Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menjadi Pencuit Berguna, Kurikulum 2022 Indonesia Mau Dibawa ke Mana?

29 Desember 2021   08:47 Diperbarui: 29 Desember 2021   09:38 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihat, dunia pendidikan Indonesia juga dipercayakan kepada orang yang tak tepat, Kurikulum Pendidikan diubah menjadi pragmatis dan instan. Mengukur kualitas seseorang bukan dari data statistik, tapi dari data subyektif yang dibilang asesmen. Lahir Kurikulum 2022. Mau di bawa ke mana anak bangsa negeri ini. Ini Indonesia yang masih berkembang. Bukan negara maju.

Catat saya, penilaian asesmen (assessment) adalah sekadar upaya untuk mendapatkan data/informasi dari proses dan hasil pembelajaran untuk mengetahui seberapa baik kinerja mahasiswa, kelas/mata kuliah, atau program studi dibandingkan terhadap tujuan/kriteria/capaian pembelajaran tertentu. Dan semua itu mudah dilakukan dengan daya subyektivitas. Jadi, apakah benar, pendidikan di Indonesia, kualitas lulusannya hanya dari penilaian formalitas? 

Luar biasa Mas Nadiem ini. Sampai bikin Kurukulum Baru, Kurikulum 2022 dan mencatatkan diri dalam sejarah Kurukulum Pendidikan Indonesia sebagai Menteri pencetus Kurukulum ke-11 sejak Indonesia merdeka.

Dengan Kurikulum 2022, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) seperti apa yang akan lahir kemudian di nusantara ini? Mas Nadiem, kira-kira, kalau boleh bertanya, para pencuit yang saya bahas itu, produk pendidikan dari Kurikulum Pendidikan Indonesia yang ke berapa, ya?

Maaf, dalam artikel lain, masalah Kurikulum akan saya bahas lebih detail. Dalam kesempatan ini, saya hanya coba menampilkan fakta tentang drama-drama  di Republik ini, pada aktivitas para pencuit yang justru terus merendahkan dirinya sendiri. Malah membunuh karakter pribadi.

Padahal banyak bahan, lho. Mengapa tidak bercuit yang mengangkat fakta tentang miskinnya perikemanusiaan dan perikeadilan di negeri ini? Negeri yang penuh utopia, penuh khayalan bagi rakyat, karena mimpi untuk mendapatkan perikemanusiaan dan perikeadilan, terus sekadar mimpi di siang bolong. Luar biasa. Negeri yang terus menjadi bancakan kepentingan, tetapi tetap rakyat yang ditindas dan diperas.

Apakah saya pencuit berguna?

Tahun 2021 akan segera kita lewati. Segera datang tahun baru 2022 yang tinggal hitungan jam. Sebagai manusia biasa, sekaligus sebagai aktor dalam kehidupan nyata, kira-kira khusus di tahun 2021, apakah saya sudah menjadi manusia dan aktor yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain? 

Apakah saya pencuit yang berguna bagi diri sendiri dan kebaikan orang lain? Bercerminlah. Punya rasa malu-lah!

Ada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kok bercuit provokatif masih bebas dan oknumnya terus berkeliaran dan terus bercuit?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun