Mas Nadiem, di artikel saya sebelumnya, menyangkut tataran menghafal dari  Taksonomi Bloom untuk pembelajaran di Indonesia ini sudah saya tulis. Tidak apa kali ini saya ulangi lagi. Sekadar mengulang dan mengingat, Benjamin Samuel Bloom yang dikenal dengan Taksonomi Bloom menyebut, bahwa hafalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir (thinking behaviors) dan ada level lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar proses pembelajaran dan pendidikan dapat menghasilkan anak yang kompeten di bidangnya.
Taksonomi Bloom yang tidak hanya ada ranah kognitif, tapi juga afektif dan psikomotor, maka bicara hafalan baru di ranah kognitif. Itu pun level terendah. Dari Taksonomi Bloom  yang mengalami dua kali perubahan yaitu yang dikemukakan oleh Bloom sendiri dan Taksonomi yang telah direvisi oleh Andreson dan KartWohl, untuk ranah kognitif terdiri dari enam level yaitu:  remembering (mengingat), understanding (memahami), applying (menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta).
Dalam menginterpretasikan piramida tersebut, secara logika adalah
1. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu
2. Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
3. Sebelum kita menganalisa maka kita harus menerapkannya dulu
4. Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus menganalisa dulu
5. Sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu, maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi.
Bila di peringatan HAN ke-37 ini, Nadiem menyebut anak-anak Indonesia masih dalam tataran menghafal dan menerima informasi, maka di ranah pedagogi saja mereka baru berada di ranah kognitif level 1 mengingat/menghafal.
Bagaimana cara anak Indonesia sampai ke level 2 hingga 5 di ranah kognitif. Lalu, bagaimana dengan ranah afektif dan psikomotornya?
Harapan saya, dari pintu ini, Mas Nadiem dengan sisa waktu masa jabatannya  bisa membantu mewujudkan cita-cita anak Indonesia bisa sampai kritis, yang artinya berhasil di semua level kognitif, afekif, dan psikomotor yang tentunya juga ada levelnya.
Ternyata, peringatan HAN ke-37 menyadarkan Mas Nadiem atas kondisi anak Indonesia sekarang. Lalu, akan memulai dari mana untuk harapannya tercapai? Tak pandemi saja terus gagal. Sekarang di pandemi, apakah pembelajaran dan pendidikan menggaransi dan melindungi anak Indonesia berhasil dan aman?
Ayo buktikan, bahwa setiap tema hari peringatan di Indonesia bukan sekadar slogan dan mengisi kegiatan. Termasuk tema  Anak Terlindungi, Indonesia Maju di HAN 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H