.
Selama ini, proposal itu hanya identik dengan kegiatan yang ada kepanitiannya, kontrak kerjasama, dan sejenisnya. Padahal para elite di negeri ini, proposal sudah menjadi barang biasa demi mewujudkan kepentingannya.
Mau jadi politikus? Mau duduk sebagai pemimpin daerah? Duduk di parlemen atau pemerintahan? Ada proposalnya. Ada skenario dan penyutradaraannya.
Bikin kebijakan yang berpihak dan menguntungkan yang punya kepentingan, yang punya kuasa? Melibatkan keluarga dalam bisnis dan politik serta parlemen? Semua ada proposalnya. Sampai hal terkait Covid-19, ada skenario dan sutradaranya. Apalagi untuk dinasti politik, oligarki dan sekawanannya. Ada proposalnya, skenario, dan penyutradaraanya.
Berubah menunggu tahun baru?
Dalam budaya kehidipan sehari-hari masyarakat kita, proposal adalah barang asing dan tak mendarah daging. Padahal mau melakukan apa pun, proposal diri menjadi syarat mutlak untuk menuai keberhasilan.
Tetapi bicara tahun baru, tradisinya juga dijadikan sebagai tonggak perubahan oleh masyarakat kita dan dunia.
Mengapa mau berubah dari hal yang negatif kepada hal positif atau benar dan baik demi langkah maju dan bangkit dari situasi dan kondisi dan lain sebagainya, harus menunggu pergantian tahun?
Selama ini, hadirnya tahun baru, baik berdasarkan penanggalan Hijriah maupun Masehi, selalu menjadi wacana bagi individu maupun kelompok dan golongan serta masyarakat, menjadi titik awal langkah untuk perubahan yang lebih baik dan sejenisnya baik tentang sikap dan perilakunya, karakternya, kehidupannya, pekerjaannya, usahanya, pendidikannya, kreativitas dan inovasinya, hingga keimanannya, dll.
Mengapa tahun baru selama ini dijadikan wacana untuk berubah seperti demikian? Siapa yang memulainya? Siapa yang menjadikan hal itu menjadi budaya?
Jawabnya, peradaban yang telah mengajarkan dan mendidik umat manusia, sejak makhluk bernama manusia di hadirkan ke bumi.
Dari berbagai literasi, kebudayaan, adat istiadat, agama, hingga pendidikanlah yang telah menuntun umat manusia untuk memulai hal-hal yang benar dan baik di setiap awal langkah menjalani segala jenis kegiatan kehidupan.
Semasa umat manusia  masih memeluk kepercayaan di zamannya, upacara dan ritual menjadi doa di awal langkah. Saat manusia sudah memeluk agama, sudah masuk dunia pendidikan, ajaran bahwa langkah awal, langkah baru menjadi pijakan untuk keberhasilan tujuan, maka diawali dengan ritual, pancang niat, doa.
Sebelum ritual atau pancang niat atau doa dipanjatkan siapa pun pelaku yang akan melakukan langkah baru, juga wajib sudah memiliki rencana/program dan sejenisnya yang matang. Sebab, percuma melakukan langkah baru, ada pancang niat dan doa, tetapi rencana dan program tidak matang.
Rencana, program
Rencana dan program itu sekurangnya, secara ilmiah, meski dilakukan untuk individu atau pribadi, tetap wajib sudah ada latar belakangnya. Latar belakang ini sangat vital untuk dijadikan patokan langkah. Dalam latar belakang akan terdeskripsi mengapa saya harus melakukan langkah atau tindakan atau kegiatan, atau usaha atau pekerjaan dan sebagaianya, sehingga saya akan memiliki identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan, sasaran, pelaksanaan, hingga selalu ada kesimpulan akhir dari rangkaian langkah diakhiri dengan instrospeksi dan refleksi bernama evaluasi yang di dalamnya akan ada kritik dan saran untuk perbaikan langkah selanjutnya.
Rencana dan program ini wajib dibuat oleh setiap individu sampai kelompok demi suksesnya langkah yang akan ditempuh dan dilalui.
Rencana dan program yang tertulis, lebih baik dibanding hanya sekadar niat, tak ada catatan, dan ujungnya langkah dan niat melakukan perubahan hanya sekadar wacana dan wacana, tidak tercapai tujuan, tidak terealisasi cita-cita, hanya sebatas mimpi.
Dari catatan tersebut, tidak apa awal tahun baru dijadikan tonggak awal untuk langkah baru, perubahan, perbaikan dan sejenisnya. Tetapi dari berbagai ajaran dan pendidikan serta budaya dan adat istiadat, melakukan langkah baru, perubahan, perbaikan itu bisa dilakukan pada setiap waktu. Tidak harus menunggu datangnya tahun baru.
Semisal melakukan langkah baru, perubahan, dan perbaikan karakter diri seperti menjadi manusia yang rendah hati, penuh sopan-santun, beretika, penuh simpati-empati, tahu diri, tahu membalas budi, berakhlak mulia, hingga dapat diterima sampai menjadi panutan dan teladan di tengah keluarga, saudara, teman, sahabat, lingkungan sekolah/kampus, lingkungan pekerjaan, hingga di tengah masyarakat, tak harus menunggu tahun baru. Itu bisa dilakukan setiap saat.
