Sebelum dan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Rabu, 13 Oktober 2021 banyak pihak di Republik Indonesia ini mengelus dada. Pasalnya di luar berbagai alasan, yang mungkin dianggap lucu oleh masyarakat hingga tertulis di kolom komentar di media massa, ada petugas partai yang melantik Ketua Partainya. Ada juga komentar Megawati dikasih jabatan lagi sama Jokowi.
Namun, banyak juga yang berpendapat bahwa, sudahlah terserah rezim ini. Maunya apa mereka. Biarkan saja. Percuma juga  memberi kritik, saran, masukan pada Presiden kita ini. Rakyat protes kebijakan pemerintah sampai demonstrasi berdarah-darah saja, dicueki.
Apa relevansinya?
Meski penunjukan Megawati oleh Jokowi yang dianggap aneh dan nyeleneh serta menuai berbagai pertanyaan dan kontra, lalu terus di bela dari segala arah oleh pihak mereka, ibaratnya tetap saja bak peribahasa anjing menggonggong kafilah berlalu.
Sebab secara logika saja sudah dapat ditebak bahwa hal ini tentu ada arah kepentingan politik untuk menempatkan sains di bawah kekuasaan dan dengan dalih Pancasila.
Sungguh, bangsa ini sekarang kembali menyaksikan betapa terbelenggunya prinsip-prinsip kebebasan akademik karena otoritas kekuasaan masuk ikut campur tangan. Sudah begitu, pertanyaannya, apa relevansi menempatkan Dewan Pengarah BPIP sebagai Dewan Pengarah BRIN? Apa karena lembaga riset dan inovasi itu dibentuk untuk melayani kekuasaan dan bukannya didorong berani kritis terhadap kekuasaan?
Lebih dari itu, ditempatkannya Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN dinilai oleh banyak pihak sebagai kemunduran. Kapasitas politik Megawati yang begitu besar dalam rezim kekuasaan sekarang, mustahil tidak  ada intervensi kekuasaan atau partai penguasa dalam strategi atau implementasi riset Indonesia ke depannya.
Bahkan diyakini bahwa intervensi kekuasaan rezim akan sangat besar pengaruhnya di pelaksanaan atau implementasi riset-riset, strategi riset di Indonesia.
Di berbagai media, Pihak mereka pun mencoba membantah semua pertanyaan dan penilaian. Sayang, berbagai pihak yang bertanya dan melihat keanehan ini, nampaknya juga malas berdebat. Sebab, sudah pasti bisa ditebak, hanya masuk kuping kiri, lalu ke luar kuping kanan. Apalagi Megawati pun sudah di lantik.
Sesuai Pancasila
Sekarang, NKRI ini negeri milik siapa, ya? Apa masih milik rakyat? Menyoal riset pun dengan alasan agar sesuai Pancasila, makanya Ketua Dewan Pengarahnya juga harus Ketua Dewan Pengarah BPIP.
Di berbagai media massa pun sangat gencar pembelaan terhadap hal ini. Mereka menampik jika ada anggapan bahwa pengangkatan Megawati merupakan buah transaksi politik.
Tetapi mereka juga bilang, bila hal ini bagian dari partisan dan kepentingan praktis partai politik, mereka mengelak bahwa hal tersebut tidak berdasar dan tak perlu dibahas lebih lanjut. Aneh.
Banyak pakar dan  akademisi di negeri ini, tapi tetap kalah oleh kepentingan dan pendidikan, riset, dan teknologi, inovasi yang seharusnya dientaskan, malah menjadi kendaraan dan konsumsi untuk politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H