Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kemampuan Anak Indonesia Baru Menghafal dan Menerima Informasi?

24 Juli 2021   19:01 Diperbarui: 24 Juli 2021   19:05 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mas Nadiem, di artikel saya sebelumnya, menyangkut tataran menghafal dari  Taksonomi Bloom untuk pembelajaran di Indonesia ini sudah saya tulis. Tidak apa kali ini saya ulangi lagi. Sekadar mengulang dan mengingat, Benjamin Samuel Bloom yang dikenal dengan Taksonomi Bloom menyebut, bahwa hafalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir (thinking behaviors) dan ada level lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar proses pembelajaran dan pendidikan dapat menghasilkan anak yang kompeten di bidangnya.

Taksonomi Bloom yang tidak hanya ada ranah kognitif, tapi juga afektif dan psikomotor, maka bicara hafalan baru di ranah kognitif. Itu pun level terendah. Dari Taksonomi Bloom  yang mengalami dua kali perubahan yaitu yang dikemukakan oleh Bloom sendiri dan Taksonomi yang telah direvisi oleh Andreson dan KartWohl, untuk ranah kognitif terdiri dari enam level yaitu:  remembering (mengingat), understanding (memahami), applying (menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta).

Dalam menginterpretasikan piramida tersebut, secara logika adalah
1. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu
2. Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
3. Sebelum kita menganalisa maka kita harus menerapkannya dulu
4. Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus menganalisa dulu
5. Sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu, maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi.

Bila di peringatan HAN ke-37 ini, Nadiem menyebut anak-anak Indonesia masih dalam tataran menghafal dan menerima informasi, maka di ranah pedagogi saja mereka baru berada di ranah kognitif level 1 mengingat/menghafal.

Bagaimana cara anak Indonesia sampai ke level 2 hingga 5 di ranah kognitif. Lalu, bagaimana dengan ranah afektif dan psikomotornya?

Harapan saya, dari pintu ini, Mas Nadiem dengan sisa waktu masa jabatannya  bisa membantu mewujudkan cita-cita anak Indonesia bisa sampai kritis, yang artinya berhasil di semua level kognitif, afekif, dan psikomotor yang tentunya juga ada levelnya.

Ternyata, peringatan HAN ke-37 menyadarkan Mas Nadiem atas kondisi anak Indonesia sekarang. Lalu, akan memulai dari mana untuk harapannya tercapai? Tak pandemi saja terus gagal. Sekarang di pandemi, apakah pembelajaran dan pendidikan menggaransi dan melindungi anak Indonesia berhasil dan aman?

Ayo buktikan, bahwa setiap tema hari peringatan di Indonesia bukan sekadar slogan dan mengisi kegiatan. Termasuk tema  Anak Terlindungi, Indonesia Maju di HAN 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun