Gara-gara ulah seseorang yang ditimpali oleh seorang lagi di media sosial, warganet pun ngamuk. Pasalnya, ulah dua orang tersebut bak membangkitkan macan tidur. Bagaimana tidak, ulahnya tersebut benar-benar mempermalukan dirinya sendiri, sekaligus menunjukkan pula spidometer kecerdasan intelektual dan sosialnya serta keimanannya karena mengusik hal yang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
Herannya, dua orang itu seperti tak punya pekerjaan dan kesibukan, sampai-sampai harus mengusik hal berbau SARA, meski yang diusik bahkan tak ada urusan dengan dua orang tersebut.
Akibat ulah dua orang ini, persoalan usikan masalah santri tutup kuping (telinga) justru terus bergulir hingga sampai ada pengamat politik kembali menyita perhatian publik setelah muncul video dirinya menirukan aksi tutup telinga.
Karenanya pengamat politik mengambil momentum untuk menyindir orang-orang yang telah menghujat pihak yang menutup telinga dengan ikutan melakukan aksi tutup telinga, tetapi dengan background suara pidato pemimpin bangsa ini yang sedang menjelaskan soal jumlah uang para pengusaha Indonesia di luar negeri yang ia kantongi sebanyak Rp11 ribu triliun lebih.
Aksi ini pun mengundang perhatian publik hingga ' Gerakan Tutup Kuping ' menjadi trending topik. Bahkan sejumlah orang juga melakukan parodi yang sama, yaitu dengan membuat gerakan menutup telinga sambil memutar suara pidato pemimpin negeri.
Siapa gemar, tutup mata hati telinga
Bila ada orang yang kurang pekerjaan hingga sampai mengusik anak-anak tutup kuping agar tetap konsentrasi pada tujuan yang ingin dicapai di jalan yang baik sesuai keyakinan dan agamanya, mengapa orang yang kurang pekerjaan atau hidupnya bergantung dari medsos dan menjadi sok tahu, tidak pernah mengusik pemimpin negeri ini yang bahkan bukan hanya tutup telinga ketika rakyat berteriak tak setuju dan keberatan  atas kebijakan yang tak amanah dan hanya membela kepentingan pihak yang telah memodali mereka hingga duduk di singgasana kekuasaan. Mereka malah sampai tutup mata dan hati.
Bahkan bukan hanya tutup telinga, mata, dan hati, untuk membungkam rakyat yang tak setuju sampai demonstrasi, mereka juga mengerahkan pasukan yang tak lain juga isinya rakyat juga, hanya berbeda kostum untuk membungkam suara rakyat.
Sampai-sampai saat itu, saya menulis quote: Meski tak berhati nurani, batu yang keras bisa pecah." (Supartono JW.20102020).
Manusia bukan batu, sebab memiliki hati nurani. Akan kah manusia yang keras hati dan hanya mementingkan diri dan kelompoknya akan kalah oleh batu dan tak pecah?
Rakyat tentu tak pernah akan lupa  bagaimana mereka menutup mata, hati, dan telinga dari kasus penolakan UU KPK, kenaikan iuran BPJS yang tetap dinaikkan meski sudah dikalahkan di MK, persoalan Covid-19, persoalan pindah Ibu Kota, dan persoalan-persoalan UU dan kebijakan lain terutama di periode kedua kepemimpinan rezim ini.
Sekarang mereka juga sedang proses mengulik agar Iuran BPJS Kesehatan yang tak beda dengan upeti di zaman kerajaan, karena hukumnya wajib, akan mengubah menjadi kelas standar. Kelas yang sekarang masih berlaku ada kelas I, Ii, dan III.