Proposal kehidupan
Untuk itu, setiap individu manusia sejatinya wajib memiliki proposal diri, yaitu rencana yang dituangkan dalam bentuk rancangan kerja, langkah baru, perubahan, perbaikan dll.
Isi proposal sekurangnya ada Judul, Latar Belakang, Tujuan, Tema, Jenis kegiatan, sasaran, waktu dan tempat kegiatan, susunan langkah (acara), susunan panitia atau pelaku, anggaran dana, penutup.
Sekalipun kegiatan itu semua pelakunya diri kita sendiri, maka proposal diri pun wajib dicanangkan. Semisal,
Judul proposalnya:
Memperbaiki Sikap Tahu Diri
Latar belakang:
-Setelah instrospeksi dan melakukan refleksi diri di setiap menjelang berangkat tidur, saya adalah orang yang tidak tahu diri, identifikasinya:
a. Di rumah, saya hanya mau yang enaknya saja, yang menyenangkan saja, semua harus sudah siap untuk saya.
b. Di tempat perkumpulan kegiatan masyarakat atau olah raga atau tempat kerja misalnya, saya hanya menjadi orang yang hanya memikirkan diri sendiri, tak memiliki empati dan simpati, tak bertanggungjawab, tak disiplin, tak bayar iuran, tapi maunya dinomorsatukan dll, tak berperasaan, tak ada etika, tak komunikatif, slanang-slonong dll.
Tujuan
Menjadi diri yang tahu diri
Tema
Diri yang tahu diri mendapak kebaikan dan teladan untuk orang lain
Jenis kegiatan:
Kegiatan individu, perbaikan karakter diri, tahu diri.
Sasaran:
Diri sendiri
Waktu dan tempat kegiatan
Mulai detik ini, tempat di setiap langkah
Susunan langkah
1. Perbaikan di lingkungan keluarga
2. Perbaikan di lingkungan perkumpulan kegiatan, sekolah/kampus, kerja, dan masyarakat.
3. Setiap jelang tidur, instrospeksi dan refleksi diri atas perbaikan langkah hari ini, untuk perbaikan esok hari.
4. dll
Panitia:
Diri saya sendiri
Anggaran:
Sesuai kebutuhan di tempat perbaikan, semisal belum bayar iuran SPP, menunggak berapa dll.
Penutup:
Melakukan instrospeksi dan refleksi diri di setiap menjelang tidur dengan sebelumnya mengevaluasi langkah hari ini dengan meminta saran dan masukan dari orang lain yang bersinggungan dengan langkah perbaikan.
Itulah contoh proposal perubahan untuk diri sendiri. Sangat mudah ditulis, tetapi akan sangat berat dijalankan, diaplikasikan, direalisasikan bila saya hanya sekadar menulis proposal.
Proposal perubahan diri dirancang dan ditulis saja, belum tentu dapat dipraktikan sesuai tujuan. Bagaimana bila dalam setiap langkah kehidupan, kita tak memiliki proposal diri?
Apakah proposal diri ini, ada dalam Kurikulum Pendidikan Indonesia selama ini? Sejak Indonesia merdeka? Jawabnya, ADA!
Adakah para guru, dosen, orang tua, hingga pelatih, instruktur, dll mengajarkan dan mendidik tentang proposal diri ini kepada anak-anak didik khususnya di lembaga formal atau non formal Indonesia? Jawabnya, ADA! Berapa persen yang melakukan?
Fakta tahu diri
Sejak Indonesia merdeka, hingga menjelang tahun baru 2022, fakta bahwa persoalan tentang tahu diri manusia Indonesia ini menjadi barang yang mahal.
Bila orang yang tak tahu diri ini, dasarnya memang mereka belum mendapatkan pendidikan karena tak memiliki kemampuan dan kesempatan merasakan bangku sekolah dan kuliah, pun keluarga dan lingkungan masyarakatnya juga terbelakang dalam persoalan tahu diri, itu bisa kita mahfumi, kita pahami, kita mengerti.
Tapi hingga kini, faktanya, orang-orang yang tak tahu diri itu justru bisa kita indentifikasi dengan mudah. Para elite partai dan golongan elite di negeri ini, justru menjadi contoh terbanyak kelompok yang tak tahu diri.
Hanya memanfaatkan suara rakyat untuk meraih kedudukan dan kursi. Tetapi mereka sangat kuat dalam proposal diri, proposal kelompok, golongan, partai, dan lainnya.
Lihat aplikasi proposal mereka. Belum lagi tahun politik 2024 hadir, masih dua tahun ke depan, tetapi proposal mereka menuju RI-1 sudah sangat gencar. Wujudnya, Baliho berisi foto politisi tersebar di seluruh negeri hingga di tempat bencana alam.
Lihat, para pencuit di media sosial, terus melakukan aksi provokatifnya, mungkin juga sesuai proposal dan nilainya. Luar biasa.
Mau ikutan seperti mereka? Atau bikin proposal untuk perubahan diri hingga bermanfaat dan bermaslahat untuk orang lain? Apa harus menunggu tahun baru? Atau menunggu Kurikulum Pendidikan 2022? He he...
Drs. Supartono, M.Pd. (Supartono JW)
Pengamat pendidikan nasional
Pengamat sepak bola nasional
Aktor dan Sutradara Teater
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H